Aksi Geruduk MK Gagal ke MK
Masyarakat sipil gagal menyuarakan aspirasinya ke Gedung Mahkamah Konstitusi karena dihadang beton dan kawat berduri.
JAKARTA, KOMPAS — Upaya sekelompok masyarakat yang tergabung dalam Forum Anomali mendekati gedung Mahkamah Konstitusi di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (2/2/2024), gagal. Sebab, jalan menuju Gedung MK sejak kawasan Patung Kuda sudah diblokade aparat keamanan dengan jejeran beton tinggi dan berduri.
Upaya elemen masyarakat itu untuk menyampaikan keprihatinan atas berbagai masalah di Indonesia yang berpuncak pada penyimpangan konstitusional oleh MK saat memutus pengujian syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden terhenti di depan Gedung Sapta Pesona, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sebanyak lebih kurang 30 mahasiswa dan aktivis itu akhirnya menggelar mimbar bebas di depan beton tersebut.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Ketika dalam waktu 3 x 24 jam kami meng-upload seruan geruduk Mahkamah Konstitusi, ternyata kami sudah dihalangi oleh panjangnya kawat berduri. Ini merupakan bukti demokrasi hari ini sudah semakin dipermainkan,” kata Haikal Febriansyah dari Forum Anomali, Jumat (2/2/2024).
Forum Anomali merupakan forum gerakan orang-orang muda untuk mendukung demokrasi di Indonesia dan di dunia. Forum ini didirikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran, BEM Universitas Paramadina, dan BEM KM Univeritas Gadjah Mada.
Hadir dalam Forum Anomali ”Geruduk Mahkamah Konstitusi” ini adalah Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid; Sumarsih, yakni ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan alias Wawan; mahasiswa yang tertembak dalam peristiwa Semanggi I, aktivis Hariz Azhar, dan lain-lain.
Baca juga: Kampus Serukan Keprihatinan atas Kontestasi Pemilu 2024
Gielbran M Noor dari Forum Anomali juga menyayangkan adanya tembok beton yang menghalangi langkah mereka ke MK. ”Ini tentu menjadi perhatian kita bersama bahwa kita sebagai rakyat jelata pun tidak bisa mengakses MK. Wujud keprihatinan dan solidaritas kita untuk bersama-sama menyatakan kebenaran di depan Mahkamah Konstitusi,” ujar Gielbran.
Usman mengungkapkan banyaknya penyimpangan konstitusi dalam bentuk-bentuk yang beragam. Di samping memberi jalan bagi majunya Gibran sebagai calon wakil presiden setelah ada putusan MK, penyimpangan lain, menurut Usman, antara lain, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum, dan Badan Pengawas Pemilu; penyalahgunaan aparat hukum untuk menyerang lawan politik; serta tidak selesainya persoalan pelanggaran HAM masa lalu.
”Bahkan, lebih dari itu, Indonesia kemungkinan besar menghadapi bahwa salah satu terduga pelanggar HAM masa lalu akan menjadi presiden Indonesia mendatang,” kata mantan anggota Tim Pencari Fakta Kasus Penembakan Mahasiswa Universitas Trisakti dan Kasus Semanggi.
Kendati begitu, kata dia, pihaknya tidak akan pernah menyerah karena kejahatan itu tidak mengenal daluwarsa. ”Kami akan terus mengejar dan memburu para pelaku pelanggar HAM berat sampai mereka diadili dan mendapat hukuman yang setimpal,” katanya.
Sumarsih yang berdiri berdampingan dengan Usman mengungkapkan, saat ini ia menuntut dilaksanakannya agenda reformasi ketiga, yaitu menegakkan supremasi hukum. Salah satu barometer dalam penegakan hukum tersebut adalah dibawanya orang-orang yang bertanggung jawab dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat tersebut ke meja hijau.
”Saya tidak menolak rekonsiliasi, tetapi harus jelas dalam rekonsiliasi itu ada dua pihak. Ada korban, harus ada pelakunya,” kata Sumarsih.