Indeks Demokrasi Turun, Kebebasan Pers Turut Terancam
Turunnya indeks demokrasi dan kebebasan pers memicu kecemasan terhadap masa depan kebebasan pers di Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Indeks demokrasi Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Situasi itu menimbulkan kekhawatiran akan masa depan kebebasan pers di Indonesia. Apalagi, skor kebebasan pers pada tahun 2023 juga turun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Freedom House, indeks demokrasi Indonesia turun dari 62 poin pada 2019 menjadi 53 poin pada 2023. Data Reporters Without Borders (RSF) juga menunjukkan penurunan terhadap skor kebebasan pers Indonesia, yakni dari 63,23 poin pada 2019 menjadi 54,83 poin pada 2023.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ika Ningtyas mengatakan, indeks demokrasi berkaitan secara langsung dengan kebebasan pers. Pelemahan atau penurunan terhadap demokrasi Indonesia memicu kecemasan terhadap masa depan kebebasan pers.
”Tahun 2023 membuat publik kian cemas. Pelemahan terhadap demokrasi itu diikuti dengan pelemahan sejumlah institusi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK),” ujarnya saat memaparkan Laporan Situasi Kebebasan Pers AJI 2023 secara daring dari Jakarta, Rabu (31/1/2024).
Kehadiran kombinasi kandidat pelanggar hak asasi manusia (HAM) dan politik dinasti, lanjut Ika, turut menjadi tantangan integritas Pemilu 2024. Melihat pernyataan Presiden Joko Widodo soal menteri dan presiden yang boleh berkampanye serta berpihak, memantik potensi penyalahgunaan sumber daya negara untuk pemenangan dari peserta pemilu, termasuk mobilisasi aparatur sipil negara (ASN).
Selain itu, pemilu kali ini juga diwarnai intimidasi terhadap kebebasan berekspresi dari pejuang HAM dan publik yang ingin mengawasi jalannya kontestasi. Padahal, demokrasi yang berkualitas harus ditopang dengan pemilu yang bebas, adil, dan berintegritas.
Puncaknya adalah saat pencalonan wakil presiden yang terhubung dengan politik dinasti. Itu diikuti dengan aksi represif terhadap kritik. Indonesia seperti memasuki musim gugur, 20 tahun kebebasan pers justru rontok dalam periode 2023-2024.
”Ragam kondisi dan tantangan terhadap integritas pemilu membutuhkan peran jurnalis dan media independen yang lebih besar lagi. Di sisi lain, mereka (jurnalis dan media) menjadi obyek sasaran kriminalisasi dan pelemahan,” kata Ika.
AJI mencatat, kebebasan pers kini memasuki fase krisis akibat konsentrasi kepemilikan media yang berafiliasi dengan partai politik dan oligarki; model bisnis berbasis klik yang mendorong jurnalisme bermutu rendah; gelombang pemutusan hubungan kerja dan rendahnya kesejahteraan jurnalis; hingga tingginya kekerasan terhadap jurnalis, media, dan narasumber.
Baca juga: Demokrasi Bisa Bunuh Diri: Pelajaran dari Pemilu Dunia
Sepanjang 2023, terdapat 89 kasus serangan dan hambatan terhadap 83 jurnalis, 5 kelompok jurnalis, dan 15 media. Jumlah itu naik dibandingkan tahun 2022, yakni 61 kasus dan tahun 2021 sebanyak 41 kasus.
Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Masduki mengatakan, kekerasan terhadap jurnalis sangat memengaruhi kebebasan pers. Hal itu sejalan dengan kondisi politik dan demokrasi yang mengalami kemunduran.
Baca juga: Pemilu 2024 Menentukan Nasib Demokrasi Indonesia
”Puncaknya adalah saat pencalonan wakil presiden yang terhubung dengan politik dinasti. Itu diikuti dengan aksi represif terhadap kritik. Indonesia seperti memasuki musim gugur, 20 tahun kebebasan pers justru rontok dalam periode 2023-2024,” katanya.