Masyarakat Sipil Kian Ragukan Netralitas TNI di Pemilu 2024
Penunjukan Panglima TNI punya aroma relasi dengan Pemilu 2024. Masyarakat sipil meragukan netralitas TNI pada Pemilu 2024. Sebagai Dandim Surakarta saat Jokowi jadi wali kota, Agus Subiyanto jadi ancaman netralitas.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Staf TNI Angkatan Darat atau KSAD Jenderal Agus Subiyanto yang disetujui oleh Komisi I DPR sebagai Panglima TNI dinilai masyarakat sipil sebagai ancaman bagi netralitas TNI dalam Pemilihan Umum 2024. Faktor politik kedekatan antara Agus dan Presiden Joko Widodo menjadi alasannya. Komisi I DPR seharusnya dapat memperkuat fungsi pengawasan yang berkaitan dengan akuntabilitas proses pemilihan panglima TNI.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Andi Muhammad Rizaldi mengatakan, tiga bulan jelang Pemilu 2024, Presiden menunjuk Jenderal Agus Subiyanto yang baru beberapa hari menjabat KSAD sebagai Panglima TNI. Penunjukan panglima tersebut sangat beraroma kuat memiliki relasi dengan Pemilu 2024.
Agus dikenal dekat dengan Presiden Jokowi. Sebab, Agus tak lain Dandim 0735/Surakarta tahun 2009-2011 ketika Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Selain Agus, saat itu juga ada Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo yang merupakan mantan Kapolresta Surakarta dan pernah menjadi ajudan Jokowi. Kini, Listyo menjabat sebagai Kepala Kepolisian Nasional Republik Indonesia.
”Artinya, sektor keamanan menjelang Pemilu 2024 mendatang akan diisi oleh ’geng Solo’ yang mana merupakan all President’s men-nya Jokowi. Hal ini tentu saja berbahaya. Sebab, TNI-Polri memegang peranan signifikan dalam melakukan pengamanan pemilu yang akan berlangsung 14 Februari 2024 mendatang,” kata Andi di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Menurut Andi, proses pemilihan atau penunjukan Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI itu tergolong begitu cepat, atau dengan kata lain sangat kilat. Pengusulan tersebut menimbulkan tanda tanya besar lantaran Agus baru saja mendapatkan promosi kenaikan pangkat menjadi KSAD pada 25 Oktober lalu menggantikan Jenderal Dudung Abdurachman yang memasuki masa pensiun.
Preseden tidak baik
Peneliti HAM dan sektor keamanan Setara Institute, Ikhsan Yosarie, sepakat dengan pernyataan Andi. Ikhsan mengatakan, proses cepat ini dapat menjadi preseden tidak baik bagi profesionalitas proses pemilihan panglima TNI ke depan. Sebab, Presiden sebagai Panglima TNI tertinggi secara sengaja menjadikan posisi kepala staf angkatan sebagai tempat persinggahan sesaat untuk memenuhi persyaratan sebagai Panglima TNI.
Berdasarkan ketentuan UU TNI, yang mana Panglima TNI diangkat dari perwira tinggi aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan.
”Berdasarkan ketentuan UU TNI, yang mana Panglima TNI diangkat dari perwira tinggi aktif yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf angkatan,” ujar Ikhsan.
Menurut Ikhsan, seharusnya Komisi I DPR dapat memperkuat fungsi pengawasan yang berkaitan dengan akuntabilitas proses pemilihan panglima TNI, termasuk proses cepat kilat dalam jabatan kepala staf angkatan yang hanya satu minggu antara pelantikan sebagai KSAD. Pengusulan sebagai calon tunggal panglima TNI ini kontraproduktif dengan upaya membangun profesionalitas proses pemilihan panglima TNI ke depan.
”Pemilihan panglima TNI seharusnya tetap menimbang rotasi antarmatra sebagai Panglima TNI, sebagaimana ketentuan Pasal 13 Ayat (4) UU TNI, yang mencerminkan kesetaraan tiap matra dan menghindari dominasi salah satu matra dalam kesatuan TNI,” katanya.
Pemilihan panglima TNI seharusnya tetap menimbang rotasi antarmatra sebagai Panglima TNI, sebagaimana ketentuan Pasal 13 Ayat (4) UU TNI, yang mencerminkan kesetaraan tiap matra dan menghindari dominasi salah satu matra dalam kesatuan TNI.
Oleh karena itu, proses kilat menuju jabatan Panglima TNI ini, lanjut Ikhsan, berpotensi menimbulkan aroma mekanisme pemilihan panglima TNI yang rentan diinfiltrasi kepentingan politik kekuasaan ketimbang demi kepentingan organisasi TNI. Terutama menimbang waktu pergantiannya yang mendekati kontestasi pemilu.
Secara terpisah, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Dave Laksono, mengatakan, tidak ada kendala bagi Komisi I DPR dalam menyetujui Agus sebagai Panglima TNI. Hal ini karena Agus sudah memegang banyak jabatan di tubuh TNI dengan kinerja yang baik secara keseluruhan.
Sebelum menjabat sebagai KSAD, Agus menjadi Wakil KSAD sejak tahun 2022. Sebelumnya, pria lulusan Akademi Militer (Akmil) tahun 1991 dari kecabangan infanteri (Kopassus) itu pernah menduduki sejumlah jabatan strategis di militer, mulai dari Dandim 0735/Surakarta tahun 2009-2011 hingga Komandan Pasukan Pengamanan Presiden pada 2020-2021. Karier militernya melejit setelah ia ditunjuk menjadi Pangdam III/Siliwangi pada 2021-2022.
Karena beliau cukup lama memegang banyak jabatan dalam tubuh TNI dan berhasil melakukan progres yang berdampak kepada kinerja TNI secara keseluruhan.
”Karena beliau cukup lama memegang banyak jabatan dalam tubuh TNI dan berhasil melakukan progres yang berdampak kepada kinerja TNI secara keseluruhan,” kata Dave.
Seusai menjalani uji kelayakan dan kepatutan Agus Subiyanto bersama Komisi I DPR pada Senin (13/11/2023), Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan, keputusan rapat internal Komisi I DPR diambil secara bulat menyetujui Agus sebagai Panglima TNI. ”Tidak ada catatan, hanya harapan. Adapun pesan-pesan yang dititipkan oleh Komisi I, di antaranya, adalah netralitas TNI, yang kedua profesionalitas prajurit, kemudian kesejahteraan prajurit,” ujar Meutya (Kompas, 14/11/2023).
Adapun salah satu yang dijanjikan Agus sebagai Panglima TNI adalah menjaga netralitas TNI dalam setiap tahapan Pemilu 2024. Selain itu, sinergitas dan soliditas TNI-Polri dalam mengamankan jalannya pemilu bakal diperkuat. Dengan demikian, kelangsungan roda pemerintahan dan stabilitas politik akan tetap terjaga. ”Saya sudah sampaikan kepada Komisi I bahwa koridornya sudah jelas bahwa netralitas TNI harga mati,” kata Agus.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf, mengatakan, dalam rangka mengawasi netralitas aparat, Komisi I DPR telah menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) Netralitas TNI dan Panja Netralitas Pemilu 2024. Panja itu akan mengawasi semua mitra kerja Komisi I, meliputi TNI, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.
”Harus diakui bahwa banyak pertanyaan anggota Komisi I, tak terkecuali dari Fraksi PKS, terkait isu netralitas TNI dalam pemilu kepada calon panglima saat fit proper test kemarin. Kami menyarankan untuk Panglima membuat pernyataan terbuka ke publik terkait netralitas itu, secara lebih rinci dan tegas hukumannya. Kami meminta ada juknis (petunjuk teknis) netralitas dan pelanggarannya,” katanya.