Presiden Jokowi Minta Aparat Netral, Tak Sembarang Cabut Atribut
Soal pencabutan atribut PDI-P di Bali beberapa waktu lalu, untuk ke depannya Presiden Jokowi meminta agar pemerintah daerah berkomunikasi dengan partai di daerah. Hal itu untuk menghindari terjadinya miskomunikasi.
Oleh
NINA SUSILO, NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mengingatkan aparatur sipil negara dan TNI-Polri agar betul-betul menjaga netralitas dalam menghadapi Pemilu 2024. Pencabutan atribut partai diharap didahului komunikasi dengan pengurus partai di daerah.
”Saya tadi memperoleh informasi dari Gubernur Provinsi Bali mengenai kemarin ada pemindahan atribut-atribut partai dari lokasi di mana saya datang. Ini perlu saya sampaikan bahwa pemerintah daerah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/pemerintah kota, pemerintah pusat, semua harus netral. ASN semua harus netral. TNI semua harus netral. Polri semua harus netral,” tutur Presiden kepada wartawan di sela-sela peninjauan jalan tol Balikpapan-Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Rabu (1/11/2023).
Presiden Jokowi pun meminta pencabutan atribut partai didahului dengan komunikasi dengan pengurus partai di daerah. ”Oleh sebab itu, pemindahan beberapa atribut partai-partai itu mestinya, pemerintah kabupaten, kota, serta provinsi minta izin kepada pengurus partai di daerah. Berkomunikasi dengan pengurus partai di daerah. Jangan sampai nanti terjadi miskomunikasi dan menjadikan semuanya tidak baik,” tuturnya.
Pada Selasa (31/10/2023) lalu, saat Presiden Jokowi mengunjungi SMK Negeri 3 Sukawati, Pasar Bulan, dan Balai Budaya Batubulan, Bali, sejumlah petugas satuan polisi pamong praja mencabut atribut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di daerah itu. Atribut capres-cawapres yang diusung PDI-P, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, yang terpasang di daerah itu juga dicabut. Pencabutan atribut juga dilakukan di kawasan Renon, Denpasar.
Kepala Satpol PP Bali Nyoman Rai Dharmadi mengatakan, pencabutan atribut itu merupakan perintah Penjabat Gubernur Bali Made Mahendra Jaya.
Saat ditanyakan apakah tindakan pencabutan atribut dinilai sebagai tindakan tidak netral, Presiden enggan menjawab. ”He-he-he. Komunikasi dengan pengurus partai, izin dengan pengurus partai di daerah supaya tidak terjadi miskomunikasi, ya,” tuturnya.
Bila pemasangan atribut dinilai melanggar tata kota, lanjutnya, semua menjadi urusan pemerintah daerah.
Ketua DPP PDI-P Komarudin Watubun menegaskan, Bali merupakan ”kandang” PDI-P.
Secara terpisah, Ketua DPP PDI-P Komarudin Watubun menegaskan, Bali merupakan ”kandang” PDI-P. Untuk itu, jika ada pencopotan baliho pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagaimana terjadi di Bali, hal tersebut harus diinvestigasi lebih lanjut.
”Bali itu, kan, kita tahu Bali itu sarangnya ’banteng’ (PDI-P), kandangnya ’banteng’. Jadi kalau ada yang berani melakukan tindakan begitu, itu kita harus segera melakukan investigasi ke bawah. Karena itu, saya bisa melihat itu sebagai sebuah provokator. Masa di kandang orang bisa berani sekelas itu,” ujar Komarudin.
Komarudin mengaku geram terhadap aksi pencopotan baliho pasangan Ganjar dan Mahfud MD. Ia pun mengingatkan setiap pihak agar tak mengganggu PDI-P.
”’Banteng’ ini kalau diam, jangan diganggu, karena kalau dia bangun, dia brutal itu. Jadi ’banteng’ itu nggak ada cengeng-cengeng itu. Cuma kalau dia diam, jangan diganggu, itu berbahaya,” ucap Komarudin.
Sudah kembali terpasang
Melalui keterangan tertulis, Mahendra menyebutkan fakta di lapangan tidak sama dengan narasi pencopotan baliho dan atribut yang terkesan tendensius.
”Faktanya tidak demikian (pencopotan). Buktinya di Kota Denpasar bisa dilihat masih banyak baliho, bendera, dan atribut terpasang di sepanjang jalan di Batubulan hingga lokasi acara kunker,” kata Mahendra.
Menurut Made Mahendra Jaya, yang dilakukan satpol PP setempat hanyalah menggeser sementara baliho capres atau alat peraga sosialisasi dan atribut partai, terutama yang berada di sekitar lokasi kunjungan kerja Presiden Jokowi. Hal ini bertujuan murni untuk estetika saat Presiden menyambangi lokasi kunjungan kerja.
”Setelah acara kunjungan kerja Presiden RI selesai, alat sosialisasi dan baliho tersebut akan dikembalikan,” tutur Mahendra.
Mahendra juga menekankan bahwa penertiban sementara alat peraga atau sosialisasi di lokasi kunjungan kerja Presiden tersebut berlaku sama untuk semua baliho atau atribut, tanpa memandang capres-cawapres, partai, ataupun calon anggota legislatif mana pun selama berada dalam radius yang ditentukan.
Mahendra menegaskan, tidak ada maksud selain menjaga agar acara kunjungan kerja resmi Kepala Negara berjalan lancar dan baik. ”Dan, saat ini, baliho atau atribut yang sempat ditertibkan sudah dipasang kembali seperti sebelumnya,” ujarnya.
Sementara itu, Pangdam IX Udayana Mayjen TNI Harfendi dalam kesempatan yang sama juga menanggapi adanya anggota TNI serta Polri yang terlihat dalam proses penertiban baliho dan atribut tersebut. Ia mengatakan hal itu memang sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) pengamanan Kepala Negara, yakni dandim sebagai komandan kompleks dan polres sebagai wakil komandan kompleks hadir di lokasi kunjungan kerja.
”Jadi, pihak dandim dan polres memang yang bertugas di sana sesuai SOP pengamanan kedatangan RI 1,” ujar Harfendi.