logo Kompas.id
Politik & HukumJokowi dan Keluarganya Digugat...
Iklan

Jokowi dan Keluarganya Digugat ke PTUN Terkait Dinasti Politik

Presiden Jokowi dan anggota keluarganya digugat ke PTUN Jakarta dengan tuduhan membangun dinasti politik.

Oleh
ZULKARNAINI
· 3 menit baca
Sejumlah advokat yang mengatasnamakan Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara menggugat Presiden Jokowi dan keluarganya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jumat (12/1/2024). Jokowi digugat karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintah negara (<i>onrechtmatige overheidsdaad</i>) terkait tuduhan politik dinasti.
KOMPAS/ZULKARNAINI

Sejumlah advokat yang mengatasnamakan Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara menggugat Presiden Jokowi dan keluarganya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Jumat (12/1/2024). Jokowi digugat karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintah negara (onrechtmatige overheidsdaad) terkait tuduhan politik dinasti.

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah advokat yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara menggugat Presiden Joko Widodo dan keluarganya ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta. Gugatan diajukan atas sangkaan melakukan perbuatan melawan hukum terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Presiden Jokowi dituduh membangun dinasti politik.

Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta pada Jumat (12/1/2024). Dalam salinan berkas gugatan disebutkan perihal yang digugat perbuatan melawan hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintah negara (onrechtmatige overheidsdaad).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Baca juga: Jokowi, dari Kesempurnaan Demokrasi Menuju Politik Dinasti

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia dan Perekat Nusantara Petrus Selestinus menuturkan, gugatan tersebut bentuk perlawanan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XII/2023 tentang batas usia capres cawapres.

Sebagaimana diketahui, putusan MK No 90 itu menyatakan bahwa seseorang yang berusia di bawah 40 tahun dapat menjadi capres/cawapres asalkan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada).

12 pihak digugat

Menurut Petrus, putusan MK tersebut tidak terpisahkan dari dinasti politik yang dibangun oleh Presiden Joko Widodo. Pasalnya, Ketua MK yang memutus perkara itu adalah ipar dari Presiden, yakni Anwar Usman. Sementara dampak dari putusan MK Nomor 90 itu membuka jalan bagi anak Presiden Joko Widodo, yakni Gibran, sebagai cawapres untuk capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.

Baca juga: Menyeret MK di Balik Politik Dinasti

Petrus mengatakan, ada 12 pihak yang digugat, yakni Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Kaesang Pangarep, Iriana Joko Widodo, dan Bobby Nasution. Mereka merupakan keluarga besar Presiden Joko Widodo.

https://cdn-assetd.kompas.id/cICY4mCmF9lGQYvGHHjFMmfgjUQ=/1024x1022/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F19%2F10b5c1f5-fa63-4c28-b526-4b95611a7c40_png.png

Infografik Riset Jajak Pendapat Politik Dinasti

Selanjutya yang digugat adalah Prabowo Subianto, Komisi Pemilihan Umum, dua hakim MK; Saldi Isra dan Arief Hidayat, serta tim redaksi Tempo program podcast atau siniar Bocor Alus.

Petrus menuturkan, Presiden Joko Widodo telah memanfaatkan kekuasaannya untuk menggeser rambu-rambu hukum sehingga anaknya, Gibran, menjadi calon wakil presiden.

Iklan

Menurut Petrus, seharusnya Anwar Usman, Ketua MK kala itu, tidak boleh mengadili perkara tersebut karena memiliki konflik kepentingan dengan Gibran, yang tidak lain adalah keponakannya. Belakangan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memutuskan adanya pelanggaran etik berat yang dilakukan Anwar Usman dalam memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XII/2023 itu.

”Kalau masyarakat sendiri sudah menilai Mahkamah Konstitusi sebagai mahkamah keluarga, itu berarti dinasti politik dan nepotisme saat ini sedang menguat,” ujar Petrus.

Petrus mengatakan, para pihak yang tergugat tidak semua terlibat atau memiliki andil dalam praktik dinasti politik.

Baca juga: Dinasti Politik dan Ancaman Demokrasi

Petrus mengatakan, para pihak yang tergugat tidak semua terlibat atau memiliki andil dalam praktik dinasti politik. Namun, keterangan mereka dianggap penting untuk diperdengarkan di dalam persidangan. ”Misalnya hakim MK Saldi Isra dan Arief Hidayat, mereka justru pahlawan karena memberikan disenting opinion (pendapat berbeda) dan membuka secara vulgar permainan dalam persidangan putusan nomor 90,” kata Petrus.

Sementara program siniar Bocor Alus Tempo masuk serta dalam pihak yang digugat, lanjut Petrus, karena sejak awal telah mengungkap adanya upaya nepotisme untuk mengusung Gibran dalam Pemilu 2024.

”Tempo mengungkap dinasti politik, nepotisme bermula dari Solo. Bahkan Ibu Iriana dijuluki di dalam Tempo itu sebagai Ibu Suri. Pembicaraan tentang rencana untuk mengusung Gibran terjadi sudah setahun yang lalu. Jadi bukan ujug-ujug akibat putusan MK ini. Digagas untuk maju jadi calon wakil presiden secara matang sejak setahun yang lalu,” ujar Petrus.

https://cdn-assetd.kompas.id/vbpe7pzdydwKkBtV4HMLVfkJ5iM=/1024x642/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F15%2Faad8c2f7-0b32-4796-b867-704ee6d40810_jpeg.jpg

Spanduk bertuliskan penolakan terhadap politik dinasti terpasang di beberapa lokasi di Jakarta, salah satunya di jembatan penyeberangan orang di Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta, Minggu (15/10/2023). Salah satu anomali besar dalam negara demokrasi adalah lahirnya dinasti berbasis keluarga.

Harapan menjernihkan

Petrus berharap Majelis Hakim PTUN mengabulkan permohonan tersebut agar memperlihatkan kepada publik bahwa saat ini sedang ada praktik dinasti kekuasaan di Indonesia. Petrus mengatakan, posisi PTUN saat ini menjadi harapan publik untuk menjernihkan hiruk-pikuk persoalan hukum yang terjadi semata-mata akibat dinasti politik dan nepotisme.

”Dinasti politik dan nepotisme ini kalau tidak segera dibersihkan atau dicegah maka kedaulatan rakyat akan digantikan oleh kedaulatan dinasti politik,” kata Petrus.

Baca juga: Politik Dinasti Jokowi?

Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pertengahan Oktober 2023 menunjukkan 60,7 persen responden mengakui bahwa langkah Gibran melaju sebagai kandidat dalam pemilihan presiden adalah bentuk dari praktik politik dinasti.

Ketua Program Studi Hubungan Internasional Program Magister Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ahmad Sahide, dalam artikelnya di Kompas (3/11/2023), menyebutkan, jalan menuju terbangunnya politik dinasti semakin kencang dan dilakukan dengan melanggar aturan main demokrasi yang dimulai di Mahkamah Konstitusi.

Menurut Ahmad, publik menilai bahwa putusan MK ini sebenarnya hanya ditujukan untuk satu orang, yaitu Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo. Ahmad menyebutkan, Jokowi merupakan Presiden yang terpilih dengan sangat demokratis, tetapi mengakhiri jabatan dengan praktik politik dinasti.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000