Revisi PKPU Pencalonan Presiden Cegah Potensi Sengketa Proses
Meski menutup peluang sengketa proses pencalonan, pengamat melihat tetap ada peluang permohonan dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU. Sebab, saat verifikasi dokumen persyaratan masih menggunakan PKPU.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dinilai dapat mencegah peluang munculnya sengketa proses dalam penetapan pasangan capres-cawapres. Sebab, aturan turunan tentang syarat calon disesuaikan dengan norma baru dari putusan Mahkamah Konstitusi.
Demikian disampaikan pengajar politik dari Universitas Sam Ratulangi, Ferry Daud Liando, saat dihubungi pada Rabu (1/11/2023).
Pada Selasa (31/10/2023) malam, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Kementerian Dalam Negeri beserta penyelenggara pemilu menyetujui rancangan perubahan PKPU No 19/2023 untuk direvisi dan diselaraskan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres).
Revisi dilakukan pada Pasal 13 Ayat (1) huruf q PKPU No 19/2023 terkait syarat calon. Dalam PKPU itu disebutkan syarat untuk menjadi calon presiden dan wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah, atau sesuai dengan putusan MK.
Hanya saja, menurut Ferry, tetap ada peluang permohonan dugaan pelanggaran administrasi yang dilakukan KPU. Sebab, KPU dalam melaksanakan verifikasi dokumen persyaratan masih menggunakan PKPU No 19/2023 yang belum memasukkan norma syarat calon hasil putusan MK.
Tahapan verifikasi administrasi itu telah berlangsung pada 19-28 Oktober dan hasilnya seluruh bakal capres-cawapres dinyatakan memenuhi syarat.
Kalau KPU menyatakan berkas pendaftaran Gibran memenuhi syarat ketika masih menggunakan PKPU No 19/2023, bisa saja dipersoalkan karena diduga melanggar secara administrasi.
Permohonan dugaan pelanggaran administrasi itu terutama karena bakal calon wakil presiden yang didaftarkan Koalisi Indonesia Maju (KIM), Gibran Rakabuming Raka, diloloskan KPU dengan hanya menggunakan norma dari putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Sebagai bakal cawapres yang usianya belum genap 40 tahun, pendaftaran Gibran mengacu pada putusan MK yang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah sehingga bisa memenuhi syarat calon.
”Kalau KPU menyatakan berkas pendaftaran Gibran memenuhi syarat ketika masih menggunakan PKPU No 19/2023, bisa saja dipersoalkan karena diduga melanggar secara administrasi,” tuturnya.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari menyatakan, KPU memang mengacu pada norma syarat calon yang diubah oleh MK dalam melaksanakan verifikasi dokumen persyaratan bakal capres-cawapres. Hal ini karena putusan MK langsung berlaku setelah dibacakan. Selanjutnya, revisi PKPU akan digunakan untuk melanjutkan tahapan pencalonan presiden dan wapres yang masih berjalan.
”PKPU hasil revisi digunakan untuk penetapan capres-cawapres pada 13 November mendatang,” katanya.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengatakan, DKPP mendukung langkah KPU merevisi PKPU No 19/2023. Sebab, putusan MK sudah berlaku sejak dibacakan sehingga diperlukan penyesuaian terhadap PKPU agar memberikan kepastian hukum dalam melaksanakan tahapan selanjutnya.