logo Kompas.id
Politik & HukumPemilu 2024 Menentukan Nasib...
Iklan

Pemilu 2024 Menentukan Nasib Demokrasi Indonesia

Pemilu 2024 menjadi momentum terjadinya ”shifting” generasi yang bakal menentukan cetak biru Indonesia di masa depan.

Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
· 3 menit baca
Mural foto-foto presiden RI tergambar di kawasan Cibuluh, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (6/8/2022). Pemilu presiden-wakil presiden serta anggota DPR, DPD, dan DPRD akan diselenggarakan serentak pada 14 Februari 2024. Adapun pilkada serentak diselenggarakan pada 27 November 2024.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Mural foto-foto presiden RI tergambar di kawasan Cibuluh, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (6/8/2022). Pemilu presiden-wakil presiden serta anggota DPR, DPD, dan DPRD akan diselenggarakan serentak pada 14 Februari 2024. Adapun pilkada serentak diselenggarakan pada 27 November 2024.

JAKARTA, KOMPAS — Pemilu 2024 merupakan momentum yang teramat berharga bagi negara Indonesia. Sebab, melalui pemilu kali ini, Indonesia akan menegaskan diri sebagai negara yang kompatibel dengan demokrasi serta menjadi sarana alih generasi yang akan menentukan cetak biru menuju Indonesia Emas 2045.

Anggota Komisi Pemilihan Umum, August Mellaz, mengatakan, ada dua hal yang penting dalam Pemilu 2024. Dalam kehidupan demokrasi, pemilu 14 Februari 2024 akan menentukan apakah Indonesia bisa menegaskan komitmen menjadi negara demokratis dan mengelola bagaimana demokrasi dijalankan.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Dalam berbagai studi literasi mengenai demokrasi, banyak ahli sepakat bahwa apabila sebuah negara mampu melewati lima kali pemilu tanpa terinterupsi dengan perilaku nondemokratis, maka negara tersebut wajib menjadi rujukan para ahli mengapa negara yang bersangkutan kompatibel dengan demokrasi. Dalam konteks Indonesia, August mengatakan, bangsa ini telah berhasil melewati lima kali pemilu secara demokratis.

”Pemilu 2024 adalah pemilu yang keenam. Karena itu, suka tidak suka, mau tidak mau, mau kita rangkul atau kita sangkal, pasca-2024 Indonesia harus siap menyediakan diri untuk diobservasi lebih dalam lagi. Mengapa Indonesia yang sangat plural, penuh dengan keberagaman yang luar biasa, dan mayoritas Muslim kompatibel dengan demokrasi,” kata August Mellaz dalam acara Festival Pemilu 2024 yang diselenggarakan BijakMemilih.id, Minggu (28/1/2024).

Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz
KOMPAS/PRADIPTA PANDU

Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz

Selain itu, Pemilu 2024 juga menjadi momentum penting mengingat dilaksanakan dengan jumlah pemilih muda besar. Menurut August, pemilu kali ini merupakan momen shifting generasi mengingat jumlah pemilih muda yang berusia antara 17 tahun hingga 39 atau 40 tahun mencapai angka hampir 53 persen.

”Generasi yang total berbeda. Saya kelihatan muda, tapi usia sudah uzur, sudah 47 atau 48 tahun. Sebentar lagi akan fade away. Teman-teman inilah yang akan menentukan bagaimana cetak biru bangsa ke depan. Itu yang beda,” katanya.

Baca juga: Jalan Terjal Caleg Marjinal

Iklan

Pertanyaannya, apakah setelah Pemilu 2024, Indonesia masih mampu mengemas pengalaman-pengalaman baik dan kisah suksesnya tersebut untuk terus berkomitmen untuk menjaga kelestarian NKRI yang demokratis. Selain itu, hal yang paling utama juga bagaimana demokrasi tersebut dikelola dan dilaksanakan.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, August Mellaz mengapresiasi inisiatif seperti yang dilakukan oleh Bijak Memilih, yang menyediakan informasi mengenai partai politik peserta Pemilu 2024 beserta calon-calon anggota legislatifnya, serta para kandidat dalam Pemilu Presiden 2024. Masyarakat menjadi lebih mudah untuk mengakses visi, misi, program, dan juga informasi mengenai caleg di daerah pemilihan masing-masing.

Suasana diskusi dan peluncuran Fase Kedua Bijak Memilih (platform informasi berbasis data peserta pemilu untuk calon pemilih) di Jakarta, Senin (11/9/2023).
KOMPAS/HIDAYAT SALAM

Suasana diskusi dan peluncuran Fase Kedua Bijak Memilih (platform informasi berbasis data peserta pemilu untuk calon pemilih) di Jakarta, Senin (11/9/2023).

Dalam paparannya, Co-Initiator Bijak Memilih Andhyta F Utami dan Abigail Limuria mengakui, di awal berdiri, pihaknya menghadapi berbagai sikap skeptis dan keraguan dari sejumlah pihak. Banyak orang mempertanyakan apakah Bijak Memilih nantinya dapat memberikan pengaruh. Namun, dalam perjalanannya, Andhyta dan Abigail mengungkapkan, pihaknya dapat mengalahkan beberapa mitos hal yang ”tidak mungkin” dilakukan.

Di antaranya, rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Hal ini dipatahkan dengan jumlah pembaca (pageview) yang mencapai 5,5 juta dan pengunjung ke situs Bijak Memilih hingga 785.000 orang. Selain itu, mereka juga dapat mematahkan anggapan bahwa Bijak Memilih hanya ada di ruang maya sebab sejak 2022 hingga saat ini telah mengadakan kegiatan luring di 26 kabupaten/kota.

Selain itu, kedua co-initiator itu juga mengaku dapat memengaruhi sikap para pemilih yang semula golput atau apatis untuk lebih semangat mengikuti pemilu pada 14 Februari nanti. Situs informasi peserta pemilu tersebut juga tak hanya diakses oleh kalangan elite atau middle class, tetapi juga kalangan masyarakat bawah seperti pengemudi ojek, petani, dan penduduk di kawasan area hutan.

Pentingnya rekam jejak

Sementara itu, dalam sesi diskusi, Wakil Kepala Desk Politik Hukum Harian Kompas Antonius Ponco Anggoro mengingatkan pentingnya mengetahui rekam jejak calon baik calon anggota legislatif maupun calon presiden/wakil presiden. Sebagai panduan untuk memilih, rekam jejak para calon itu perlu disandingkan dengan visi misi serta program para calon untuk mengetahui apakah calon itu benar-benar berkomitmen melaksanakannya ataukah tidak.

”Jangan sampai kita tertipu. Ini panggung politik gitu lho. Politisi terkadang hanya mencari suara saja saat pemilu dan untuk mengejar suara banyak sekali cara dilakukan, bahkan dengan segala cara,” kata Ponco.

https://cdn-assetd.kompas.id/R8VP0fJKUoAJpMk7UjPxPXDs4X8=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F17%2F22fdb9b2-e147-4229-aae3-664a30921be1_jpg.jpg

Mahesti Hasanah dari Komunitas Pilah Pilih menambahkan, selain dari informasi mengenai rekam jejak, para pemilih harus secara aktif mengecek informasi atau data lain. Misalnya, mencari hal-hal apa yang dilakukan saat calon bekerja di suatu instansi atau beraktivitas di suatu organisasi. Pemilih juga perlu mengecek apakah visi misi calon tersebut sejalan dengan rekam jejaknya serta personalnya.

Sementara itu, perwakilan Youtube, Olavina Harahap, mengungkapkan, dalam rangka mendukung Pemilu 2024, pihaknya menyediakan informasi yang kredibel dan tepercaya seperti mengarahkan penggunanya untuk mengikuti informasi dari saluran resmi seperti Komisi Pemilihan Umum dan media-media kredibel seperti Kompas. Selain itu, pihaknya juga memberikan edukasi mengenai literasi digital untuk mengidentifikasi misinformasi serta bersikap kritis terhadap informasi-informasi yang beredar di media sosial.

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000