Jika Terpilih, Ganjar Diminta Perhatikan Kesultanan untuk Lestarikan Adat
Dalam kunjungan ke Kutai, Ganjar diminta terbitkan perpres untuk menambah anggaran bagi kesultanan-kesultanan di Nusantara. Ganjar mengatakan, kesultanan di Nusantara harus diperhatikan karena mereka menjaga keberagaman.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
KUTAI KARTANEGARA, KOMPAS — Jika nanti memenangi Pemilihan Presiden 2024, calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo, diminta untuk lebih memperhatikan kesultanan yang berfungsi untuk mempertahankan adat, adab, seni, dan budaya di Nusantara. Mantan Gubernur Jawa Tengah itu diminta menerbitkan peraturan presiden untuk menambah alokasi anggaran bagi kesultanan-kesultanan yang sah.
Permintaan itu disampaikan oleh kalangan masyarakat adat setempat saat Ganjar berkunjung ke Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rabu (6/12/2023). Dalam kunjungan itu, Ganjar disambut oleh Yang Mulia Sultan Adji Muhammad Arifin Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XXI Ratu Sekar Asih. Dalam kunjungan itu, Ganjar didampingi oleh Ketua DPD PDI-P Kalimantan Timur Safaruddin dan jajaran DPD PDI-P Kalimantan Timur.
Kesempatan itu turut dihadiri Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah, Pangeran Adi Prawiro, jajaran DPC PDI-P Kabupaten Kutai Kartanegara, Wakil Bupati Kutai Kartanegara Rendy Solihin, kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura Adji Pangeran Adi Putra, dan para tamu lain.
”Dengan segala hormat, kami mohon agar kiranya ketika Bapak memimpin negeri ini diterbitkan perpres untuk alokasi anggaran bagi kesultanan-kesultanan yang sah di Nusantara ini sehingga kami dalam mempertahankan adat, adab, seni, dan budaya di masing-masing kesultanan Nusantara terus terjaga," kata Sultan Notonegoro, Juru Bicara Kesultanan Kutai Kartanegara.
Menurut dia, bangsa yang mampu bertahan di Industri 4.0, era teknologi dan informasi atau yang era VUCA (volatility, uncertainty, complexity, ambiguity) adalah bangsa yang menjaga budayanya. Negara maju seperti Jepang dan Korea bertahan karena menjaga nilai-nilai luhur kekaisaran, di antaranya kejujuran, hormat, kerja keras, dan disiplin.
Adapun nilai-nilai dasar fondasi Kesultanan Kutai Kartanegara adalah mengutamakan adab. Adab lebih utama dibandingkan ilmu sehingga orang diminta mempelajari adab sebelum ilmu. Hal itu juga sesuai dengan ajaran agama Islam.
”Seorang calon pemimpin hendaklah dilihat dari adabnya. Ketika ia menunjukkan sosoknya sebagai seseorang yang menjunjung tinggi adab, maka layaklah dia dipilih sebagai seorang pemimpin. Sebaiknya, sosok calon pemimpin yang layak diberikan amanah untuk memimpin negeri,” imbuh Notonegoro.
Ia menambahkan, sosok pemimpin ke depan juga harus mengedepankan adab karena dengan adab itulah yang bersangkutan akan lebih mampu menempatkan diri dengan baik dan benar. Selain itu, pemimpin juga harus mampu menempatkan orang-orang yang dipimpinnya dengan baik dan benar pula sehingga bisa mewujudkan Indonesia Emas 2045.
”Pada 2045, Indonesia diprediksi menempati peringkat empat besar dunia, sejajar dengan negara-negara maju di dunia,” ujarnya.
Notonegoro menuturkan, Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura memiliki makna strategis dalam ikatan sejarah yang tak terpisahkan dengan Republik Indonesia. Dalam hal ini, Kesultanan Kutai merupakan salah satu dari sejumlah kesultanan yang berdiri di Nusantara sejak dahulu hingga akhirnya Republik Indonesia berdiri.
Notonegoro menuturkan, Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura memiliki makna strategis dalam ikatan sejarah yang tak terpisahkan dengan Republik Indonesia.
Notonegoro menambahkan, Kutai Kartanegara adalah kerajaan tertua di Indonesia. Kesultanan Kutai Kartanegara berawal pada abad ke-4 Masehi dan mencapai kejayaannya pada masa kepemimpinan Raja Mulawarman. Namun, kesultanan itu mengalami keruntuhan pada masa pemerintahan Maharaja Dharma Setia. Keruntuhan raja terakhir dalam singgasana Hindu itu gugur dalam peperangan di tangan Sinum Panji Mendapa, pangeran dari Kesultanan Kutai yang memeluk agama Islam. Akhirnya, dua kerajaan itu pun digabung dan menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Islam berkembang pesat kemudian di kerajaan baru ini.
Namun, seiring berjalannya waktu, juga terjadi beberapa kali pertempuran, yaitu di masa raja ke-15 Kutai Kartanegara, Aji Imbut, yang memindahkan kerajaan ke Tepian Pandan pada tahun 1782. Tepian Pandan pun kemudian berganti menjadi Tangga Arung, berarti ’rumah raja’, yang kini dikenal sebagai Tenggarong.
Sampai saat ini, baik trah maupun artefak Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura masih terjaga dengan baik. Empat fondasi yang disebut buncu pasak bumi itu adalah adat, adab atau tata krama, berbudaya sendiri, dan bersyariat agama. Mereka juga menjunjung tinggi falsafah ”Hidup Berkalang Amanah, Mati Berkalang Tanah, Binika Tunggal Suaka”.
Saat dimintai tanggapan soal itu, Ganjar mengatakan, ada banyak sekali kesultanan dan keraton yang masih hidup. Kesultanan dan keraton itu ada yang masih eksis, ada yang otonom dan cukup mandiri, tetapi masih banyak juga yang membutuhkan perhatian. Jika memang pemerintah dan masyarakat mencintai budaya, leluhur, maka membantu pendanaan kesultanan sifatnya wajib.
”Sebenarnya saya punya praktik, kalau saya ceritakan tadi setidaknya beberapa kerajaan yang ada di Jateng waktu saya jadi gubernur. Itu setiap tahun rutin kami bantu, tiap tahun. Maka, kalau hari ini ada suara yang muncul dari Kesultanan Kutai Kartanegara, sebenarnya itu mirip dengan kesultanan yang lain, termasuk kerajaan yang lain,” kata Ganjar.
Dalam kunjungan ke Nusa Tenggara Barat, Ganjar menyampaikan, dirinya juga memperoleh aspirasi yang sama ketika berkunjung ke kerajaan dan kesultanan setempat. Aspirasi itu akan ditampung dan akan dilaksanakan.
Dalam sambutannya, Ganjar menyebut keberagaman, adat istiadat, dan adab sangat penting bagi perkembangan Indonesia. Dalam kampanye yang dimulai dari wilayah Indonesia timur, ia pun banyak melihat keragaman budaya itu. Ia sepakat bahwa kesultanan dan kerajaan di Nusantara harus diperhatikan karena mereka berkontribusi untuk menjaga dan merawat keragaman serta adat istiadat.
”Seluruh kekayaan jika dikelola dengan baik akan menjadi potensi yang menjanjikan. Masukan akan menjadi catatan bagi kami untuk mengusahakan jangan sampai menjadi retorika semata,” ujarnya.
Saat berkunjung ke Kesultanan Kutai Kartanegara, Ganjar juga sempat menari tarian Ganjar-Ganjur bersama dengan para penari dan tokoh masyarakat. Tarian itu kerap ditampilkan untuk menyambut tamu kehormatan kesultanan.