Demokrasi Dinilai Kian Memprihatinkan, Publik Jadi Oposisi Alternatif
Ada dua hal yang belum selesai dari reformasi, yakni penegakan HAM dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Fenomena politik belakangan seolah memanggil kembali aktivis-aktivis yang dulu berjuang.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi masyarakat sipil menilai, kondisi demokrasi kian memprihatinkan. Hal itu sejalan dengan memburuknya penegakan korupsi dan perlindungan hak asasi manusia. Mereka menilai momentum ini perlu dimanfaatkan untuk menjadikan publik sebagai oposisi alternatif.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, Kamis (7/12/2023), mengatakan, demokrasi di Indonesia tengah dalam proses resesi yang ditandai dengan melemahnya kebebasan berekspresi. Tidak adanya oposisi aktif di parlemen juga membuat kekuasaan berjalan tanpa kontrol.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
”Masyarakat sipil harus menjadi oposisi alternatif, publik harus mengawal kekuasaan yang semakin menyimpang. Apabila dikaitkan dengan fenomena politik belakangan, Indonesia dibayangi pemilu pertama yang tidak jujur dan adil sejak jatuhnya kepemimpinan Presiden ke-2 Soeharto,” ujar Usman Hamid dalam konferensi pers Panggung Rakyat bertajuk ”Bongkar” di Jakarta.
Adapun panggung rakyat itu merupakan kolaborasi jejaring komunitas seniman, budayawan, akademisi, mahasiswa, aktivis, pegiat antikorupsi, pejuang hak asasi manusia (HAM), korban pelanggaran HAM, dan tokoh masyarakat. Agenda orasi kebangsaan dan konser musik itu, menurut rencana, diselenggarakan di Stadion Madya Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (9/12/2023).
Usman melanjutkan, iklim demokrasi yang diwarnai kriminalisasi dan intimidasi menunjukkan Indonesia bergerak mundur ke arah Orde Baru. Kesadaran masyarakat perlu dibangkitkan dan mengembalikan kembali marwah negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi.
Ekonom senior Faisal Basri berpandangan, kapal demokrasi Indonesia sedang oleng. Ada pihak yang sedang merusak demokrasi melalui undang-undang dan aturan-aturan. Para seniman dan budayawan harus kembali bergerak dan membangkitkan kesadaran masyarakat.
Demokrasi berjalan mundur seiring dengan menurunnya penegakan korupsi nasional. Padahal, tanpa penegakan korupsi yang mumpuni, perlindungan HAM sejati tidak akan diraih.
”Perjuangan reformasi belum usai. Pihak-pihak yang dilawan saat reformasi kini menyusup dan menggerogoti nilai-nilai demokrasi hingga tingkat daerah. Rekayasa Mahkamah Konstitusi contohnya,” ujarnya.
Dalam agenda panggung rakyat ”Bongkar” mendatang, Faisal berharap seluruh elemen masyarakat dapat mengikutinya, khususnya kalangan budayawan. Ia menyinggung berbagai gerakan besar yang terjadi di Indonesia selalu diilhami dengan narasi kebudayaan.
Menurut Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko, demokrasi Indonesia sedang berjalan mundur secara cepat. Langkah mundur itu serentak dengan rendahnya pemberantasan korupsi dan perlindungan HAM di Tanah Air.
”Demokrasi berjalan mundur seiring dengan menurunnya penegakan korupsi nasional. Padahal, tanpa penegakan korupsi yang mumpuni, perlindungan HAM sejati tidak akan diraih,” ujarnya.
Danang menyinggung dua pegiat HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, yang menjalani proses persidangan akibat diksi ”lord” dalam kontennya. Sementara substansi kontennya diabaikan. ”Ada banyak kasus serupa. Ada pula berbagai program pembangunan memunculkan banyak korban tanpa penghargaan terhadap HAM, maka banyak korban berjatuhan,” ujarnya.
Panggilan kembali
Aktivis reformasi 1998, Ririn Sefsani, menyampaikan, ada dua hal yang belum selesai dari reformasi, yakni penegakan HAM dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Fenomena politik belakangan seolah memanggil kembali aktivis-aktivis yang dulu berjuang.
”Hari ini, kita dihadapkan situasi serupa (reformasi 1998) yang kembali. Ini menjadi tugas sejarah. Luka yang ditimbulkan melalui praktik-praktik penguasa saat ini tidak hanya melukai akal sehat, tetapi juga berdampak pada generasi masa depan,” ujarnya.
Panggung rakyat ”Bongkar” bisa dimanfaatkan untuk berkonsolidasi semua pihak yang kritis dan tengah berjuang demi demokrasi. Ini menjadi momentum untuk membangkitkan panggung rakyat di daerah-daerah di tengah pembungkaman suara-suara kritis.
Menurut rencana, panggung rakyat pada Sabtu (9/12/2023) akan dikemas melalui kolaborasi seni, seperti foto-foto kerusuhan Mei 1998 dan pelanggaran HAM yang pernah terjadi, konser musik, dan orasi kebangsaan.
Acara itu turut menghadirkan musisi antara lain Kotak, Endank Soekamti, Tony Q Rastafara, Jamrud, Dead Squad, Pas Band, Iwa K, dan Young Lex. Selain musisi, ada pula ratusan nama yang berasal dari kalangan akademisi, seniman, budayawan, aktivis, dan tokoh masyarakat.