Koalisi Masyarakat Sipil: Penganiayaan Sukarelawan Ganjar Cederai Netralitas TNI dalam Pemilu
TNI sebagai alat negara diminta untuk netral dalam pemilu dan melindungi warga untuk berdemokrasi.
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi masyarakat sipil kawal pemilu demokratis menilai penganiayaan terhadap sukarelawan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Boyolali, Jawa Tengah, telah mencederai netralitas TNI dalam pemilu dan mencoreng wajah demokrasi.
Imparsial dan Amnesty International Indonesia dalam pernyataan tertulis pada Senin (1/1/2024), menyatakan Panglima TNI harus menindak tegas anggota TNI yang melakukan kekerasan terhadap warga sipil. Imparsial dan Amnesty International Indonesia merupakan bagian dari 48 organisasi masyarakat sipil kawal pemilu demokratis.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca juga : Ganjar: Penganiaya Sukarelawan di Boyolali Harus Diadili
Dua korban penganiayaan mengalami luka serius dan kini masih dirawat di RSUD Pandan Arang, Kabupaten Boyolali. Dalam pemberitaan sebelumnya, Komando Distrik Militer 0724/Boyolali mengakui adanya penganiayaan oleh anggotanya terhadap sejumlah sukarelawan pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Peristiwa penganiayaan itu terjadi di depan Markas Kompi Senapan B Batalyon Infanteri 408/Suhbrastha di Kabupaten Boyolali, Sabtu (30/12/2023). Kekerasan itu terjadi karena beberapa anggota TNI merasa terganggu oleh suara knalpot bising yang dihasilkan oleh sukarelawan kampanye.
Menurut Direktur Imparsial Gufron Mabruri, hal itu bentuk kesewenang-wenangan hukum dan aksi main hakim sendiri. ”Seharusnya para anggota TNI tersebut melaporkan dugaan pelanggaran lalu lintas ketertiban kampanye pemilu ke Bawaslu, bukan main hakim sendiri,” ujarnya.
Gufron menekankan bahwa tindakan terkait suara knalpot di jalan raya bukanlah ranah anggota TNI, melainkan tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten, terutama kepolisian dan dinas perhubungan. ”Tindakan ini mencerminkan kultur merasa di atas hukum yang masih ada di tubuh TNI,” katanya.
Sementara itu, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, kasus tersebut menunjukkan rendahnya kepekaan pelaku terhadap konteks kampanye politik. ”Tindakan ini dapat mencederai netralitas TNI yang seharusnya bersikap netral dalam menghadapi perbedaan politik di masyarakat,” ujar Usman.
Ia mengatakan, penegakan hukum secara adil dan benar harus dilakukan agar dapat memperbaiki netralitas TNI dalam pemilu. Ia mendesak Presiden dan DPR mengevaluasi kinerja Panglima TNI.
Baca juga : Tindakan Anggota TNI ”Datangi” Polrestabes Medan Cederai Prinsip Negara Hukum
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, mengatakan, penganiayaan merupakan bentuk brutalitas terhadap warga sipil. Oleh karena itu, Todung mendesak TNI agar para pelaku dihukum.
”Kami minta semuanya dipertanggungjawabkan secara hukum. Brutalitas dan kekerasan ini tak bisa dibiarkan,” katanya.
Todung mengatakan, semua pihak berkewajiban menjaga iklim pilpres yang kondusif, damai, dan tertib agar rakyat bisa merayakan demokrasi dengan bahagia.
Komandan Kodim 0724/Boyolali Letnan Kolonel (Inf) Wiweko Wulang Widodo dalam konferensi pers di Markas Kodim 0724/Boyolali, Minggu (31/12/2023), mengatakan, pihaknya telah memeriksa 15 terduga pelaku, tetapi belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga : Penganiayaan Sukarelawan Ganjar-Mahfud di Boyolali, 15 Anggota TNI Diperiksa