BEM UNS Desak Pimpinan Kampus Ambil Sikap Terkait Kondisi Demokrasi Terkini
BEM UNS justru mendahului pimpinan kampus menyatakan sikap soal kondisi demokrasi. Pimpinan pun didesak tunjukkan sikap.
SURAKARTA, KOMPAS — Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret mendesak pimpinan kampus serta segenap sivitas akademika dari perguruan tinggi itu untuk menyatakan sikapnya soal situasi demokrasi terkini. Mereka menyayangkan sikap pimpinan kampus yang terkesan pasif menanggapi gelombang seruan moral dari berbagai perguruan tinggi lain.
Keresahan itu coba mereka tunjukkan lewat aksi unjuk rasa bertajuk ”Surat Pernyataan Sebelas Maret”, atau ”Supersemar”, di Rektorat Universitas Sebelas Maret (UNS), Kota Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024). Dengan adanya aksi itu, mereka malah mendahului kampus menyatakan sikapnya perihal kondisi demokrasi yang dianggap mengalami kemunduran.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Saat ini, kami tidak percaya kepada siapa pun. Karena, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) melanggar etik, Ketua KPU (Komisi Pemilihan Umum) juga melanggar etik, Presiden Jokowi seolah mengangkangi konstitusi. Apa yang bisa kita harapkan dari pemimpin hari ini,” kata Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS Agung Lucky Pradita, seusai aksi.
Baca juga: Seruan Kampus Diabaikan, Pemilih Muda Bisa Beralih Dukungan
Dengan kondisi itu, Agung meminta segenap sivitas akademika berani bersuara. Itu demi ikut serta menegakkan nilai-nilai demokrasi sebagaimana yang dilakukan sejumlah perguruan tinggi lainnya di berbagai daerah. Namun, kata dia, belum ada penyikapan yang jelas dari pihak kampus mengenai situasi tersebut.
Sejatinya, lanjut Agung, pihaknya sudah mengundang dosen hingga guru besar untuk ikut serta dalam aksi itu. Namun, justru hanya kalangan mahasiswa yang hadir menunjukkan keprihatinannya terhadap keadaan demokrasi saat ini.
”Itu (ketidakhadiran dosen dan guru besar) jadi pertanyaan bagi para mahasiswa. Karena apa? Bagaimanapun UNS juga salah satu kampus benteng Pancasila. Namun, belum ada yang berani menyatakan sikapnya. Untuk itu, kami mendesak mereka,” kata Agung.
Desakan itu, jelas Agung, juga diperlihatkan lewat pembuatan petisi daring. Hingga Rabu siang, petisi itu sudah ditandatangani oleh sekitar 1.500 orang. Pihaknya mengharapkan agar para petinggi kampus yang seharusnya menjadi penjaga ilmu pengetahuan ikut bersuara ketika ada kondisi yang mengkhawatirkan.
”Adanya inisiasi ini diharapkan nanti dari official-nya, baik itu rektorat atau dewan profesor, berani menjaga marwah ilmu pengetahuan dan tidak tinggal diam ketika nilai-nilai pengetahuan ini dinodai,” kata Agung.
Dalam Pemilu 2024 nanti, ungkap Agung, pihaknya menginginkan kontestasi yang damai, jujur, dan adil. Hanya saja ia kembali mempertanyakan bagaimana keinginannya bisa terwujud. Pasalnya, ia menganggap banyak pelanggaran yang terjadi sebelum pergelaran itu benar-benar berlangsung.
”Kami harapkan pelanggar-pelanggar konstitusi dan kode etik dihukum seberat-beratnya. Tidak seharusnya mereka memimpin negara ini. Karena, dari awal mereka mencederai demokrasi,” kata Agung.
Oleh karenanya, sebut Agung, soal pencalonan Gibran menjadi cawapres ikut disorotinya. Serangkaian proses yang telah berlangsung dalam pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo itu justru membuatnya resah.
Keresahan itu berangkat dari banyaknya pelanggaran etik yang menyertai pencalonan Gibran. Sang paman, Anwar Usman, yang juga pernah menjabat Ketua MK dianggap melanggar etik karena ikut memutus gugatan yang menyangkut keponakannya sendiri. Belakangan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyatakan Ketua KPU Hasyim Asy’ari beserta para anggotanya melanggar etik pula terkait pencalonan Gibran.
”Apa yang dilakukan (Gibran) memuat banyak pelanggaran. Ia disebut representasi anak muda, tetapi teman-teman pemuda justru resah dengan apa yang dilakukannya,” kata Agung.
Baca juga: Memahami Kegelisahan di Balik Gelombang Seruan Para Akademisi Kampus
Pelaksana Tugas Wakil Rektor UNS Bidang Perencanaan, Kerja Sama, Bisnis dan Informasi Irwan Trinugroho menyatakan, pimpinan kampus telah mengeluarkan pernyataan menyambut Pemilu 2024. Pernyataan sikap itu dikeluarkan secara tertulis sejak 5 Februari 2024.
Dalam surat pernyataan sikap itu, terdapat tiga poin yang disampaikan, yaitu lembaga pendidikan tersebut mendukung pelaksanaan pemilu yang demokratis, jujur, serta adil; ikut berkomitmen menjaga kondusivitas kampus; dan mengimbau warga kampus UNS agar saling menghormati pilihan politik satu sama lain.
Adanya inisiasi ini diharapkan nanti dariofficial-nya, baik itu rektorat atau dewan profesor, berani menjaga marwah ilmu pengetahuan dan tidak tinggal diam ketika nilai-nilai pengetahuan ini dinodai.
Surat itu ditandatangani oleh tiga petinggi kampus, yakni Pelaksana Tugas Rektor UNS Chatarina Muliana, Ketua Senat Akademik UNS Sri Sulistyowati, dan Ketua Dewan Profesor Suranto.
”Mengenai mahasiswa yang menyatakan sikapnya itu, menurut kami hal tersebut merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang harus kita hormati dan hargai,” kata Irwan lewat keterangan tertulisnya.