Eksepsi Ditolak, Perkara Eks Kepala Bea Cukai Makassar Dilanjutkan Tahap Pembuktian
Andhi Pramono disebut menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi dalam hal ini menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak eksepsi terdakwa Andhi Pramono, bekas Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar, dan memerintah jaksa penuntut umum untuk melanjutkan ke tahap pembuktian.
Sidang pembacaan putusan sela berlangsung pada Rabu (13/12/2023). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Djuyamto. Adapun terdakwa hadir didampingi lima kuasa hukumnya.
Hakim Djuyamto menyebutkan eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh terdakwa ditolak. Hakim menilai surat dakwaan dari jaksa sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
”Seluruh eksepsi tidak dapat diterima. Maka majelis hakim memerintahkan kejaksaan agar perkara tersebut tetap dilanjutkan,” kata Djuyamto.
Dalam nota keberatan, terdakwa menyebutkan penerimaan gratifikasi di luar kapasitas dirinya sebagai aparatur sipil negara. Selain itu locus delicti atau tempat peristiwa terjadi di luar wilayah kerja terdakwa sebagai ASN.
Seluruh eksepsi tidak dapat diterima. Maka, majelis hakim memerintahkan kejaksaan agar perkara tersebut tetap dilanjutkan.
Namun, Djuyamto menuturkan, nota keberatan yang disampaikan terdakwa sebenarnya masuk dalam pokok perkara sehingga mengenai pembuktiannya harus dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara.
Menurut Djuyamto, walaupun dalam surat dakwaan tidak menyebutkan keadaan, surat dakwaan tetap dianggap sah. Terkait dengan pembuktian, akan dilanjutkan dalam tahapan sidang selanjutnya.
Majelis hakim meminta jaksa menyiapkan saksi-saksi yang akan dihadirkan dalam sidang berikutnya. Sebelum menutup sidang, hakim memberikan kesempatan untuk terdakwa memberikan tanggapan, tetapi Andhi Pramono dan kuasa hukum tidak bersedia memberikan tanggapan.
Andhi Pramono didakwa jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan menerima gratifikasi dari sejumlah pengusaha dalam aktivitas memasukkan ataupun mengeluarkan barang secara ilegal. KPK menyebutkan Andhi menerima gratifikasi hingga Rp 58,9 miliar.
Kasus ini bermula dengan adanya temuan internal KPK dalam data laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang diduga tidak sesuai dengan profil, KPK kemudian melakukan penyelidikan untuk menemukan adanya dugaan peristiwa pidana korupsi.
Setelah ditetapkan menjadi tersangka, Andhi Pramono resmi dipecat sebagai ASN di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 5 juli 2023. Pada Jumat (7/7/2023) Andhi ditahan oleh KPK.
Ditemui terpisah, kuasa hukum terdakwa Eddhi Sutarto menyebutkan kliennya menerima sejumlah uang dari aktivitas usaha di luar negeri tetapi tidak dalam kapasitas sebagai ASN. ”Menerima uang tidak dalam kapasitas sebagai ASN sehingga tidak dapat disebut gratifikasi,” kata Eddhi.
Dalam sidang selanjutnya Eddhi akan berupaya menghadirkan saksi dan bukti pembelaan yang dapat meringankan terdakwa.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Andhi diduga menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang terkait pengurusan barang ekspor-impor pada kantor pelayanan bea dan cukai Makassar.
Andhi diduga menghubungkan antarimportir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari Singapura dan Malaysia menuju Vietnam, Thailand, Filipina, dan Kamboja. Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukannya, Andhi diduga menerima sejumlah uang dalam bentuk imbalan (Kompas, 7 juli 2023).
Andhi diduga menggunakan uang hasil korupsi tersebut, antara lain, untuk biaya rumah sakit, kuliah anaknya, perbaikan mobil, dan renovasi rumah dinas.