logo Kompas.id
Politik & HukumPrabowo Subianto, Penguatan...
Iklan

Prabowo Subianto, Penguatan Postur Pertahanan dan Stabilitas Kawasan

Salah satu gagasan besar Prabowo Subianto di tengah tantangan geopolitik global adalah kebijakan ”tetangga baik”.

Oleh
RANGGA EKA SAKTI/ LITBANG KOMPAS
· 4 menit baca
Calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto, dalam acara Pidato Politik Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Senin (13/11/2023).
KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU

Calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto, dalam acara Pidato Politik Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Senin (13/11/2023).

Situasi global yang tak menentu dan instabilitas geopolitik menjadi tema utama dalam politik global beberapa tahun ke belakang. Di tengah tantangan ini, penguatan postur militer menjadi gagasan utama yang diusung pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Penguatan kemampuan militer ini juga perlu diimbangi dengan kebijakan luar negeri yang tepat agar Indonesia mampu menavigasi turbulensi geopolitik di masa mendatang.

”Yang kuat bisa berbuat sekehendaknya dan yang lemah akan menderita sebagai akibatnya”. Sebuah nukilan dari sejarawan sekaligus jenderal perang Yunani kuno, Thucydides, ini merangkum paradigma politik luar negeri Prabowo Subianto. Tak ayal, pertahanan dan keamanan negara menjadi yang utama bagi calon presiden nomor urut 2 ini.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Dalam wawancara eksklusif di acara Mata Najwa, Juni lalu, Prabowo menyampaikan, kemakmuran dan kekuatan negara merupakan sebuah kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Tanpa adanya kemakmuran, negara tidak akan mungkin meningkatkan kekuatan pertahanan. Di sisi lain, tanpa adanya kekuatan pertahanan yang mumpuni, kekayaan serta sumber daya negara tak bisa terlindungi.

Prabowo menggunakan pendekatan yang cukup pragmatis untuk isu pertahanan. Dalam dokumen visi dan misi pasangan Prabowo-Gibran, gagasan penguatan postur pertahanan dijabarkan melalui program kerja yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas militer.

https://cdn-assetd.kompas.id/v964iRHizQi0K1DXNEU0bvE3AsQ=/1024x1283/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F26%2Fd0f591e7-47a3-4314-ab67-84b2384ecf8e_png.png

Salah satunya adalah meningkatkan anggaran pertahanan secara bertahap. Secara angka, pengeluaran militer Indonesia tidak bisa dibilang kecil. Data dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan, dengan jumlah pengeluaran militer sekitar 9 miliar dollar AS, Indonesia berada di posisi ke-27 dunia.

Namun, jika dilihat berdasarkan persentasenya dari produk domestik bruto (PDB), besaran belanja militer ini cenderung kecil. Angkanya hanya 0,7 persen dari PDB tahun 2022. Dibandingkan dengan 40 negara dengan pengeluaran militer terbesar di dunia, rasio tersebut berada di peringkat kedua terbawah setelah Meksiko.

Urgensi penguatan postur pertahanan memang sejalan dengan kebutuhan. Harus diakui, postur pertahanan Indonesia saat ini relatif belum ideal. Terbatasnya keuangan negara membuat anggaran pertahanan, termasuk pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), saat ini baru 0,8 persen dari PDB. Idealnya, anggaran pertahanan adalah 2 persen dari PDB. Kondisi itu membuat kekuatan pokok minimal (minimum essential force/MEF) TNI baru 62,31 persen pada 2021 dan ditargetkan mencapai 100 persen pada 2024 (Kompas.id, 8/3/2023).

Hal ini turut menjadi perhatian dalam pemikiran pertahanan dari pasangan Prabowo-Gibran. Dalam dokumen Asta Cita, kebutuhan alutsista tidak hanya dipenuhi dengan membeli persenjataan dari negara lain, tetapi juga diisi oleh produk buatan dalam negeri dengan mempercepat peningkatan kemampuan industri strategis nasional.

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengendarai mobil tempur Maung buatan PT Pindad ketika menuju lokasi acara The 1 Defend ID’d Day di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/6/2023).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengendarai mobil tempur Maung buatan PT Pindad ketika menuju lokasi acara The 1 Defend ID’d Day di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, Kamis (15/6/2023).

Tambahan dana tidak hanya penting untuk membeli persenjataan, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan prajurit. Salah satu yang nantinya bisa diperkuat adalah komponen cadangan.

Iklan

Tetangga baik

Dalam aspek diplomasi, Prabowo-Gibran cenderung konservatif. Pada acara Pidato Politik Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Senin (13/11/2023), Prabowo menyampaikan akan menjadikan politik bebas aktif sebagai fondasi utama gagasan kebijakan politik luar negeri yang ditawarkan.

Salah satu gagasan besar yang disampaikan adalah kebijakan tetangga baik (good neighbor policy). Kebijakan tetangga baik ini berpusat pada prinsip non-intervensi. Artinya, negara yang menjalankan kebijakan tersebut tidak akan mengganggu dan ikut campur dalam urusan domestik negara lain. Hal ini termasuk apabila terjadi konflik antarnegara.

Implementasi dari kebijakan tetangga baik pernah dijalankan Presiden AS Franklin D Roosevelt pada medio 1930-an. Saat itu, AS menarik diri dari berbagai upaya intervensi dan keterlibatan dalam politik domestik negara-negara Amerika Latin. Meskipun akhirnya berhenti di masa Perang Dingin, kebijakan ini mampu memperbaiki hubungan AS dengan negara di kawasan serta meningkatkan posisi tawarnya di gelanggang global.

https://cdn-assetd.kompas.id/5sjwCdWrw-BTbxx78h2wNY6LliY=/1024x2369/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F12%2F04%2Fbd3789b2-e297-436d-9989-824a889707dc_png.png

Tak ayal, menjaga posisi Indonesia untuk selalu di tengah dengan mengambil kebijakan ini dipercaya Prabowo sebagai kunci untuk menjaga stabilitas geopolitik kawasan. Dalam beberapa kesempatan, Prabowo juga mengakui pentingnya kontribusi negara-negara adidaya, termasuk China, Rusia, dan AS, terhadap pembangunan Indonesia. Maka, tak terjerat dalam ketegangan di antara mereka menjadi hal yang esensial.

Tantangan geopolitik

Di satu sisi, kebijakan ”tetangga baik” ini merupakan turunan dari prinsip bebas aktif. Sepanjang sejarah, sikap ini selalu diambil Indonesia. Mulai dari masa Perang Dingin hingga perang dagang, Indonesia selalu berupaya bersikap netral dan tak bergabung dengan blok atau aliansi geopolitik mana pun.

Namun, di sisi lain, Indonesia perlu terus waspada dengan perkembangan situasi geopolitik di kawasan Asia Tenggara. Agresivitas China di Laut China Selatan yang konsisten selama 10 tahun terakhir kemungkinan besar akan berlanjut hingga masa mendatang. Tak hanya itu, situasi di kawasan pun kian panas dengan hadirnya blok keamanan baru yang digagas Australia, AS, dan Inggris (AUKUS) dua tahun lalu.

Selain itu, dalam beberapa kasus, mau tak mau Indonesia perlu untuk mengambil sikap. Pada konflik politik Myanmar, misalnya, Indonesia dengan tegas mengambil sikap untuk mendorong demokratisasi dan menekan pemerintahan junta untuk segera mengalihkan kekuasaan kembali ke publik. Hal ini menunjukkan bahwa untuk bisa mengambil peran sebagai pemimpin di kawasan, Indonesia harus berani menentukan sikap.

https://cdn-assetd.kompas.id/_Ffo3gRJOhnUFRscf6sJRhK7IGE=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F04%2F09%2Fd8a2e146-37e1-4076-8a80-4a85ec15fcbc_jpg.jpg

Lebih lanjut, posisi yang ”murni” netral juga paradoksikal dengan salah satu program kerja Prabowo, yakni memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Pasalnya, langkah ekstrem seperti membangun kedutaan besar bisa saja dianggap sebagai sikap permusuhan oleh negara pendukung Israel yang tengah berkonflik dengan Palestina.

Pada akhirnya, instabilitas politik di masa mendatang membawa tantangan yang teramat kompleks. Dibutuhkan kombinasi antara kekuatan militer dan pengambilan posisi yang tepat untuk menjaga kedigdayaan Indonesia, atau yang biasa disebut dengan langkah diplomasi pintar (smart diplomacy).

Baca juga : Anies Baswedan, Diplomasi Berlandaskan Keadilan dan Kemajuan

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000