logo Kompas.id
Politik & HukumPresiden Membolehkan Kampanye,...
Iklan

Presiden Membolehkan Kampanye, Wapres Tegaskan Tidak Memihak

Wapres Ma'ruf Amin kembali menegaskan sikap netral, tidak memihak pada Pemilu 2024.

Oleh
NINA SUSILO, CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, MAWAR KUSUMA WULAN
· 8 menit baca
Wakil Presiden Ma’ruf Amin memberikan keterangan pers dengan didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) Dito Ariotedjo seusai memimpin Rapat Tingkat Menteri Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (25/1/2024).
MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS

Wakil Presiden Ma’ruf Amin memberikan keterangan pers dengan didampingi Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI) Dito Ariotedjo seusai memimpin Rapat Tingkat Menteri Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Jakarta, Kompas — Kendati Presiden Joko Widodo menyatakan presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan akan tetap bersikap netral pada Pemilu 2024. Namun, hal itu bukan berarti Wapres memilih posisi yang berseberangan dengan Presiden.

Saat memberikan keterangan pers di Istana Wapres, Jakarta, Kamis (25/1/2024), Wapres Ma'ruf Amin menyampaikan bahwa sesuai aturan, Presiden boleh bekampanye. Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu menyerahkan penilaian mengenai pejabat negara yang diperbolehkan berkampanye kepada publik.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Namun, hal yang pasti, Wapres tidak akan telibat dalam dukung-mendukung kandidat pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. ”Saya kira soal Presiden (boleh kampanye), sudah jelas, ya, aturannya: boleh. Ada yang tidak setuju, ada yang setuju, nah silakan saja nanti urusannya itu publik saja. Tapi saya sudah, sejak awal sudah memosisikan diri untuk bersikap netral, tidak memihak,” ujar Wapres.

Wapres juga menegaskan, dengan bersikap netral bukan berarti ia berseberangan dengan Presiden. ”Memang Presiden sudah menyatakan seperti itu dan saya memang tetap netral. Jangan dibilang saya berbeda dengan Presiden itu nanti,” tambah Wapres.

Saya kira soal Presiden (boleh kampanye), sudah jelas, ya, aturannya: boleh. Ada yang tidak setuju, ada yang setuju, nah silakan saja nanti urusannya itu publik saja. Tapi saya sudah, sejak awal sudah memposisikan diri untuk bersikap netral, tidak memihak

Sesuai dengan asas pemilu, Wapres juga merahasiakan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan dipilihnya nanti pada pemungutan suara 14 Februari. ”Perkara nanti pilihan saya, saya akan tuangkan nanti saja pada waktu tanggal 14 Februari dan tidak boleh ada yang tahu. Kan saya bilang itu urusan rahasia saya,” ujarnya.

Sementara itu, ketika ditanya tentang acungan dua jari dari mobil RI 1 dalam kunjungan kerja di Salatiga, Jawa Tengah, Wapres meminta agar masalah-masalah yang berkait dengan Pemilu dilaporkan ke Bawaslu. Nantinya, Bawaslu yang akan memutuskan apakah hal ini terkait dengan pelanggaran pemilu atau tidak.

Larangan politik dinasti

Kritik keras kembali disampaikan pembelajar dan pegiat hukum tata negara dan hukum administrasi negara yang tergabung CALS (Constitutional and Administrative Law Society). Pernyataan Presiden Jokowi dinilai semakin menunjukkan pentingnya larangan politik dinasti dan nepotisme dalam pemilihan umum.

Sikap netral pejabat negara dalam pemilu dinilai penting untuk menjaga prinsip keadilan dalam pemilu sesuai pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945. Bila aktif berkampanye karena pejabat negara (presiden, menteri, kepala-kepala daerah), akan bisa memengaruhi keadilan Pemilu melalui dua hal. Pertama, fasilitas, seperti kebijakan, anggaran, dan dukungan administrasi serta protokoler pejabat. Kedua, pengaruh sebagai pemegang kekuasaan akan memengaruhi netralitas birokrasi dan mengarahkan pemilih.

https://cdn-assetd.kompas.id/bwLeL0jh6JJYhU6w2qLTm--WcUo=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F24%2Fd7cc15c6-e836-4b8f-83d0-4a26488b7161_jpg.jpg

Presiden Joko Widodo ketika menjawab pertanyaan awak media di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

”Keberpihakan presiden dan pejabat negara lainnya bisa mengarah pada pelanggaran dengan dimensi Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu),” kata Yance Arizona, Pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan anggota CALS, Kamis (25/1/2024).

Baca juga: Kampanye, Presiden Dilarang Bagi Bansos

Presiden memang berhak berpolitik, tetapi tidak dibolehkan berkampanye untuk menjaga prinsip pemilu tersebut. Kendati UU Pemilu diakui mengandung banyak kelemahan sebagai akibat proses legislasi yang penuh kepentingan politik, pejabat negara tetap tidak semestinya berkampanye.

Para pegiat hukum CALS pun menilai nepotisme dan politik dinasti serta ”cawe-cawe” politik yang dilakukan tanpa etik dan rasa malu baru terjadi di masa pemerintahan Jokowi. Pernyataan Jokowi juga seakan memberi landasan hukum bagi sesuatu yang sebenarnya tidak etis dan melanggar asas keadilan dalam Pemilu. Berkampanye bagi pejabat negara juga merupakan tindakan inkonstitusional karena melanggar asas pemilu yang diatur dalam Pasal 22E UUD 1945.

”Mestinya, sebagai presiden, Jokowi harus membiarkan semua berproses sesuai aturan main yang ada, tanpa perlu membuat pernyataan yang membenarkan perilaku yang melanggar etik dan hukum. Biarkan lembaga-lembaga yang berwenang menjalankan tugasnya berdasarkan undang-undang, presiden tidak patut membuatkan justifikasi apa pun, termasuk bagi dirinya sendiri,” tutur Yance.

CALS juga mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut pernyataannya mengenai presiden dan menteri boleh berkampanye. Ini demi kepatutan mengingat kapasitas jabatannya sebagai presiden. Presiden Jokowi dan para menteri juga diminta menghentikan sikap dan tindakan yang berdampak menguntungkan pasangan kandidat tertentu.

Bawaslu juga diminta menjalankan tugasnya dengan baik dan bersiap-siap untuk menelaah serta memperjelas indikasi kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) untuk mengantisipasi sengketa pemilu dan sengketa hasil pemilihan umum. Mahkamah Konstitusi juga perlu mulai menelaah perannya dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu nanti, dalam kaitannya dengan kecurangan yang bersifat TSM, dengan melihat konteks penyalahgunaan jabatan (berikut kebijakan dan anggaran) yang semakin terlihat indikasinya pada Pemilu 2024.

DPR juga diminta menggunakan hak interpelasi dan hak angket untuk menginvestigasi keterlibatan Presiden dan penggunaan kekuasaan Presiden dalam pemenangan salah satu kandidat pada Pemilu 2024. Selain itu, lanjut Yance, seluruh penyelenggara negara (presiden, menteri, gubernur, bupati, wali kota) semestinya tidak berlindung di balik pasal-pasal dan mengesampingkan etik. Mundur dari jabatan jauh lebih etis dan terhormat dalam situasi politik yang sangat tidak demokratis hari-hari ini,” tambahnya.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui Direkturnya, Khoirunnisa Agustyati, dan Manager Program Fadli Ramadhanil, dalam rilisnya juga menyebut pernyataan Presiden tersebut sangat dangkal. Perludem juga mendesak Presiden Jokowi menarik pernyataan bahwa presiden dan menteri boleh berpihak karena ini akan berpotensi menjadi alasan pembenar untuk pejabat negara dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu. Selain itu juga berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi kecurangan serta menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis.

Iklan
https://cdn-assetd.kompas.id/2bZDaOaTOZ-Vhs1fzVr5AG2_3TQ=/1024x682/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F18%2F6e7ccb42-fa33-4a72-b660-0061202f3315_jpg.jpg

Khoirunnisa Nur Agustyati, Direktur Eksekutif Perludem

Menurut Perludem, pernyataan Presiden Jokowi tersebut juga berpotensi akan menjadi pembenar bagi Presiden sendiri, menteri, dan seluruh pejabat di bawahnya untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan di pada Pemilu 2024. Apalagi, Presiden jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024. Sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka, adalah cawapres nomor urut 2, mendampingi capres Prabowo Subianto.

Padahal, netralitas aparatur negara adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis. Perludem berpandangan, pernyataan Presiden Jokowi hanya merujuk ketentuan pasal 281 Ayat (1) UU 7/2017 yang berbunyi: ”Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan (a) tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara. Dan, (b) menjalani cuti di luar tanggungan negara.”

Di Pasal 282 UU 7/2017 terdapat aturan bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Pasal 283 Ayat (1) UU 7/2017 juga melarang pejabat negara serta ASN melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.

Aturan main

Sementara itu, Pergerakan Advokat Untuk Transformasi Hukum Indonesia (PATHI) menilai Presiden Jokowi tidak melanggar etika. Salah satu deklarator PATHI Yudo Prihatono menilai Pasal 281 UU Pemilu telah mengecualikan Presiden, menteri, dan kepala daerah untuk berkampanye. Karena itu, menurut Yudo, kendati Pasal 282 UU yang sama memuat larangan bagi pejabat negara, pejabat struktural, pejabat fungsional dan kepala desa untuk membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu dalam masa kampanye, hal tersebut haruslah dibaca dengan ”penafsiran sistematis” dengan ketentuan Pasal 281 UU Pemilu.

Penandatangan keputusan bersama tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai aparatur sipil negara dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah dilakukan di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di Jakarta, Kamis (22/9/2022).
KOMPAS/IQBAL BASYARI

Penandatangan keputusan bersama tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai aparatur sipil negara dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah dilakukan di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di Jakarta, Kamis (22/9/2022).

Di sisi lain, Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana menilai pernyataan Presiden Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (24/1/2024) telah banyak disalahartikan. ”Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang menteri yang ikut tim sukses. Dalam merespons pertanyaan itu, Bapak Presiden memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri ataupun Presiden,” tuturnya.

Dalam Pasal 281, UU Pemilu, disebutkan Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. ”Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU. Tapi, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara,” tambah Ari.

Dia menegaskan, UU Pemilu menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan. Ari menambahkan, hal ini bukan hal baru sebab sudah ada dalam UU Pemilu. Presiden-presiden sebelumnya juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangi partai yang didukungnya.

”Presiden hanya menjelaskan aturan main bahwa Presiden boleh berkampanye. Tapi, beliau tidak mengatakan akan berkampanye,” kata Ari.

Konteks pernyataan

Pernyataan Presiden Jokowi bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye dan memihak. Namun, tidak boleh menggunakan fasilitas negara tersebut disampaikan Presiden Jokowi ketika menjawab pertanyaan awak media. Konteks pertanyaan awak media adalah terkait adanya pandangan mengenai sejumlah menteri yang tidak ada hubungan dengan politik tetapi menjadi tim sukses.

https://cdn-assetd.kompas.id/jFEKNnYuPTi72WxDhd3mq5690Y0=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F24%2Fcc022746-51aa-46ff-be47-423f317abe0c_jpg.jpg

Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan awak media seusai acara penyerahan pesawat di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

”Itu, kan, hak demokrasi, hak politik setiap orang. (Hak) Setiap menteri, sama saja. (Hal) yang paling penting, presiden itu boleh loh kampanye, presiden itu boleh loh memihak. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Presiden Jokowi di sesi tanya jawab seusai menyaksikan acara penyerahan pesawat di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Rabu (24/1/2024).

Posisi presiden sebagai pejabat publik sekaligus pejabat politik pun disinggung Presiden Jokowi. ”Kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh berpolitik? Boleh. Menteri juga boleh,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Terkait jawaban tersebut, awak media pun menanyakan lantas bagaimana agar tidak ada konflik kepentingan. ”Itu saja, yang mengatur itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Presiden Jokowi.

Pertanyaan pun berlanjut dengan menanyakan apakah Presiden Jokowi memihak atau tidak. Mantan Wali Kota Surakarta itu pun balik bertanya, ”Ya, saya mau tanya, memihak atau ndak? He-he-he.”

Presiden Jokowi meresmikan Bendungan Karian sekaligus Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sitanala 500 liter per detik yang berada d Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Senin (8/1/2024).
BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/MUCHLIS JR

Presiden Jokowi meresmikan Bendungan Karian sekaligus Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sitanala 500 liter per detik yang berada d Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Senin (8/1/2024).

Awak media pun sempat menanyakan tanggapan Presiden Jokowi terkait rekomendasi agar menteri mundur saat kampanye. ”Semua itu pegangannya aturan. Aturan. Kalau aturannya boleh, ya, silakan. Kalau aturannya enggak boleh, tidak. Sudah jelas itu. Jangan di-ini, lho, apa, presiden tidak boleh (berkampanye). Boleh, berkampanye itu boleh. Memihak juga boleh. Tapi, kan, dilakukan atau tidak dilakukan itu terserah individu masing-masing,” ujarnya.

Presiden Jokowi pun menjawab ketika ditanya apakah dirinya akan berkampanye, sehubungan dengan pernyataannya sebelumnya bahwa presiden boleh berkampanye. ”Ya, boleh saja saya kampanye, tapi harus cuti, tidak memakai fasilitas negara,” kata Presiden Jokowi.

Selanjutnya, saat ditanya apakah dirinya akan mengambil kesempatan itu, yakni untuk berkampanye, tetapi cuti dan tidak memakai fasilitas negara, Presiden Jokowi menjawab singkat, ”Ya, nanti dilihat.”

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000