MK Diminta Percepat Pembentukan Majelis Kehormatan secara Permanen
MK diminta segera mengumumkan nama-nama anggota Majelis Kehormatan MK yang permanen. Langkah ini penting untuk menunjukkan keseriusan MK dalam upaya mengembalikan kepercayaan publik
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Mahkamah Konstitusi diminta untuk segera membentuk Majelis Kehormatan MK sebagai tindak lanjut putusan etik yang dikeluarkan oleh MKMK pimpinan Jimly Asshiddiqie beberapa waktu lalu. Berlarut-larutnya pembentukan majelis etik tersebut dikhawatirkan membuat lembaga penjaga konstitusi tersebut justru akan semakin kehilangan kepercayaan publik.
Hingga Senin (18/12/2023) atau 41 hari sejak putusan Majelis Kehormatan MK diucapkan, lembaga pemeriksa dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi tersebut belum juga menjadi kenyataan. Belum diketahui apakah yang membuat proses pembentukan MKMK tersebut begitu lama.
Ketua Perhimpunan Pengacara Konstitusi Viktor Santoso Tandiasa mengungkapkan, pergantian kepemimpinan MK sebenarnya telah membangun harapan baru bagi publik serta membuat ekspektasi yang tinggi terhadap MK dalam upaya mengembalikan marwah dan kehormatannya. Namun, harapan dan ekspektasi tinggi tersebut tentu haruslah dibuktikan dengan kerja-kerja MK.
”Salah satunya yang paling penting adalah pembentukan Majelis Kehormatan MK yang permanen sebagaimana janji dari Ketua MK yang baru, sebagaimana komitmen yang telah disampaikan bahwa salah satu langkah awal ketua MK yang baru akan segera membentuk MKMK. Namun, hingga saat ini belum terlihat adanya perkembangan atas MKMK yang permanen tersebut,” kata Viktor.
Ia berharap, Ketua MK Suhartoyo tetap memegang komitmennya untuk segera membentuk MKMK dan segera mengumumkannya kepada publik. Hal ini penting agar harapan dan ekspektasi yang besar pada kepemimpinan MK tersebut tidak menurun. Apalagi, MK akan menghadapi penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada awal 2024 dan PHP kepala daerah pada akhir tahun 2024.
”Dibutuhkan kepercayaan publik yang tinggi kepada MK, salah satunya dengan cara membentuk MKMK yang permanen. Dengan demikian, terlihat adanya good will ataupun political will dari MK untuk menjaga marwah dan kehormatannya,” tegasnya.
Menjaga etika perilaku
Pengajar hukum tata negara Universitas Hassanuddin Makasar, Fajrulrahman Jurdi, juga mengungkapkan hal serupa. Untuk mengembalikan kepercayaan publik, MK harus memastikan bahwa mereka serius menjaga etika perilakunya. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, diperlukan upaya untuk memperkuat MKMK.
”Sesuai rekomendasi MKMK yang lalu, maka MK harus membentuk MKMK permanen. Hal ini guna memastikan bahwa MKMK bukan pemadam kebakaran. Ada kasus baru lalu baru dibentuk,” kata Fajrulrahman.
Dengan membentuk MKMK permanen, MK akan tetap bisa menjaga kepercayaan publik. Di samping itu, pembentukan MKMK yang ad hoc juga bisa meluruhkan sikap percaya publik pada Lembaga ini.
Pembentukan Majelis Kehormatan jauh sebelum penyelesaian perkara PHPU sangat penting. Hal ini untuk menghindari munculnya distrust publik mengingat perselisihan hasil pemilu nantinya akan tinggi nuansa politisnya. Oleh karena itu, untuk menghindari kecurigaan publik bahwa MK akan menjadi alat bancakan politik, maka pembentukan MKMK permanen menjadi sebuah keharusan.
”Dengan membentuk MKMK permanen, MK akan tetap bisa menjaga kepercayaan publik. Di samping itu, pembentukan MKMK yang ad hoc juga bisa meluruhkan sikap percaya publik pada Lembaga ini,” tambahnya.
Dalam waktu dekat
Juru bicara MK Fajar Laksono Suroso saat dikonfirmasi mengungkapkan bahwa MK akan segera mengumumkan pembentukan MKMK yang akan bekerja secara permanen. Pengumuman tersebut akan dilakukan dalam waktu dekat.
Seperti diketahui, dalam putusannya, selain menjatuhkan sanksi berat terhadap Anwar Usman dan sanksi ringan kepada delapan hakim lainnya, Majelis Kehormatan MK pimpinan Jimly Asshidiqqie juga memerintahkan MK untuk membentuk MKMK permanen. Majelis Kehormatan juga meminta MK untuk merevisi Peraturan MK mengenai Majelis Kehormatan dengan menghapus adanya majelis banding.