Pungli Pegawai KPK Segera Disidang Etik, Nilainya Capai Rp 6,1 Miliar
Perkara pungli oleh pegawai KPK dinilai semakin membuat kepercayaan publik pada lembaga antirasuah itu merosot.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi akan segera menyidangkan dugaan pelanggaran etik terhadap 93 pegawai KPK yang diduga melakukan pungutan liar atau pungli dan gratifikasi terhadap tahanan. Total uang dari pungutan itu mencapai Rp 6,1 miliar.
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), Albertina Ho, dalam konferensi pers, Senin (15/1/2024), di Jakarta menuturkan, kasus ini menjadi prioritas karena menyangkut integritas dan pelanggaran etik berat. Dewas telah memeriksa 169 orang terdiri dari pegawai KPK, napi korupsi, dan pihak lain. Dari 169 yang diperiksa, sebanyak 93 diduga melakukan pelanggaran etik berat sehingga layak masuk ke persidangan.
Mereka disangkakan menerima sejumlah uang dari napi korupsi yang ditahan di rumah tahanan KPK dan dari keluarga tahanan. Nilai rupiah yang mereka terima bervariasi antara Rp 1 juta dan Rp 500 juta per orang, tergantung dari posisi dan perannya.
”Rabu, 17 Januari, mulai persidangan Dewas, sedangkan penyidikan pidana juga sedang berlangsung. Soal siapa pelaku utama nanti di sidang pidana,” kata Albertina.
Dalam konferensi pers tersebut, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, tahun 2023 Dewas melakukan tiga sidang etik, dua di antaranya sidang pelanggaran etik yang dilakukan oleh eks pimpinan KPK Firli Bahuri dan sidang perkara 93 pegawai diduga lakukan pungli.
Tumpak mengatakan, sepanjang 2023 Dewas menerima 149 aduan dari masyarakat terkait perilaku pegawai KPK dan penegakan hukum perkara korupsi. Sebanyak 67 aduan di antara terkait dengan pelanggaran etik.
Tingginya aduan pelanggaran etik menunjukkan adanya persoalan integritas pada insan KPK. Hal ini terkonfirmasi dengan adanya penurunan nilai integritas dari 3,82 pada 2022 menjadi 3,36 pada 2023. Nilai akuntabilitas juga turun dari 3,04 menjadi 2,71 dan nilai profesionalitas turun 3,36 menjadi 2,5 pada 2023.
”Kami bekerja dengan cepat, setiap aduan kami tindaklanjuti. Kami juga menyampaikan kepada pimpinan KPK agar menuntaskan perkara yang tertunggak,” kata Tumpak.
Beberapa perkara korupsi yang dianggap tidak ada perkembangan, seperti perkara korupsi Harun Masiku, perkara korupsi yang dilakukan bersama-sama (DPRD) di Muara Enim, perkara Universitas Lampung, dan pungli di Rutan KPK.
Modus profesional
Terkait dengan pungli di Rutan KPK, peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menuturkan, awal mula terbongkarnya praktik korup puluhan pegawai rutan bermula dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik terkait perbuatan asusila petugas KPK dengan istri seorang tahanan. Dari sana, Dewas KPK kemudian menemukan indikasi adanya pungli yang marak terjadi di rutan KPK.
Menurut Kurnia, modusnya terbilang profesional karena aliran dana tidak secara langsung mengalir ke rekening pelaku, tetapi berlapis atau menggunakan pihak lain. Penelusuran ini kemudian menemui titik terang setelah KPK mendapatkan laporan dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan.
”Problematika integritas pegawai dan Pimpinan KPK memang menjadi permasalahan yang tak kunjung usai pasca-Firli Bahuri memimpin lembaga antirasuah itu. Masyarakat terus-menerus disuguhkan rentetan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik,” kata Kurnia.
Akibatnya, tingkat kepercayaan publik kepada KPK kian merosot. Hasil survei yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada Desember 2023, dari 10 badan publik, tingkat kepercayaan kepada KPK hanya 58,8 persen berada di peringkat kedua terbawah.
Kurnia mengatakan, dulu KPK dikenal sebagai contoh dan patron integritas oleh masyarakat, tetapi kini telah jauh dari harapan. Kurni mengatakan, setidaknya dari 2020 hingga 2023 terdapat tujuh kasus atau perkara yang dilakukan oleh insan KPK yang diduga melanggar etik dan pidana, yakni menerima gratifikasi dari tahanan, berhubungan dengan pihak berperkara, menerima suap dan gratifikasi, mencuri barang sitaan, korupsi uang perjalanan dinas, dan perbuatan asusila dengan istri tahanan.
Kurnia mengatakan, KPK harus diselamatkan karena pada lembaga itu publik menaruh harapan besar untuk memberantas korupsi.
Dihubungi terpisah, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM, Zaenur Rohman, menuturkan, perkara pungli yang dilakukan 93 pegawai memperlihatkan banyak persoalan di tubuh KPK. Menurut Zaenur, pungli yang dilakukan secara bersama-sama karena pengawasan sangat lemah dan ada pembiaran terhadap kesalahan-kesalahan kecil sebelumnya.
”Biasanya kesalahan besar diawali dengan kesalahan kecil. Ketika dibiarkan, maka cenderung terjadi kesalahan yang besar,” kata Zaenur.
Aktivis antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch melakukan aksi di depan Gedung KPK terkait kasus Harun Masiku, politisi PDI-P yang masih menjadi buronan, Senin (15/1/2024).
Di sisi lain, Zaenur menilai, KPK kehilangan keteladanan setelah pimpinan KPK juga melakukan pelanggaran etik berat. ”Dulu KPK dibangun atas nilai integritas, tetapi sekarang hancur di berbagai sisi,” ujar Zaenur.
Zaenur mengatakan, penegakan hukum tegas terhadap 93 pegawai yang melakukan pungli. Selain sidang etik, mereka harus dipecat dan dipidana. Selanjutnya, KPK harus membangun sistem baru yang bersih. Meski tidak mudah, Zaenur optimistis publik masih berharap KPK kembali kuat seperti masa-masa awal lembaga itu dibentuk.