Yusrizki didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dalam kasus korupsi proyek menara BTS. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, Yusrizki disebut menerima Rp 2,5 juta dollar AS dan Rp 84,1 miliar.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktur Utama PT Basis Utama Prima, Muhammad Yusrizki Muliawan, mendapat perintah dari Johnny G Plate saat masih menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika untuk menjadi subkontraktor dalam proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika. Atas perannya itu, Yusrizki didakwa telah menerima uang 2,5 juta dollar AS dan Rp 84,1 miliar.
Hal itu terungkap dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum dalam perkara korupsi proyek BTS 4G Bakti Kemenkominfo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (16/11/2023). Surat dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum, yakni Bagus Kusuma Wardhana, Feraldy Abraham Harahap, Parade Hutasoit, Richard Lawalata, Frihesti Gina, Saefuddin, dan Joni.
Adapun sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dengan didampingi Dennie Arsan Fatrika dan Ali Muhtarom sebagai hakim anggota.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut, pada awal 2021, Johnny G Plate memerintahkan Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif bertemu dengan Muhammad Yusrizki Muliawan untuk membicarakan bisnis yang dapat dikerjasamakan dalam proyek pembangunan BTS 4G. Kemudian Anang bertemu dengan Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, dan menyampaikan perintah Johnny agar pekerjaan sistem daya dalam proyek pembangunan BTS 4G pada paket 1 sampai 5 diserahkan ke grup bisnis milik Yusrizki.
Selanjutnya, Yusrizki bertemu Anang dan menyampaikan tengah menjajaki bisnis dengan semua konsorsium pemenang proyek pembangunan menara BTS 4G agar menggunakan perusahaan rekanan Bakti. Yusrizki merekomendasikan PT Excelsia Mitraniaga Mandiri untuk pekerjaan paket 1 dan 2, PT Bintang Komunikasi Utama untuk pekerjaan paket 3, serta PT Indo Elektrik Instruments untuk pekerjaan paket 4 dan 5. Kontrak pun akhirnya ditandatangani dan ketiga perusahaan tersebut menjadi subkontraktor penyedia sistem daya yang meliputi penyediaan baterai dan panel surya.
”Padahal, seharusnya pekerjaan tersebut tidak boleh disubkontrakkan karena termasuk kategori pekerjaan utama,” kata jaksa.
Pada kenyataannya, lanjut jaksa, proyek tersebut tidak dapat diselesaikan sesuai rencana. Pada akhir Desember 2021, dari 4.200 lokasi, baru 32 lokasi yang dilakukan berita acara uji penerimaan (BAUP). Sementara uang yang dibayarkan pemerintah kepada konsorsium penyedia sebesar Rp 7,3 triliun.
Ketika kontrak diperpanjang dan jatuh tempo pada 31 Maret 2022, baru 1.188 lokasi yang dilakukan BAUP dengan jumlah BTS yang benar-benar bisa dimanfaatkan sebanyak 958 lokasi. Akibatnya, total kerugian yang dialami negara mencapai Rp 8,032 triliun.
Atas perbuatan yang disebut telah dilakukan secara bersama-sama tersebut, Yusrizki didakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lai,n atau korporasi. Yusrizki disebut telah menerima uang Rp 2,5 juta dollar AS dan Rp 84,1 miliar.
”Bahwa terdakwa Muhammad Yusrizki Muliawan secara bersama-sama telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,” ujar jaksa.
Atas perbuatannya, Yusrizki dijerat oleh jaksa penuntut umum dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Dakwaan Windi Purnama
Pada sidang yang sama, jaksa penuntut umum juga membacakan dakwaan terhadap Windi Purnama. Windi didakwa bersama dengan Anang, Irwan Hermawan, serta Galumbang Menak Simanjuntak melakukan perbuatan berupa menempatkan, mentransfer, mengalihkan, atau mengubah bentuk uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan menara BTS 4G. Windi menjadi pihak yang menerima uang dari konsorsium pelaksana ataupun subkontraktor sebagai bentuk uang komitmen.
Uang tersebut diterima atas sepengetahuan Irwan, Galumbang, dan Anang. Uang disimpan di dalam filing cabinet di kantor perusahaan Irwan di Jakarta Selatan dengan total Rp 243 miliar.
Kemudian, uang tersebut dibagikan kepada banyak pihak antara lain, Johnny G Plate, Anang, Feriandi Mirza, Elvano Hatorangan, Jennifer, Sadikin, Nistra Edward Hutahaean, Windu Aji Susanto dan Setyo, serta Dito Ariotedjo. Total uang yang dibagikan berjumlah Rp 236 miliar.
Windi pun didakwa telah menerima uang dari Irwan berjumlah Rp 200 juta, 3.000 dollar AS, serta Rp 500 juta. Uang tersebut digunakan untuk membayar angsuran rumah, keperluan hidup sehari-hari, dan biaya hidup Windi ketika berada di Manila pada Februari sampai Mei 2023.
”Sehingga seolah-olah harta kekayaan tersebut tidak ada kaitannya sebagai hasil tindak pidana korupsi pengadaan infrastruktur BTS 4G,” kata jaksa.
Windi didakwa dengan Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP subsider Pasal 4 UU yang sama, lebih subsider Pasal 5 UU yang sama.
Setelah pembacaan surat dakwaan tersebut, baik Yusrizki maupun Windi menyatakan tidak mengajukan nota keberatan. Oleh karena itu, sidang berikutnya langsung dilakukan dengan agenda pemeriksaan saksi pada minggu depan.