Munculnya kampanye hitam menunjukkan negara ini belum siap naik kelas dalam penyelenggaraan pemilu.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Para pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Islam Indonesia menggelar aksi deklarasi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 Damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta (25/3). Aksi tersebut mengajak masyarakat untuk mendukung Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang damai dengan menolak segala kampanye hitam, ujaran kebencian, dan berita bohong atau hoaks.
JAKARTA, KOMPAS – Mendekati Pemilihan Presiden 2024, kampanye hitam mulai bermunculan. Alih-alih mengedepankan adu gagasan untuk membangun Indonesia ke depan, sejumlah pendukung bakal calon kontestan pilpres mulai menebar informasi bohong dan ujaran kebencian. Jika fenomena itu tidak segera dibendung, dikhawatirkan demokrasi akan semakin terancam.
Serangan kampanye hitam berupa informasi bohong atau hoaks dan ujaran kebencian dialami semua bakal calon presiden (capres) dan juga tokoh potensial capres. Di antaranya bakal capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo; bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Rasyid Baswedan; juga bakal capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (27/5/2023), mengungkapkan, ujaran kebencian kembali diterima Prabowo setelah ditetapkan sebagai bakal capres Gerindra, medio Agustus 2022. Isu-isu seperti dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) kembali muncul.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad saat diwawancarai di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/2/2021).
Dasco menduga, isu itu terus berulang digaungkan setiap jelang pilpres dengan tujuan untuk menjatuhkan Prabowo dan Gerindra. ”Serangan-serangan tersebut menandakan bahwa ada pihak-pihak yang takut dan khawatir jika Pak Prabowo akan menjadi juara di Pilpres 2024,” katanya.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkapkan, kampanye hitam juga sudah dirasakan Ganjar Pranowo. Ujaran kebencian yang bertujuan memojokkan Ganjar sudah bertebaran, terutama setelah pendeklarasian Gubernur Jawa Tengah itu sebagai bakal capres PDI-P pada 21 April lalu.
Hasto tidak menjelaskan detail contoh kampanye negatif itu. Namun, beberapa waktu terakhir, media sosial dipenuhi lontaran, antara lain, mengenai Ganjar dan menonton video porno.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Hasto Kristiyanto
Hasto menduga kampanye hitam itu digaungkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk membendung peningkatan elektabilitas Ganjar. Serangan itu pun menunjukkan adanya kekhawatirkan akan tingkat keterpilihan Ganjar.
Pelaksana Tugas Sekjen Partai Nasdem Hermawi F Taslim juga melihat bakal capres yang diusung oleh partainya, Anies Baswedan, paling banyak mendapat serangan kampanye hitam. Serangan berbau SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) terhadap Anies dirasakan Nasdem sejak awal berkeliling Indonesia untuk mengenalkan bakal capres pada Oktober 2022.
Tidak sedikit lontaran, terutama di media sosial, yang mengungkit-ungkit asal-usul Anies. ”Mengarab-arabkan Anies. Jelas itu bentuk kampanye hitam. Sungguh menyedihkan. Dunia sudah maju seperti ini, tetapi politisi kita masih jualan barang primitif. Dan, celakanya barang itu tetap laku,” ucap Hermawi.
Adu gagasan
Sadar akan bahaya kampanye hitam, Hermawi mengajak semua pihak beranjak dari cara-cara primitif, seperti kampanye hitam, ke upaya yang lebih modern, beradab, dan bermartabat dalam berkompetisi politik, yakni adu gagasan.
Munculnya kampanye hitam menunjukkan negara ini belum siap naik kelas dalam penyelenggaraan pemilu. Salah satu indikator naik kelas adalah proporsi ruang adu gagasan lebih besar ketimbang praktik kampanye hitam
Hasto sepakat, moralitas dan visi kebangsaan harus diutamakan dalam politik, seperti seruan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Karena itu, PDI-P memilih untuk lebih fokus menjalankan hal-hal yang positif daripada menanggapi kampanye hitam.
Dasco juga mengajak seluruh kader Gerindra agar tidak menghiraukan kampanye hitam. ”Marilah kita yakinkan rakyat, marilah kita mendekat kepada rakyat, dan jangan hiraukan serangan-serangan yang menurut kita tidak bermanfaat,” tuturnya.
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Gun Gun Heryanto, mengatakan, munculnya kampanye hitam menunjukkan negara ini belum siap naik kelas dalam penyelenggaraan pemilu. Salah satu indikator naik kelas adalah proporsi ruang adu gagasan lebih besar ketimbang praktik kampanye hitam.
Gun Gun mengingatkan, jika dilihat dari piramida penduduk, masyarakat awam lebih banyak dibandingkan dengan pemilih rasional. Karena itu, harus ada kepedulian dari semua kontestan, baik partai, calon anggota legislatif, maupun bakal capres, agar tidak merusak tatanan demokrasi dengan melakukan kampanye dan propaganda berbau SARA.
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Gun Gun Heryanto
”Jika isu SARA tidak digunakan dengan tepat, itu bisa membakar, bisa dieksploitasi untuk mobilisasi dukungan, karena memang ceruk pemilih primordial jumlahnya besar. Karena itu, butuh kehati-hatian dalam membawa isu SARA,” tuturnya.
Para elite, ujar dia, punya tanggung jawab sosial dan politik agar tidak menyebarkan mata rantai informasi bohong, ujaran kebencian, dan juga perundungan di dunia maya, serta doxing. Sebab, jika mata rantai itu tidak diputus, akan terjadi luka elektoral dan luka sosial.
”Kalau mata rantai itu terus dikuatkan di 2024, akan terjadi peneguhan konflik. Bisa jadi konflik aktual, bisa juga laten. Ini yang harus diperhatikan juga oleh para elite agar tidak terjebak oleh permainan politik yang kecenderungannya destruktif,” tutur Gun Gun.