Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto Fokus pada Pemilu, Papua, dan Bencana
Visi-misi Jenderal Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI adalah menjadikan TNI profesional, responsif, integratif, modern, dan adaptif.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panglima TNI resmi beralih dari Laksamana Yudo Margono ke Jenderal Agus Subiyanto. Dalam programnya, Agus memprioritaskan tiga isu utama, yakni penyelenggaraan pemilu, situasi di Papua, dan penanganan bencana alam. Ketiganya akan sejalan dengan visi-misi yang telah dirumuskan.
Serah terima jabatan Panglima TNI ditandai dengan seremoni penyerahan Panji TNI Tri Dharma Eka Karma dari Yudo ke Agus di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (22/11/2023). Agenda itu turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Keuangan Sri Mulyani; Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo; Wakil Menteri Pertahanan M Herindra; serta Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid.
Sejumlah alutsista TNI turut dipamerkan sebagai latar upacara, antara lain Meriam Howitzer TNI AL, Panser V 150 TNI AD, Anoa PMPP, Mistral TNI AD, APC Turangga TNI AU, dan Oerlikon Skyshield. Hadir pula enam satuan setingkat kompi, yaitu pasukan dari Polisi Militer, Komando Operasi Khusus, TNI AD, TNI AL, TNI AU, dan PNS.
Setelah serah terima jabatan, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto ditanya mengenai rencana atau target-target prioritasnya. Ia menyatakan, Indonesia tengah menghadapi tantangan Organisasi Papua Merdeka (OPM), bencana alam, dan pelaksanaan pemilu.
”Jadi, memang banglistra (perkembangan lingkungan strategis) yang Indonesia hadapi ada tiga, yaitu masalah OPM, bencana alam, dan Pemilu 2024. Ketiganya akan dimonitor selaras dengan visi-misi yang saya usung,” ujarnya.
Adapun visi-misi Agus bertajuk ”Prima”, yakni menjadikan TNI profesional, responsif, integratif, modern, dan adaptif. Program-programnya akan tetap diejawantahkan melalui kinerja Panglima TNI sebelumnya. Hal itu berupa TNI yang terorganisasi dengan baik, dilengkapi peralatan memadai, diberi pelatihan secara penuh, dan diupah dengan layak.
Saya dan Pak Yudo kemarin juga sudah memulai netralitas dan membuat posko di setiap wilayah. Ada posko pengaduan. Kalau ada prajurit TNI yang tidak netral, silakan diadukan ke posko tersebut.
Di Papua, TNI mengedepankan soft power atau operasi teritorial untuk mengambil hati masyarakat setempat. Pada saat bersamaan, TNI tetap mengerahkan kekuatan tempur (hard power) untuk menghadapi kombatan-kombatan dari OPM.
Respons cepat prajurit saat terjadi bencana alam akan dimodifikasi berupa peningkatan peralatan dan kemampuan. Setiap wilayah akan dilengkapi dapur lapangan dan ketersediaan air. Selain itu, peningkatan fasilitas berupa perahu berbahan fiber agar bisa masuk ke gang sempit tanpa khawatir kebocoran, seperti yang terjadi pada perahu karet.
Dalam isu pemilu, Agus menyatakan seluruh prajurit memegang teguh Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 7 Tahun 2017. Setiap anggota TNI dilarang berpolitik praktis. Mereka bisa dipidana satu tahun, ditegur komandan, dan didenda Rp 12 juta.
”Saya dan Pak Yudo kemarin juga sudah memulai netralitas dan membuat posko di setiap wilayah. Ada posko pengaduan. Kalau ada prajurit TNI yang tidak netral, silakan diadukan ke posko tersebut,” katanya.
Sementara itu, Yudo berpesan kepada Agus agar TNI tetap profesional, modern, dan tangguh dalam menjaga kedaulatan Indonesia. ”Saya mohon pamit dan mohon maaf apabila ada kekurangan saya selama menjadi Panglima TNI,” kata Yudo.
Catatan
Ketua MPR Bambang Soesatyo, yang juga hadir saat serah terima jabatan Panglima TNI, menyebutkan, TNI harus mampu meningkatkan kemampuan dan profesionalisme sekaligus pemenuhan kebutuhan alutsista. Apalagi, saat ini TNI memasuki tahap akhir penyelesaian kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF), 2020-2024.
Hingga 2023, kata dia, MEF yang tercapai baru sekitar 60 persen. Pada 2024, jumlah kekuatan alutsista MEF masing-masing matra TNI ditargetkan harus sudah bisa terpenuhi, yakni 100 persen.
”Antara lain TNI AD dengan 723.564 senjata ringan, 1.354 meriam/roket/rudal, 3.738 kendaraan tempur, dan 224 pesawat terbang. TNI AL dengan 182 kapal perang, 8 kapal selam, 100 pesawat udara, dan 978 kendaraan tempur marinir. Sementara TNI AU dengan 344 pesawat tempur, 32 radar, 72 peluru kendali, dan 64 penangkis serangan udara,” kata Bambang.