Dari Panggung Musik, Mengingatkan Lagi untuk Melawan Korupsi
Dari atas panggung, para aktivis, akademisi, dan tokoh masyarakat menyuarakan keprihatinan atas maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Lembaga-lembaga pengawas pun dilemahkan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
Dari atas panggung, dengan mengambil tempat di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (9/12/2023) sore, para aktivis, akademisi, dan tokoh masyarakat dengan beragam latar belakang menyuarakan keprihatinan mereka atas maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Begitu pula keprihatinan terhadap masih banyaknya pelanggaran hak asasi manusia di berbagai tempat.
Acara yang dibungkus dengan pertunjukan musik ini diinisiasi Aliansi Selamatkan Demokrasi Indonesia (ASDI) ini ditujukan untuk memperingati Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh setiap 9 Desember dan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia yang jatuh pada 10 Desember.
Acara Panggung Rakyat bertajuk ”Bongkar” ini pun diikuti banyak orang. Orang tua dan muda menyemut ke depan panggung ketika acara dimulai. Kebanyakan dari penonton berpakaian gelap atau hitam.
Sebelum masuk, setiap pengunjung yang membawa tas diperiksa terlebih dahulu agar tidak membawa atribut politik ke dalam acara. Saat menuju area panggung, pengunjung disuguhi potret para aktivis yang hingga kini tidak diketahui rimbanya atau meninggal ditembak aparat, antara lain Wiji Thukul, Elang Mulia Lesmana, Petrus Bima Anugerah, dan Yani Afrie.
Aktivis HAM yang juga Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menggugah penonton dengan yel-yel, ”Hidup rakyat, hidup korban, jangan diam, dan lawan”.
”Kita berkumpul karena demokrasi kita direpresi, lembaga-lembaga pengawas dilemahkan, lembaga pengadilan dikebiri. Kasus Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Budi Pego, Mama Yosepha, Gunretno, Gunarti, dan terakhir kasus Butet Kartaredjasa memperlihatkan kekuasaan sedang resah karena rakyatnya bicara,” ujar Usman.
Dalam orasinya, ia mengajak penonton untuk merebut kembali demokrasi. Demokrasi telah dibelokkan dari jalur yang seharusnya melalui praktik nepotisme. (Ikrar Nusa Bhakti)
Kemudian tampil bergantian Fajar Merah, putra Wiji Thukul, yang membacakan puisi buatan ayahanda berjudul ”Momok Hiyong”. Puisi tersebut menceritakan tentang demokrasi dan hak asasi yang dipermainkan dan diperlakukan sesuka hati dan tidak segan mengorbankan rakyat.
Dalam orasinya, akademisi Ikrar Nusa Bhakti mengajak penonton untuk merebut kembali demokrasi. Menurut Ikrar, demokrasi telah dibelokkan dari jalur yang seharusnya melalui praktik nepotisme yang dilakulan penguasa. Padahal, katanya, reformasi yang terjadi 25 tahun lalu diperjuangkan demi memberantas KKN. Namun, rupanya KKN masih ada hingga saat ini.
Ikrar pun mengajak penonton agar pada pemilu mendatang tidak memilih calon pemimpin yang memiliki rekam jejak sebagai pelanggar HAM dan pelaku KKN. ”Kita sendiri yang harus menentukan siapa yang akan memimpin negeri ini,” tegas Ikrar.
Pada kesempatan itu, ekonom senior Faisal Basri menyampaikan kegelisahannya atas kondisi Indonesia saat ini yang dinilai memprihatinkan karena digerogoti praktik korupsi. Indonesia, kata Faisal, ibarat sebuah rumah yang tiang-tiangnya rapuh dan goyah karena diserbu koruptor yang diumpamakan sebagai rayap dan kecoak.
Menurut Faisal, jika tidak dihentikan, rumah Indonesia bisa ambruk karena ulah koruptor. Oleh karena itu, Faisal mengajak generasi muda untuk mencegah agar hal itu jangan sampai terjadi.
Kita sendiri yang harus menentukan siapa yang akan memimpin negeri ini.
”Rumah indonesia sudah dimasuki rayap, kecoak, yang menghancurkan demokrasi. Mereka ingin menciptakan kerajaan melalui instrumen demokrasi. Mudah-mudahan, dentuman drum dan teriakan para musisi membuat kecoak dan rayap itu menjadi kuyu sekujur tubuhnya dan lari keluar dari rumah Indonesia ini,” tutur Faisal.
Selain orasi, acara peringatan Hari Antikorupsi dan HAM sedunia tersebut juga diisi pertunjukan musik oleh beragam musisi, seperti Kotak, PAS Band, The Black Stones Band, Anto Baret & Andi Malewa. Selain itu, musisi lain yang tampil adalah Once Mekel, Iwa K, Young Lex & Friends, Tony Q, Marjinal, Endank Soekamti, Jamrud, dan Horja Bius.
Ketua panitia acara tersebut, Raiden Soedjono, mengatakan, kegiatan panggung rakyat bertajuk ”Bongkar” itu bertujuan untuk mengingatkan tentang bahaya korupsi. Seiring dengan itu, pesan berikutnya adalah memberi pemahaman tentang pentingnya penghormatan terhadap HAM.
Kegiatan panggung rakyat bertajuk ’Bongkar’ itu bertujuan untuk mengingatkan tentang bahaya korupsi.
”Hak asasi manusia sebagai pilar penting demokrasi sebagaimana deklarasi hak asasi yang sudah diratifikasi,” katanya dalam keterangan pers ASDI.
Menurut Raiden, acara tersebut tidak dimaksudkan untuk kepentingan politik praktis Pemilu 2024. Sebaliknya, acara tersebut diharapkan dapat mengingatkan para pemimpin bangsa agar menempatkan pemberantasan korupsi dan penegakan HAM sebagai agenda prioritas.