Prabowo Subianto, dari Paradoks Indonesia ke Indonesia Emas 2045
Perekonomian mengutamakan rakyat menjadi visi ekonomi Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka.
Maju untuk ketiga kalinya sebagai calon presiden, Prabowo Subianto setia mengusung tema ekonomi kerakyatan sebagai konsep transformasi Indonesia menuju negara yang maju dan makmur. Namun, dalam kerangka mencapai tujuan Indonesia Emas 2045, pijakan yang berawal dari pemikiran Paradoks Indonesia ini bergeser ke konsep kebersamaan untuk keberlanjutan.
Ketika awal terjun ke dunia politik, Prabowo gencar menggaungkan pemikirannya mengenai Paradoks Indonesia. Indonesia merupakan negara yang kaya, tetapi rakyatnya miskin dan tidak sejahtera.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Dalam buku berjudul Paradoks Indonesia dan Solusinya (2022) yang ditulisnya, Prabowo mengatakan, dengan kekayaan yang dimiliki, Indonesia seharusnya bisa menjadi negara kelas atas, tidak terperangkap menjadi negara menengah.
Namun, haluan ekonomi Indonesia saat ini belum tepat, belum sesuai dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Malah, Indonesia terperangkap dalam sistem ekonomi oligarki, di mana 66 persen kekayaan Indonesia dikuasai oleh 10 persen orang terkaya di negara itu.
Prabowo juga mengatakan, saat ini anggaran negara jauh dari ideal, baru sekitar 10 persen dari produk domestik bruto (PDB). Indonesia dinilai sulit berdiri di atas kaki sendiri karena pemerintah sudah bergantung pada utang. Bahkan, untuk membayar bunga utang, negara harus membuat utang baru.
Untuk bisa menjadi negara maju, Indonesia harus segera mencapai pertumbuhan ekonomi dua digit atau di atas 10 persen secara berkelanjutan. Hanya dengan pertumbuhan dua digit selama 10 tahun berturut-turut, yang diawali dengan pertumbuhan rata-rata 7 persen selama lima tahun, Indonesia bisa keluar dari perangkap negara menengah.
Untuk mewujudkan itu, ada dua masalah besar yang harus diselesaikan. Pertama, menghentikan kekayaan negara mengalir ke luar negeri karena kebijakan yang tidak tepat. Kedua, demokrasi tidak boleh dikuasai oleh pemodal besar.
Baca juga: Prabowo Tekankan Pentingnya Penghiliran Komoditas Strategis
Indikator kekayaan negara yang mengalir ke luar negeri bisa dilihat dari ”kebocoran” data ekspor dalam neraca perdagangan, dalam artian terjadi kesalahan dalam pembukuan nilai dan volume ekspor (misinvoicing). Selama 2004-2013, total kebocoran akibat kesalahan ini mencapai 167,7 miliar dollar AS atau dengan kurs Rp 14.000 per dollar AS setara dengan Rp 2.300 triliun.
Selain itu, banyak pengusaha yang menempatkan dananya di luar negeri. Pada 2016, ada Rp 11.400 triliun uang milik pengusaha Indonesia yang parkir di luar negeri.
Menurut Prabowo, hal itu menjadi masalah besar. Jika uang tidak tinggal di Indonesia, pemerintah tidak punya cukup dana untuk pembangunan. Tidak terjadi efek berganda untuk menggerakkan perekonomian.
Keputusan politik
Pengelolaan kekayaan negara adalah keputusan politik, baik di tingkat nasional maupun daerah. Keputusan-keputusan politik yang keliru akan membuat rakyat semakin miskin. Sebaliknya, keputusan-keputusan politik yang tepat akan membuat rakyat sejahtera. Oleh sebab itu, Prabowo memutuskan untuk berpolitik.
Sejalan dengan pemikiran mengatasi paradoks itulah, saat menjadi calon presiden pada Pemilu 2014, visi yang dibawa Prabowo, antara lain, membangun perekonomian yang kuat, berdaulat, adil, dan makmur berdasarkan ekonomi kerakyatan. Untuk itu, ia akan menutup kebocoran uang negara sebesar Rp 1.000 triliun per tahun dan meningkatkan rata-rata pendapatan penduduk menjadi Rp 6 juta per bulan (Kompas, 7/7/2014).
Prabowo masih konsisten memandang masalah bangsa dari kacamata paradoks Indonesia saat kembali mencalonkan diri pada Pilpres 2019. Untuk membenahi persoalan itu, Prabowo menawarkan perlunya melakukan reorientasi pembangunan dan pengelolaan negara (Kompas, 15/1/2019).
Menurut dia, negara yang kuat bisa terwujud jika berhasil mencapai swasembada pangan, energi, dan air bersih. Selain itu, juga dengan mewujudkan lembaga pemerintahan dan penegakan hukum yang berintegritas, serta menjadikan angkatan perang unggul dengan tetap setia kepada rakyat.
Perekonomian harus mengutamakan rakyat demi meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan. Ekonomi kerakyatan inilah yang menjadi benang merah visi ekonomi Prabowo hingga maju kembali sebagai capres untuk ketiga kalinya pada Pemilu 2024.
Namun, dalam bertransformasi menjadi negara yang maju dan makmur, kini konteksnya adalah memanfaatkan waktu dan peluang yang hanya tinggal sekitar dua dekade menuju 2045. Untuk itu, melanjutkan apa yang sudah dikerjakan presiden terdahulu akan menciptakan situasi yang kondusif.
Indonesia Emas 2045
Tantangan yang dihadapi Indonesia untuk mencapai Indonesia Emas 2045 tidak ringan. Percepatan dan keberlanjutan pembangunan harus dilakukan di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi global dan geopolitik, serta krisis iklim.
Untuk mencapai Indonesia Emas 2045, mulai 2025 dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di angka 6-7 persen. Pertumbuhan itu harus didukung dengan penguatan peran pemerintah dalam roda ekonomi dan pembangunan yang sesuai dengan falsafah ekonomi Pancasila.
Dalam pemaparan visi, misi, dan program Prabowo-Gibran, prinsip ekonomi Pancasila adalah paham ekonomi yang mengambil esensi terbaik dari kapitalisme dan sosialisme. Suatu paham ekonomi yang membuka lebar kesempatan berinovasi dengan kebebasan pasar, tetapi juga memperhatikan dan menjamin jaring pengaman sosial untuk masyarakat yang paling lemah.
Dari delapan misi Asta Cita yang dirumuskan, sebagian mengacu pada pembangunan ekonomi. Intinya adalah memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
Pengembangan infrastruktur akan dilanjutkan dan meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, serta mengembangkan agromaritim industri di sentra produksi melalui peran aktif koperasi.
Selain itu, perlu pula melanjutkan hilirisasi dan mengembangkan industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Desa menjadi sentral karena pembangunan dimulai dari desa untuk pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, serta pemberantasan kemiskinan.
Program makan siang dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil, hanya merupakan satu dari delapan program jalur cepat untuk mengatasi tengkes (stunting) demi mencapai kualitas SDM dan kualitas hidup yang baik.