Merujuk UU KPK, terdapat empat nama yang bisa diajukan Presiden Jokowi sebagai calon pengganti Firli Bahuri ke DPR.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPR meminta Presiden Joko Widodo segera mengusulkan nama calon pengganti Firli Bahuri yang telah diberhentikan sebagai ketua dan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Jika merujuk pada aturan perundang-undangan, setidaknya ada empat nama yang dapat diajukan menjadi calon kuat pengganti Firli. Keempat kandidat itu telah mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR pada tahun 2019, tetapi tidak dipilih menjadi pimpinan atau komisioner KPK.
Anggota Komisi III DPR, M Nasir Djamil, mengungkapkan, pemilihan pengganti Firli Bahuri sama dengan proses yang dijalankan saat penggantian Lili Pintauli Siregar yang juga mengundurkan diri dari KPK. Saat itu, Presiden Jokowi mengusulkan dua nama calon pengganti Firli kepada DPR, yakni Johanis Tanah dan I Nyoman Wara. Keduanya pernah menjalani uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK pada tahun 2019, tetapi tidak terpilih. Setelah keduanya kembali menjalani uji kelayakan dan kepatutan, DPR kemudian memilih Johanis Tanak sebagai pengganti Lili.
”Begitu pun siapa pun pengganti Firli nantinya juga akan menghadapi tes kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR,” kata Nasir.
Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menyebutkan, ketika terjadi kekosongan pimpinan KPK, Presiden mengajukan calon pengganti kepada DPR. Calon tersebut dipilih dari calon pimpinan KPK yang tidak terpilih di DPR sepanjang masih memenuhi persyaratan.
Pada 2019, Presiden Jokowi mengusulkan 10 nama calon pimpinan KPK periode 2019-2024. Mereka adalah Alexander Marwata, Firli Bahuri, I Nyoman Wara, Johanis Tanak, Lili Pintauli Siregar, Luthfi Jayadi, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron, Roby Arya B, dan Sigit Danang Joyo.
Jika merujuk pada Pasal 33 UU KPK, ada empat kandidat kuat yang dapat diusulkan Presiden Jokowi ke DPR. Keempatnya yakni I Nyoman Wara, Luthfi Jayadi, Roby Arya B, dan Sigit Danang Joyo.
Namun, kata Nasir, keempat nama itu harus memenuhi persyaratan seperti diatur dalam Pasal 29 UU KPK. Apabila keempat nama itu tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi pimpinan KPK, Presiden dapat membentuk kembali panitia seleksi untuk menyeleksi dan mendapatkan satu nama yang kemudian diusulkan ke DPR.
Berdasarkan UU KPK, empat nama itu yang dapat diusulkan untuk menggantikan Firli. Namun, proses pemilihannya tetap harus mempertimbangkan integritas, kapasitas, dan kompetensinya
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR itu menambahkan, jika calon tersebut diambil dari nama yang pernah mengikuti uji kepatutan dan kelayakan dengan Komisi III DPR, bukan tidak mungkin masing-masing fraksi di DPR sudah memiliki penilaian tertentu atau politik subyektif. Oleh karena itu, bisa jadi uji kepatutan dan kelayakan tidak lagi diperlukan sebagaimana saat proses pencalonan awal di tahun 2019.
”Kita tunggu saja surat dari Presiden terkait nama yang berada di peringkat setelah Johanis Tanak waktu itu,” ucapnya.
Secara terpisah, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative yang menjadi anggota Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK 2019-2023, Al Araf, berpandangan, berdasarkan UU KPK, empat nama itu yang dapat diusulkan untuk menggantikan Firli. Namun, proses pemilihannya tetap harus mempertimbangkan integritas, kapasitas, dan kompetensinya.
”Saya rasa beberapa kandidat tersebut memiliki kompetensi di bidangnya,” ujarnya.
Menurut Al Araf, selain berkompeten, KPK membutuhkan pimpinan yang integritasnya teruji. Untuk bisa mendapatkan sosok seperti itu, diperlukan proses seleksi yang independen. Hal itu dimulai dari pemilihan anggota pansel oleh lembaga independen atau oleh pimpinan KPK sendiri, bukan oleh Presiden.
Sebab, lanjut Al Araf, dari pengalamannya selama menjadi anggota Pansel Capim KPK 2019-2023, ketika Presiden turut memilih anggota pansel, maka kepentingannya akan dibawa oleh anggota pansel yang dia pilih. Dengan demikian, ketika pansel harus melakukan pemungutan suara (voting), maka anggota pansel yang tidak dipilih Presiden akan kalah.
Gugat presiden
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti-korupsi Indonesia Boyamin Saiman berencana mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap keputusan presiden tentang pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua merangkap anggota KPK. Gugatan akan dilayangkan jika dalam keputusan tersebut, pemberhentian Firli dilakukan dengan hormat, bukan tidak dengan hormat.
Boyamin beralasan, pemberhentian tidak dengan hormat semestinya diambil Presiden karena Dewan Pengawas KPK telah memutus Firli melakukan pelanggaran etik berat dan dihukum dengan sanksi terberat, yakni diminta mengundurkan diri. Jika Firli diberhentikan tidak dengan hormat oleh Presiden, yang bersangkutan tidak lagi dapat menduduki jabatan publik apapun seumur hidup.
Dengan demikian, lanjut Boyamin, hal itu akan memberikan efek jera bagi pimpinan KPK sekarang ataupun yang akan datang agar tidak mencoba menyalahgunakan kewenangan atau berkhianat terhadap sumpahnya sendiri. Sebab, selain hukuman pidana, dia juga dijatuhi hukuman etik.
”KPK kita sekarang ini sudah di titik nadir. Kalau (Firli) ini diberhentikan dengan tidak hormat, diharapkan kepercayaan publik ke KPK dan pemberantasan korupsi bisa lebih baik meski belum pulih, bahkan separuhnya saja masih berat,” ujar Boyamin.
Oleh karena itu, Boyamin berharap agar salinan keputusan presiden tentang pemberhentian Firli segera diunggah ke laman resmi Sekretariat Negara. Jika Firli diberhentikan dengan hormat, Boyamin akan menggugat agar keputusan presiden itu dibatalkan dan meminta agar pemberhentian Firli dilakukan tidak dengan hormat.
Berkas perkara dikembalikan
Secara terpisah, Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Herlangga Wisnu Murdianto menyampaikan, jaksa penuntut umum telah mengembalikan Berkas Perkara Nomor BP/213/XII/RES.3.3/2023/Ditreskrimsus tanggal 14 Desember 2023 atas nama tersangka Firli Bahuri kepada penyidik Polda Metro Jaya. Pengembalian itu dimaksudkan agar berkas tersebut dilengkapi oleh penyidik.
”Pengembalian berkas tersebut disertai dengan petunjuk terhadap kelengkapan formil ataupun material yang harus dilengkapi oleh penyidik sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penuntut umum,” kata Herlangga.