Pemilih di Hong Kong dan Makau Hanya Bisa Memilih lewat Pos
KPU diminta mengantisipasi kendala dan potensi kecurangan dengan kemungkinan metode memilih di Pemilu 2024, bagi pemilih di Hong Kong dan Makau hanya bisa melalui pos.
Oleh
IQBAL BASYARI, DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemilih di Hong Kong dan Makau berpotensi hanya bisa menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2024 melalui metode pos. Ini karena pemerintah setempat tidak memberi rekomendasi penyelenggaraan pemungutan suara di luar area konsulat jenderal.
Terkait hal itu, penyelenggara pemilu diminta mengantisipasi kendala yang bisa menghambat penyaluran suara pemilih dan mengantisipasi potensi kecurangan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, di Jakarta, Selasa (28/11/2023), mengatakan, hingga saat ini Pemerintah China tidak memberikan rekomendasi pelaksanaan pemungutan suara ataupun pendirian tempat pemungutan suara (TPS) di luar area Konsulat Jenderal RI (KJRI) di Hong Kong. Hal ini karena pemungutan suara yang direncanakan berlangsung 13 Februari 2024—sehari lebih awal dari pemungutan suara dalam negeri—masih dalam suasana libur nasional tahun baru China yang jatuh pada 10 Februari 2024. Hal itu juga untuk menghindari terjadinya kerumunan berlebihan di tempat-tempat umum.
Akibatnya, rencana pendirian TPS, seperti pemilu terdahulu, untuk mengakomodasi 164.691 pemilih yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) di Hong Kong dan Makau tidak bisa dilakukan. Metode kotak suara keliling juga tidak bisa digunakan karena model pemberian suara tersebut juga menggunakan area publik. Izin dari Pemerintah China hanya diperuntukkan bagi pendirian TPS LN dalam area KJRI.
”Jika ada TPS LN di lokasi gedung KJRI, berpotensi akan ada antrean pemilih yang panjang dan mengular hingga ke jalan utama kota Hong Kong, karena luas area gedung di Hong Kong pada umumnya sempit,” ujar Idham.
KPU, kata Idham, akan mengkaji rancangan kebijakan pemungutan suara melalui metode pos untuk pemilih di Hong Kong dan Makau. Sebab, metode pos jadi satu-satunya solusi setelah dua metode lain bagi pemilih di luar negeri, yakni TPS dan kotak suara keliling, tidak bisa digunakan.
Identifikasi potensi persoalan
Idham juga mengatakan, KPU mengidentifikasi potensi tidak semua surat suara lewat pos sampai ke pemilih. Mayoritas pemilih di Hong Kong dan Makau yang bekerja sebagai pekerja migran Indonesia mendaftarkan alamat kotak surat sesuai alamat rumah atau apartemen majikan. Surat suara yang dikirim ke alamat majikan belum tentu dibuka, bahkan terkadang majikan tidak memberikan surat suara dari kotak pos ke pekerja yang terdaftar dalam DPT.
Koordinator Advokasi Migrant CARE Siti Badriyah juga mengingatkan, sulit memastikan surat suara dikirimkan dan dikembalikan tepat waktu. ”Kalau pemungutan suara 100 persen lewat pos khawatirnya tidak dikembalikan tepat waktu. Karena mayoritas di sana pekerja rumah tangga jadi juga tergantung dari para majikannya,” kata Siti.
Selain itu, dia mengingatkan, pengiriman surat suara dengan pos juga rawan kecurangan, misalnya terjadi manipulasi hasil karena penghitungan suara tidak langsung dilakukan di TPS. Oleh karena itu, dia menekankan kerja-kerja pengawas pemilu harus benar-benar dioptimalkan.
Anggota Badan Pengawas Pemilu Lolly Suhenti saat ditemui di Jakarta mengakui potensi kerawanan dan pelanggaran cukup besar. Namun, pihaknya akan memastikan surat suara melalui pos itu tidak pernah dibuka sebelum dihitung. ”Pengawas TPS nanti akan berkomunikasi dan berkoordinasi dengan perwakilan RI yang ada di sana. Mereka akan stand by memastikan tidak ada perusakan surat suara dan surat suara terdistribusi dengan benar,” ujarnya.