logo Kompas.id
Politik & HukumCegah Kampanye Hitam di Jagat ...
Iklan

Cegah Kampanye Hitam di Jagat Maya, Pemerintah Terapkan Penyaringan Berlapis

Kampanye hitam sulit dibedakan dengan kampanye negatif sehingga penyaringan berlapis diperlukan.

Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, NIKOLAUS HARBOWO
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/WanOq96N44FfDVsNvk-GuGIryJk=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F14%2F077d30da-ff8c-4f2a-ae32-0b2291af70d7_jpg.jpg

JAKARTA, KOMPAS — Konten-konten berbau kampanye hitam dan hoaks kian marak di jagat maya, utamanya media sosial, selama periode kampanye Pemilu 2024. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo menerapkan penyaringan konten berlapis untuk mencegah peredarannya. Ini dicapai dengan bantuan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu dan Polri.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Kominfo Usman Kansong mengatakan, konten hoaks dan kampanye hitam semakin banyak beredar pada periode kampanye. Kampanye hitam sulit dibedakan dengan kampanye negatif sehingga penyaringan berlapis diperlukan.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

”Itu mengapa perlu keterlibatan Bawaslu dan Polri. Kominfo tidak bisa mengidentifikasi secara sepihak terhadap suatu konten, apakah itu kampanye negatif atau kampanye hitam. Lembaga yang berhak menentukan itu adalah Bawaslu,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (10/12/2023).

Setiap hari selama 24 jam, Kominfo menyaring berbagai konten dengan bantuan mesin dan kecerdasan buatan. Setelah itu, staf dari tim analis Kominfo akan mengidentifikasi berbagai konten yang tersaring, jika terbukti hoaks atau misinformasi, bisa langsung diminta untuk diturunkan (take down).

Baca juga: Kampanye Hitam Mulai Bermunculan

Menjelang pemilu kabar bohong (hoaks) mulai banyak ditemui melalui media sosial. Masyarakat mulai gencar mengampanyekan menangkal hoaks melalui mural, seperti terlihat di Jalan Juanda, Depok, Jawa Barat, Kamis (29/6/2023).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Menjelang pemilu kabar bohong (hoaks) mulai banyak ditemui melalui media sosial. Masyarakat mulai gencar mengampanyekan menangkal hoaks melalui mural, seperti terlihat di Jalan Juanda, Depok, Jawa Barat, Kamis (29/6/2023).

Sementara itu, konten-konten yang sulit diidentifikasi akan diserahkan penilaiannya ke Bawaslu sebagai lembaga berwenang. Proses penurunan konten, lanjut Usman, tidak bisa dilakukan secara langsung oleh Kominfo, tetapi butuh koordinasi dengan platform terkait.

”Misalnya, kontennya ada di Facebook, maka Kominfo minta Facebook untuk menurunkan. Kalau ada di Instagram, pihak Instagram diminta untuk menurunkan. Kominfo hanya bisa men-take down konten yang berada di bawah Kominfo. Di luar itu, Kominfo bisa melabelinya hoaks,” ujarnya.

Konten hoaks atau kampanye hitam dari peserta pemilu itu saya kira sudah ’clear’. Yang jadi persoalan saat ini adalah, bagaimana dengan ’buzzer’ yang kian bertebaran saat pemilu. Itu sulit, khususnya yang bersifat anarkis.

Selain itu, pemantauan konten hoaks atau kampanye hitam juga bisa dilakukan oleh masyarakat. Publik bisa mengadukan berbagai konten melalui desk pemantauan pemilu yang diinisiasi oleh Kementerian Kominfo, Bawaslu, dan Polri.

Iklan

Di sisi lain, Polri dibutuhkan sebagai langkah penindakan. Menurut Usman, sejumlah akun yang kerap menyebarkan hoaks atau kampanye hitam akan menjadi target. ”Kalau ada pelanggaran pidana yang dilakukan dan ditemukan saat pemilu,” katanya.

Baca juga: Kampanye Negatif yang Berkualitas

Berdasarkan data Kementerian Kominfo, dari Januari hingga 9 Desember 2023, terdapat 161 hoaks politik yang tersebar lewat berbagai konten. Dari jumlah itu, ada konten yang sudah diturunkan dan ada yang sekadar diberi label hoaks.

Pendengung atau ”buzzer”

Dosen Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) Nyarwi Ahmad menuturkan, pengawasan pemilu tidak bisa dilakukan sendirian oleh Bawaslu. Pasalnya, Bawaslu hanya berwenang untuk menindak peserta pemilu.

”Konten hoaks atau kampanye hitam dari peserta pemilu itu saya kira sudah clear. Yang jadi persoalan saat ini adalah bagaimana dengan buzzer yang kian bertebaran saat pemilu. Itu sulit, khususnya yang bersifat anarkis,” katanya.

https://cdn-assetd.kompas.id/NGKXT_XeboZqkLdOKptesnyOQ1o=/1024x2587/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F02%2F21%2F20210221-H25-ANU-Buzzer-influencer-mumed-01_1613919922_jpg.jpg

Para pendengung atau buzzer ini jumlahnya tidak terkontrol, sedangkan Bawaslu terkurung dengan aturan Undang-Undang Pemilu. Menurut Nyarwi, langkah kerja sama atau koordinasi dengan Kominfo dan Polri sudah benar untuk merespons hoaks serta kampanye hitam.

Meskipun demikian, ia mengkhawatirkan pendengung yang menerapkan ”kill the messenger”. Sebab, mereka bukan menyerang peserta pemilu, melainkan pihak di luar, seperti publik, yang membuat konten.

Baca juga:

> Dua Sisi Kampanye Negatif yang Kian Intens ”Menyerang” Capres-Cawapres

> Medsos Menyimpan Potensi Kerawanan Pemilu

”Di situ saya kira yang dirugikan adalah masyarakat. Sering kali orang dihancurkan martabat dan kredibilitasnya dengan data tidak relevan oleh para buzzer,” katanya.

Oleh karena itu, strategi paling tepat, kata Nyarwi, adalah semua pihak menahan dan tahu posisi diri masing-masing. Ia juga menggambarkan pemilu seperti pertandingan sepak bola yang sudah ada aturannya. Masalah besar akan muncul apabila penonton masuk ke lapangan dan mengganggu pertandingan.

Editor:
ANTONIUS PONCO ANGGORO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000