Tak Hanya Gibran, Almas Juga Gugat Denny Indrayana Rp 500 Miliar
Menuding adanya kejahatan terorganisasi di balik putusan MK soal usia capres-cawapres, Denny Indrayana digugat Almas.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
Kisruh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membuka jalan bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, menjadi calon wakil presiden, ternyata belum juga usai. Persoalan tersebut kini berujung pada saling gugat antara Almas Tsaqibirru Re A, pemohon uji materi perkara 90, dengan Denny Indrayana, guru besar hukum tata negara yang selama ini mengkritisi putusan tersebut. Pada waktu yang sama, Almas juga menggugat Gibran lantaran Wali Kota Surakarta itu tak pernah berterima kasih kepadanya.
Almas adalah warga Surakarta pengagum Gibran yang mengajukan uji materi syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan dengan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas dikabulkan oleh MK, tetapi kemudian berbuntut pada diberhentikannya Anwar Usman, yang juga paman Gibran, dari jabatannya sebagai ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat.
Dalam putusannya, MK menyatakan calon presiden dan wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Putusan itulah yang membuat Gibran yang saat itu berusia 36 tahun dapat dicalonkan sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Adapun Denny Indrayana merupakan salah satu dari belasan pelapor Anwar Usman ke Majelis Kehormatan MK. Denny dalam berbagai kesempatan mengungkapkan kritiknya yang tajam mengenai putusan MK Nomor 90, termasuk di antaranya menduga adanya kejahatan yang terencana.
Dalam gugatannya ke Pengadilan Banjar Baru, Almas keberatan dengan pernyataan Denny di channel Youtube yang antara lain mengungkapkan, selain pelanggaran etik, sebenarnya ada indikasi kejahatan yang terencana dan terorganisasi yang tidak disertai dengan bukti yang menguatkan. Denny, antara lain, dipersoalkan atas ucapannya: Ini terkait dengan pemohon uji materi (Almas) yang merupakan anak Boyamin yang berhubungan dekat dengan Jokowi. Mereka sama-sama berasal dari Solo, Jawa Tengah.
Pernyataan Denny tersebut juga dimuat dalam berbagai media termasuk media daring. Ia juga sering mengungkapkan perihal kejahatan terorganisasi dan terencana tersebut dalam setiap kesempatan saat berbicara atau membahas putusan MK.
Menyatakan akibat perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan tergugat kepada penggugat mengakibatkan penggugat mengalami kerugian secara materiil setelah membayar jasa lawyer Rp 200 juta yang diperoleh dengan cara berutang dari orangtuanya dan kerugian immateriil.
”Terdapat kesadaran sesadar-sadarnya dan kesengajaan untuk menuduh penggugat sebagai bagian dari persekongkolan kejahatan terorganisasi dan terencana. Padahal, senyatanya penggugat bukan bagian dari tuduhan tersebut dan tidak pernah terbukti dalam putusan mana pun sehingga pernyataan tersebut sangat merugikan penggugat,” demikian isi gugatan Almas.
Almas juga menilai Denny tidak pernah mampu membuktikan hal tersebut dengan data, fakta, ataupun bukti atas dugaan kejahatan terorganisasi dan terencana. Disebutkan, hal itu juga merupakan imajinasi angan-angan dari tergugat (Denny).
Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Almas meminta PN Banjar Baru untuk menyatakan Denny telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menghukum yang bersangkutan sesuai dengan kerugian yang dialami oleh penggugat.
”Menyatakan akibat perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan tergugat kepada penggugat mengakibatkan penggugat mengalami kerugian secara materiil setelah membayar jasa lawyer Rp 200 juta yang diperoleh dengan cara berutang dari orangtuanya dan kerugian immateriil yang semuanya itu menurut hukum dapat dimintakan penggantian dalam bentuk uang tunai dalam jumlah wajar dan setara, yaitu sebesar Rp 500 miliar,” demikian isi gugatan Almas.
Dituntut meminta maaf
Denny juga dituntut untuk meminta maaf dan mencabut pernyataannya melalui lima media arus utama skala nasional secara terbuka. Keterlambatan dalam melaksanakan putusan tersebut, Almas berharap, dapat dijatuhi hukuman berupa uang paksa (dwangsom) senilai Rp 500.000 per hari.
Atas gugatan itu, Denny Indrayana mengaku sudah mendapatkan panggilan untuk sidang perdana pada 6 Februari mendatang. Ia akan menghadapinya dan melayangkan gugatan balik. Ia bertahan dengan pandangannya bahwa ada indikasi kejahatan yang terorganisasi di balik perkara 90 terkait usia capres dan cawapres.
”Jika pandangan saya itu digugat hingga Rp 500 miliar, bukan saja gugatan ini absurd dan lucu, melainkan juga modus pembungkaman atas kebebasan berpendapat,” kata Denny saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (2/2/2024).
Ia melanjutkan, ”Saya akan melawan gugatan tersebut dengan perlawanan terbaik dan gugatan balik sebagai upaya menegakkan lagi etika dan negara hukum, yang telah diobrak-abrik oleh permohonan Almas dan putusan 90 Mahkamah Keluarga Jokowi.”
Selain menggugat Denny Indrayana, Almas juga menggugat Gibran Rakabuming Raka di PN Surakarta. Gugatan dengan Nomor 25/Pdt.G/2024/PN Skt itu diterima dan diregister pada 29 Januari lalu. Almas menggugat Gibran karena sebagai pihak yang diuntungkan dari perkara 90 yang diajukannya, yang bersangkutan tidak pernah menunjukkan itikad baik dengan mengucapkan terima kasih. Oleh karenanya, Almas menilai Gibran sudah melakukan wanprestasi.