Transaksi Mencurigakan Meningkat, Polri dan PPATK Mengejar TPPU
Pada 2022, PPATK menghentikan transaksi kegiatan judi online pada 733 rekening dengan nilai transaksi mencapai Rp 850 miliar. Transaksi judi online alami kenaikan dari Rp 57 triliun pada 2021 menjadi Rp 69 triliun.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mencatat transaksi mencurigakan pada 2023 meningkat dibandingkan dengan 2022. Transaksi mencurigakan menjadi pintu masuk untuk mendalami kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto saat membuka acara diseminasi Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara melalui Implementasi Regulasi mengenai Penundaan, Penghentian, dan Pemblokiran Transaksi, Kamis (14/12/2023), di Jakarta. Acara tersebut digelar oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Agus menuturkan, sejak Januari hingga Oktober 2023 terdapat 28.542.115 laporan transaksi mencurigakan. Angka tersebut naik 27,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022.
Laporan transaksi mencurigakan tersebut menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk mendalami kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU). Agus mengatakan, beberapa kejahatan yang jamak melakukan transaksi mencurigakan, yakni tindak pidana narkotika, korupsi, judi online, hingga pendanaan terorisme.
”Dari kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan pencucian uang melalui sektor perbankan,” kata Agus.
Agus mengatakan, transaksi mencurigakan tersebut dilakukan dengan cara transfer tunai dari dan ke luar negeri, transaksi keuangan tunai, laporan pembawaan uang tunai, hingga transaksi penyajian barang dan jasa.
Kenaikan transaksi mencurigakan terjadi seiring dengan pertumbuhan teknologi dunia. Melalui penyedia jasa keuangan transaksi kian mudah dilakukan. Perpindahan uang dalam bentuk nontunai antarnegara berlalu dalam sekejap.
Selama dua tahun terakhir, Polri mengungkap 242 kasus TPPU dengan 161 tersangka. Dari kasus tersebut pengembalian kerugian negara sebesar Rp 3,74 triliun.
Agus menuturkan, penegakan hukum TPPU akan semakin kuat jika RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Tunai disahkan. Saat ini, RUU tersebut masih bergulir di DPR.
Dari kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan pencucian uang melalui sektor perbankan.
Perampasan aset dari TPPU kejahatan untuk memulihkan kerugian negara dan memiskinkan pelaku kejahatan tersebut. Sementara pembatasan transaksi tunai juga penting untuk mencegah transaksi tunai dalam jumlah besar yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana narkotika, korupsi, hingga tindak terorisme.
Polri pernah mengungkap TPPU pada kasus narkotika terdakwa Murtala Ilyas, warga Aceh dengan nilai aset Rp 142 miliar. Namun, Mahkamah Agung memerintahkan agar aset tersebut dikembalikan kepada Murtala.
Begitu juga dengan TPPU dalam kasus korupsi PT Asabri dengan terdakwa Heru Hidayat. Beberapa aset telah disita, tetapi hakim memerintahkan jaksa agar mengembalikan aset kepada yang bersangkutan.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Heru Winarko (ketiga dari kanan) beserta jajarannya merilis pengungkapan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil perdagangan narkoba di Gedung BNN, Jakarta, Kamis (25/7/2019).
”Contoh kasus tersebut tidak akan memberikan efek jera,” ujar Agus.
Agus mengatakan selain tindak pidana narkotika, korupsi, dan judi online, pihaknya memberikan atensi serius pada pendanaan terorisme. Menurut Agus, Indonesia berpotensi menjadi titik transit pendanaan dan senjata untuk terorisme sebelum berpindah ke zona konflik, salah satunya Suriah.
”Ancaman pendanaan teroris berasal dari dalam ataupun luar negeri. Mereka juga menggunakan media sosial untuk meminta donasi,” ujar Agus.
Oleh sebab itu, lanjut Agus, pengawasan harus diperketat. Penyedia jasa keuangan harus segera melaporkan jika ada rekening yang melakukan transaksi mencurigakan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menuturkan jika ditemukan transaksi mencurigakan penyedia jasa keuangan harus melaporkan dan aparat penegak hukum dapat menghentikan transaksi untuk didalami.
”Penghentian sementara transaksi yang dilakukan oleh PPATK adalah upaya untuk menjaga keamanan dan integritas sistem keuangan negara,” kata Ivan.
Tidak semua transaksi mencurigakan dapat dikategorikan bagian dari kejahatan. Namun, biasanya tindakan penyembunyian hasil tindak pidana pencucian uang dibarengi dengan transaksi di luar kewajaran. Oleh sebab itu, penghentian transaksi memberikan waktu bagi PPATK dan kepolisian untuk mendalaminya.
PPATK banyak menemukan pelaku tindak pidana pencucian uang menyembunyikan kejahatannya di balik harta kekayaan berbentuk aset. Oleh sebab itu pula PPATK mendorong DPR agar segera membahas RUU Perampasan Aset. RUU ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka panjang tahun 2020-2024.
”Penghentian sementara sebagai langkah preventif dan dapat diinvestigasi lanjut demi mengidentifikasi potensi risiko keuangan dan penyalahgunaan dana,” kata Ivan.
Ivan menambahkan, hal itu pernah dilakukan terhadap transaksi keuangan milik eks Gubernur Papua Lukas Enembe. PPATK berhasil menelusuri transaksi keuangan Lukas mengalir ke rumah judi dan menemukan keberadaan aset.
Pada 2022, PPATK menghentikan transaksi kegiatan judi online pada 733 rekening dengan nilai transaksi mencapai Rp 850 miliar. Transaksi judi online alami kenaikan dari Rp 57 triliun pada 2021 menjadi Rp 69 triliun per Agustus 2022. PPATK juga menghentikan sementara transaksi robot trading dengan saldo Rp 745 miliar.
Deputi Direktur Direktorat Anti-Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nasirullah mengatakan, bagi penyedia jasa keuangan harus lebih waspada terhadap transaksi yang mencurigakan.
Jika ditemukan transaksi mencurigakan atau patut dicurigai menggunakan harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana, maka penyedia jasa keuangan dapat menolak transaksi, penundaan, menghentikan sementara, dan memblokir.