JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima permohonan banding dari Irwan Hermawan, salah satu terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan infrastruktur base tranceiver station atau BTS 4G pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan juga banding jaksa. Tak hanya mengurangi hukuman dari 12 tahun menjadi 6 tahun penjara, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga mengabulkan permohonan Irwan untuk menjadi justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan.
Putusan mengurangi hukuman Irwan ditetapkan oleh majelis hakim banding yang diketuai oleh Sugeng Riyono dengan hakim anggota Singgih Budi Prakoso dan Anthon R Saragih pada 15 Januari 2024 serta diucapkan dalam sidang terbuka pada 17 Januari 2024. Hukuman 6 tahun penjara itu sama dengan tuntutan jaksa yang diajukan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
“Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tingkat Banding sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tingkat Pertama bahwa terdakwa Irwan Hermawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah ’melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu-primair’,” demikian bunyi pertimbangan putusan banding, seperti dikutip Jumat (19/1/2023).
Majelis hakim tingkat banding Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta juga menyatakan bahwa Irwan tidak terbukti melakukan pencucian uang sehingga dibebaskan dari dakwaan. Sebab, uang hasil kejahatan yang diterima meski dibagi-bagikan ke pihak lain, hal tersebut merupakan tindak lanjut pembagian commitmentfee. Bukan dimaksudkan untuk menyembunyikan atau mengaburkan uang hasil kejahatan.
Selain pidana penjara, Irwan juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 1 bulan kurungan dan pidana tambahan berupa uang pengganti senilai Rp 1,15 miliar subsider 1 tahun penjara. Hukuman pidana denda ini sama dengan putusan majelis hakim di pengadilan tingkat pertama.
Sebelumnya, pada 9 November 2023, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan, Irwan Hermawan terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Irwan terbukti telah memperkaya diri sendiri dan orang lain ataupun korporasi secara melawan hukum terkait dengan proyek pengadaan infrastruktur menara BTS 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 hingga 2022. Karena itu, hakim menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun.
Irwan dan Windi Purnama diketahui mengumpulkan sejumlah uang terkait dengan pelaksanaan pembangunan tower BTS 4G dengan alasan commitment fee, uang terima kasih, kontribusi, bantuan, ataupun dana untuk koordinasi. Adapun Irwan diketahui menikmati Rp 243 miliar, Anang Achmad Latif Rp 5 miliar, Yohan Suryanto Rp 453,6 miliar, Johnny G Plate Rp 17,8 miliar, Windi Purnama Rp 750 juta, dan lainnya.
“Justice collaborator“
Sebelumnya, Irwan telah mengajukan permohonan menjadi justice collaborator (JC) kepada jaksa penuntut umum dan kemudian mengungkap aliran uang hasil korupsi, antara lain kepada Edward Hutahahean Rp 15 miliar yang diperuntukkan sebagai penyelesaian penanganan penyelidikan oleh Kejagung, Sadikin Rusli Rp 40 miliar untuk penyelesaian pemeriksaan BPK, Dito Ariotedjo Rp 27 miliar untuk kepentingan penyelesaian penanganan perkara oleh Kejagung, dan Nistra Rp 70 miliar untuk pengamanan oleh Komisi I DPR.
Permohonan tersebut ditolak oleh Pengadilan Tipikor Jakarta dengan alasan yang bersangkutan merupakan pelaku utama dalam kasus korupsi penyalahgunaan dana Pembangunan BTS 4G. Meskipun sudah memberikan keterangan yang signifikan untuk kepentingan penyelidikan jaksa, majelis hakim tingkat pertama memandang bahwa hal itu sudah sewajarnya dilakukan oleh Irwan sebagai tersangka/terdakwa pelaku utama.
Atas hal tersebut, jaksa juga mengajukan banding terkait penolakan status JC dan menyatakan bahwa Irwan telah memberikan keterangan dan bukti yang sangat signifikan sehingga penyidik dan/atau penuntut umum dapat mengungkap kejahatan secara efektif, mengungkap pelaku lain yang memiliki peran lebih besar dan/atau mengembalikan aset/hasil pidana. Selain itu, yang bersangkutan juga menyesali perbuatannya.
Menurut majelis banding, secara hukum seseorang akan diterima sebagai saksi pelaku JC atau tidak akan ditentukan di tahap penyidikan. Hak penyidik untuk menentukan apakah tersangka ditetapkan sebagai JC atau tidak. Dalam perkara Irwan, jaksa telah menerima permohonan menjadi JC dan menilai terdakwa memberikan keterangan dan bukti yang signifikan.
Kami berharap kepada Kejaksaan Agung untuk mengambil sikap serupa supaya perkara IH (Irwan Hermawan) bisa inkracht dan selanjutnya bisa menjalani pemidanan di lapas dengan baik.
“Setelah mencermati alasan dari jaksa penuntut umum dan fakta persidangan berdasarkan peran terdakwa dalam mengungkap perkara ini secara keseluruhan, maka (majelis banding) sepakat dengan jaksa penuntut umum bahwa terdakwa patut dihargai sesuai hukum sebagai saksi pelaku justice collaborator,“ demikian pertimbangan PT DKI Jakarta.
Menerima
Secara terpisah, kuasa hukum Irwan, Handika Honggowongso, mengatakan, pihaknya mengapresiasi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang telah menetapkan Irwan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama. Hal itu layak diberikan sebagai ganjaran atas kejujuran dan sikap kooperatif kepada penegak hukum dalam mengungkapkan kasus tersebut. “Dengan segala tekanan batin dan risiko keselamatan diri beserta keluarga yang harus ditanggung,“ kata Handika.
Terkait dengan vonis 6 tahun penjara, menurut Handika, hal itu dinilai sudah adil dan memenuhi takaran yang seimbang atas fungsi pembalasan sekaligus pembinaan sebagaimana tujuan pemidanaan. Oleh karena itu, Irwan juga disebut tidak mempertimbangkan untuk melakukan upaya hukum kasasi dan memilih untuk menerimanya.
Menurut Handika, selain menilai vonis tersebut adil, di sisi lain, Irwan Hermawan juga telah merasa letih secara fisik dan psikis selama menjalani proses hukum yang menjeratnya tersebut. Oleh karena itu, dia berharap Kejaksaan Agung juga menerima putusan tersebut. “Kami berharap kepada Kejaksaan Agung untuk mengambil sikap serupa supaya perkara IH (Irwan Hermawan) bisa inkracht dan selanjutnya bisa menjalani pemidanan di lapas dengan baik,“ ujarnya.
Irwan adalah salah satu terdakwa kasus korupsi pembangunan menara BTS Kemenkominfo. Di persidangan, Irwan menerangkan adanya pemberian uang ke beberapa pihak, antara lain kepada Edward Hutahaean sebesar Rp 15 miliar; kepada anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, melalui Sadikin Rusli sebesar Rp 40 miliar; kepada Komisi I DPR melalui Nistra Yohan sebesar Rp 70 miliar; kepada Windu Aji sebesar Rp 66 miliar; serta kepada Dito Ariotedjo sebesar Rp 27 miliar.