Saat Gibran Tiba-tiba Temui Massa Semasa Kampanye Terbuka
Untuk pertama kalinya, Gibran temui pengunjuk rasa di Balai Kota Surakarta, Jateng. Ada apa di baliknya?
Di sela-sela masa kampanye terbuka, calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, menemui warga yang berunjuk rasa di Balai Kota Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (6/2/2024) siang. Itu pertama kalinya bagi Gibran menjumpai pengunjuk rasa semasa menjabat Wali Kota Surakarta. Uniknya, demonstrasi justru lebih mirip perjumpaan antara idola dan pendukungnya.
Warga yang beraksi itu mulai berdatangan ke Balai Kota Surakarta sekitar pukul 13.00 WIB. Mereka mengaku sebagai mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di kota tersebut, seperti Universitas Sebelas Maret, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Universitas Batik Surakarta, Universitas Slamet Riyadi, dan Politeknik Kesehatan Surakarta. Namun, hanya segelintir yang mengenakan jas almamater dari kampusnya masing-masing.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Gerombolan massa aksi itu menamakan diri mereka ”Aliansi Mahasiswa Solo Raya untuk Kepemimpinan Bermartabat”. Ada sejumlah spanduk yang dibawa. Isi spanduk itu menuntut Gibran agar menepati janji-janjinya. ”TUNTUT GIBRAN BERJANJI! TIDAK AKAN PERNAH BERKHIANAT PADA RAKYAT”, begitu tulis salah satu spanduk.
Baca juga: Aksi Kamisan di Malang: Selamatkan Demokrasi Indonesia
Ada juga spanduk lain yang bertuliskan, ”KAMI BUTUH PEMIMPIN YANG DAPAT MEMBAWA INDONESIA MAJU”. Bahkan, terdapat satu spanduk yang sekadar memuat frasa ”INDONESIA MAJU”. Sebagaimana diketahui, istilah tersebut digunakan koalisi partai yang mengusung Gibran dan Prabowo Subianto pada kontestasi Pemilu 2024.
Dari atas mobil komando, sang orator membacakan pakta integritas yang telah mereka susun. Belum selesai semua poin pakta integritas itu dibaca, tiba-tiba massa mendadak riuh. Dari kejauhan, terlihat Gibran berjalan mendekati massa aksi. Semakin dekat sorak-sorai massa aksi kian ramai.
”Selamat datang Bapak Gibran Rakabuming Raka, calon wakil presiden Republik Indonesia,” sambut koordinator lapangan, Farouq Naufally Mumtaz, yang juga bertindak sebagai orator dalam aksi tersebut.
Gibran tidak banyak bicara saat menjumpai massa. Ia juga tidak berlama-lama saat menemui mereka. Tanpa ragu, putra sulung Presiden Joko Widodo itu pun langsung sepakat untuk menandatangani pakta integritas yang belum rampung dibaca itu.
Setelah penandatanganan itu, Gibran berfoto bersama dengan massa aksi. Para pengunjuk rasa itu lantas memasang wajah semringah. Beberapa orang malah berpose salam dua jari, yang sering ditampilkan pasangan Prabowo-Gibran saat kampanye.
Bahkan, sejumlah pengunjuk rasa yang justru mencium tangan Gibran sewaktu ia akan kembali ke kantornya. Bukan sekadar berjabat tangan, ada juga yang terlihat histeris ketika bisa melihat sosok politisi muda itu secara langsung.
Dalam keadaan yang riuh itu, terdengar pula teriakan ”Bolone Mase”. ”Bolone Mase” adalah nama sukarelawan pendukung Gibran yang pernah mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo. Deklarasi itu terjadi saat Gibran masih berstatus sebagai kader PDI Perjuangan.
”Kami sebagai mahasiswa tahu elektabilitas beliau itu sangat tinggi. Jadi, kami ingin juga janji-janji beliau ketika nanti menjadi presiden dan wakil presiden ditepati,” kata Farouq.
Lewat pakta integritas itu, kata Farouq, pasangan Prabowo-Gibran diminta tetap menjaga keamanan negara hingga memakmurkan pelaku UMKM. Selaku mahasiswa, ia menginginkan agar perhatian terhadap generasi muda terus tinggi.
Momen langka
Dari ratusan mahasiswa yang hadir, ada tiga perwakilan mahasiswa yang mengikuti Gibran ke kantornya. Namun, hanya Farouq yang diajak masuk ke dalam ruangan Gibran.
Itu merupakan momen langka. Pasalnya, baru pertama kali ini Gibran mau menjumpai pengunjuk rasa yang memprotesnya di balai kota sejak menjabat Wali Kota Surakarta pada 2021 lalu.
”Sesuai visi misi kita juga kok. Ya, kita tindak lanjuti sesuai apa yang ada di pakta integritas,” kata Gibran seusai menjumpai massa aksi.
Gibran membantah jika aksi unjuk rasa itu sebagai bentuk dukungan kepadanya. Ia mengklaim yang dilakukan para pendemo malah memprotes dirinya. Menurut dia, apa saja yang ditagih mahasiswa itu tinggal dilaksanakan kelak ketika menjabat.
Di sisi lain, kemunculan Gibran dalam aksi tersebut juga menimbulkan tanya. Ia seharusnya masih menjalani masa cuti kampanye hingga Rabu (7/2/2024) sesuai yang diajukan.
Dihubungi terpisah, Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia Hilmi Ash Shidiqi menganggap aksi unjuk rasa itu cukup janggal. Pernyataan itu didasari kemunculan peristiwa serupa di sejumlah daerah. Seolah ada pola yang terbentuk antara satu aksi dan aksi lainnya.
Misalnya, di Bandung, Jawa Barat, Januari lalu, Ketua Tim Kampanye Daerah Prabowo-Gibran Jawa Barat Ridwan Kamil menerima sejumlah demonstran yang menamakan diri ”Mahasiswa Jabar Bergerak untuk Keadilan”. Pada aksi itu, pengunjuk rasa menuntut Prabowo Subianto untuk menjalankan sejumlah tuntutan.
Peristiwa serupa terulang di Sumatera Barat, akhir Januari kemarin. Dalam kesempatan itu, sosok yang menerima massa aksi ialah Ketua Tim Kampanye Daerah Prabowo-Gibran Sumatera Barat Andre Rosiade.
Ini sepertinya ada suatu permainan menggunakan suara mahasiswa untuk menitipkan pesan dan janji-janjinya.
Dari tiga daerah, isi tuntutan yang diminta sama. Jumlahnya juga sama persis, yakni 11 poin. Tuntutannya meliputi permintaan agar Prabowo-Gibran menjadi pemimpin yang amanah, tidak mengkhianati rakyat, mewujudkan kemandirian bangsa, dan lain-lain. Poinnya mirip. Sekadar berbeda redaksionalnya saja.
”Ini sepertinya ada suatu permainan menggunakan suara mahasiswa untuk menitipkan pesan dan janji-janjinya. Sangat disayangkan aksi seperti itu mengatasnamakan mahasiswa, tetapi malah mahasiswanya tidak tahu-menahu terkait aksi tersebut,” kata Hilmi.
Baca juga: Seruan UII: Setiap Pejabat Negara yang Ikut Kampanye Harus Mundur
Menurut Hilmi, menitipkan janji atau pesan seharusnya tidak hanya mengarah pada satu kandidat. Upaya tersebut mesti diarahkan kepada semua pasangan calon yang akan berkontestasi. Sebab, dinamika perpolitikan mendatang belum bisa diketahui, termasuk pemenang dari pemilu.
Hilmi menduga, aksi yang seakan-akan terpola itu sengaja diadakan oleh kandidat dengan maksud tertentu. Kejanggalan semakin kentara mengingat pendemo langsung diterima serta disetujui permintaanya. Bagi dia, seharusnya aksi-aksi serupa dijauhkan dari kalangan mahasiswa.
”Aksi-aksi seperti itu biasanya keresahannya tidak berlandaskan dari mahasiswa atau rakyat. Karena, tidak melalui konsolidasi tertentu sehingga mencoreng gerakan murni mahasiswa itu sendiri,” kata Hilmi.