Palguna, Yuliandri, dan Ridwan Kawal Integritas MK
Mahkamah Konstitusi mengumumkan pembentukan Majelis Kehormatan MK permanen. MKMK akan mulai bekerja pada Januari 2024.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi akhirnya menunjuk mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna dan mantan Rektor Universitas Andalas, Padang, Yuliandri, sebagai pengawal etika dan perilaku para hakim konstitusi. Bersama dengan hakim MK aktif, Ridwan Mansyur, mereka akan menjalankan tugas sebagai Majelis Kehormatan MK untuk satu tahun ke depan.
Keberadaan Majelis Kehormatan MK (MKMK) permanen diharapkan mampu meneguhkan kembali kepercayaan publik kepada satu-satunya lembaga panafsir konstitusi dan penjaga konstitusi.
Juru bicara MK, Enny Nurbaningsih, mengumumkan pembentukan MKMK permanen tersebut dalam konferensi pers yang digelar hari Rabu (20/12/2023). Ia didampingi jubir MK, Fajar Laksono Suroso, serta Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas dan Protokol MK Budi Wijayanto.
Adapun MKMK permanen tersebut akan mulai bekerja setelah dilantik oleh Ketua MK Suhartoyo pada 8 Januari 2024. Enny mengatakan, setelah dilantik, MKMK akan bekerja untuk memperbaiki hukum acara, termasuk menyempurnakan organisasi dan kelembagaan MKMK. Penunjukan anggota MKMK dari unsur tokoh masyarakat (Palguna) dan unsur akademisi (Yuliandri) dilakukan oleh sembilan hakim MK secara musyawarah mufakat.
Enny mengungkapkan, kedua orang tersebut sangat layak dan memenuhi persyaratan untuk menjadi anggota MKMK. Syarat keanggotaan MKMK sudah diatur di dalam Peraturan MK yaitu, memiliki wawasan yang luas dalam bidang etika moral, memahami konstitusi dan putusan MK.
”Kalau tidak memahami putusan MK, itu sangat menjadi hal yang rawan,” kata Enny.
Pembentukan MKMK permanen tersebut merupakan amanat dari Pasal 27A UU MK. Selain itu, MKMK ad hoc pimpinan Jimly Asshiddiqie dalam putusannya yang dibacakan 7 November lalu juga merekomendasikan segera dibentuknya MKMK permanen sekaligus merevisi Peraturan MK untuk menghapuskan MKMK banding.
Setelah lebih dari satu bulan sejak putusan MKMK ad hoc, MK akhirnya membentuk majelis kehormatan permanen. Terkait dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membentuk MKMK permanen, Enny mengungkapkan, hal itu lebih karena banyaknya agenda yang harus dikerjakan oleh MK. Agenda tersebut, antara lain, memeriksa dan memutus perkara yang perlu disegerakan juga.
Atas pembentukan MKMK permanen itu, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie berharap agar MKMK permanen sukses dalam mengawal integritas MK menuju Pemilu 2024. ”MKMK ad hoc yang lalu sudah buka jalan untuk perbaikan citra MK dan kepercayaan publik yang sangat dibutuhkan ke depan. MKMK permanen tinggal melanjutkan sampai kepercayaan publik 100 persen kembali pulih,” kata Jimly yang juga Ketua MKMK ad hoc dalam perkara pelanggaran etik mantan Ketua MK Anwar Usman.
Sementara itu, pengajar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengungkapkan, Yuliandri dan Palguna layak dan memiliki kapasitas untuk mengadili dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi. Rekam jejak keduanya tidak perlu diragukan.
Sementara itu, untuk anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi aktif, yaitu Ridwan Mansyur, Herdiansyah menilai, hal ini sudah tepat karena yang bersangkutan tidak memiliki riwayat sanksi etik terkait dengan putusan 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial. ”Jadi, posisinya bisa memotong jejak buruk MK di mata publik. Harapan terbesar terhadap MKMK permanen ini tentu saja agar mampu mengembalikan marwah dan martabat MK sebagai tiket untuk mengembalikan public trust yang makin merosot,” ujarnya.
Publik juga berharap agar MKMK permanen ”tegak lurus” untuk menjaga agar MK mampu menghindari benturan kepentingan sehingga kesalahan yang sama tidak terulang. Menurut dia, ini penting karena tugas utama MKMK adalah menjaga agar standar etik hakim MK benar-benar berlipat ganda mengingat derajat lembaga ini sebagai pengawal konstitusi.