Penyelesaian Kasus HAM Masa Lalu Tak Tertera di Program Prabowo-Gibran
Bakal capres-cawapres, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, menyebut komitmen penyelesaian kasus HAM masa lalu di visi-misi mereka. Namun, Prabowo-Gibran belum ada.
JAKARTA,KOMPAS — Pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak menyebutkan soal nasib penyelesaian kasus-kasus hak asasi manusia masa lalu dalam dokumen visi, misi, dan program kerja mereka jika kelak terpilih di Pemilihan Presiden 2024.
Hal ini berbeda dengan kompetitornya, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Meski demikian, sejauh mana kedua pasangan ini betul-betul berkomitmen untuk menyelesaikan kasus-kasus tersebut, termasuk penyelesaian secara hukum, masih perlu diuji.
Dalam dokumen visi, misi, dan program dari Prabowo-Gibran, komitmen terkait HAM termasuk dalam salah satu program kerja pasangan ini.
Di dalamnya ada lima poin, yakni melindungi HAM seluruh warga negara dan menghapus praktik diskriminasi; memastikan setiap kebijakan bersifat inklusif dan berperspektif jender, serta memprioritaskan upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; dan memprioritaskan pembuatan undang-undang yang terkait dengan perlindungan perempuan dan anak serta memperkuat penegakan hukum.
Baca juga: ”Pertarungan Simbolis” dalam Visi dan Misi Bakal Capres-Cawapres
Adapun dua lainnya memberikan jaminan pemenuhan hak dasar bagi fakir miskin, anak telantar, warga lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentang lainnya, serta memperkuat perlindungan tenaga kerja Indonesia, terutama di luar negeri. Namun, tak ada satu pun yang menyinggung soal kelanjutan penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu.
Hal berbeda terlihat dalam dokumen visi, misi, dan program dari Anies-Muhaimin. Komitmen penyelesaian kasus HAM disebutkan dan berbunyi, akan menguatkan lembaga HAM nasional, menuntaskan kasus pelanggaran HAM, dan mendorong pemulihan sosial-ekonomi korban pelanggaran HAM.
Komitmen serupa tertuang dalam dokumen visi, misi, dan program dari Ganjar-Mahfud. Bunyi dari komitmen itu, akan terus berupaya untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM secara berkeadilan, utamanya terhadap kasus pelanggaran HAM yang menjadi beban peradaban bagi bangsa dan negara.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid saat dihubungi, Senin (30/10/2023), melihat baru dua pasangan capres-cawapres yang memiliki komitmen untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM masa lalu dan menuangkannya dalam dokumen visi, misi, dan programnya. Meski demikian, komitmen itu pun masih perlu diuji.
”Yang perlu dipertajam, seberapa kuat kemauan mereka menyelesaikan kasus HAM berat masa lalu secara komprehensif, termasuk pendekatan yudisial. Itu saya kira ujiannya,” katanya.
Ia mengingatkan, kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu penting dituntaskan karena menyangkut keadilan bagi mereka yang telah kehilangan hak-haknya di masa lalu. Hal itu juga penting karena menyangkut moralitas kolektif masyarakat bangsa di masa depan.
Bangsa ini memerlukan masa depan baru dalam arti berpijak pada sejarah pelanggaran HAM masa lalu yang jujur mengakui sisi kelamnya. Hal ini pula yang bisa mencegah pelanggaran HAM berat terulang di masa depan. ”Itu sangat mungkin berulang. Ini yang ingin dipastikan, ada jaminan peristiwa masa lalu tidak terulang di masa depan,” ujarnya.
Terkait tak disebutkannya komitmen untuk menyelesaikan kasus HAM masa lalu, kubu partai politik pendukung Prabowo-Gibran membantah hal itu menunjukkan bahwa pasangan yang mereka dukung tak menjadikan penegakan hukum dan HAM menjadi perhatian jika kelak terpilih.
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfudz Siddiq mengungkapkan, roh dari visi dan misi Prabowo-Gibran adalah mengakselerasi capaian-capaian pemerintah sebelumnya. Karena itu, penegakan hukum dan HAM juga tetap menjadi perhatian. Peristiwa masa lalu akan dijadikan pelajaran, tetapi jangan sampai menghambat target Indonesia Emas 2045.
Akan dimasukkan
Wakil Ketua Umum Partai Prima Alif Kamal Haladi menambahkan, komitmen Prabowo-Gibran sebenarnya sama dengan kandidat lain terkait penuntasan kasus HAM masa lalu. Namun, hal tersebut belum terlalu dirinci dalam dokumen visi misi yang telah diserahkan ke KPU.
”Nanti (dokumen) yang finalnya akan dimasukkan kembali oleh tim kampanye dan tim pakar. Kan, masih ada waktu perubahan terkait poin visi-misi, termasuk soal (penuntasan) pelanggaran HAM (akan kami masukkan). Jadi, (dokumen visi misi) masih bisa diubah, masih ada proses finalisasi,” ujarnya.
Prabowo ditegaskannya memiliki komitmen serupa untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu. Terlebih upaya penyelesaian kasus-kasus itu telah pula dirintis oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dan telah menjadi komitmen Prabowo untuk melanjutkan program-program Jokowi. ”Jadi, enggak benar Pak Prabowo tidak mau menuntaskan pelanggaran HAM,” tegas Alif.
Baca juga: Agenda Pemberantasan Korupsi Capres Belum Sentuh Akar Persoalan
Sementara itu, bagi pasangan Anies-Muhaimin, menurut Ketua DPP Partai Nasdem Taufik Basari, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dipandang sebagai tanggung jawab negara. Oleh karena itu, komitmen untuk menyelesaikan kasus-kasus itu dituangkan dalam visi, misi, dan program kerja Anies-Muhaimin.
”Jika (tanggung jawab negara) tidak dijalankan, bisa mengarah pada negara yang gagal menjalankan tugas konstitusional,” katanya.
Namun, sejauh apa komitmen itu kelak akan ditunaikan, pasangan Anies-Muhaimin akan terlebih dulu mengevaluasi kebijakan yang telah dijalankan pemerintah selama ini.
Adapun Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat yakin, komitmen Ganjar-Mahfud menyelesaikan kasus HAM seperti tertuang dalam dokumen akan bisa terlaksana jika pasangan ini terpilih. Apalagi ada Mahfud yang di periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi diminta untuk menangani penyelesaian kasus-kasus HAM berat masa lalu. Jadi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan itu diyakininya paham betul tantangan dan cara untuk menyelesaikan kasus-kasus itu.
”Jadi memang, Pak Mahfud ini ditugasin khusus (menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu). Ketika diskusi sama Ibu Ketua Umum (PDI-P Megawati Soekarnoputri), ini pendekar hukum, ini pembela wong cilik,” katanya.
12 kasus HAM masa lalu
Berdasarkan catatan Kompas, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menetapkan 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di Indonesia, yakni peristiwa 1965-1966; penembakan misterius 1982-1985; Talangsari, Lampung, 1989; Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh, 1989; penghilangan orang secara paksa 1997-1998; kerusuhan Mei 1998; Trisakti; dan Semanggi I-II 1998-1999. Kasus lain, pembunuhan dukun santet 1998-1999; Simpang KKA, Aceh, 1999; Wasior, Papua, 2001-2002; Wamena, Papua, 2003; dan Jambo Keupok, Aceh, 2003.
Di periode kedua pemerintahan Jokowi, Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (Tim PPHAM) dibentuk. Salah satu rekomendasi tim itu ialah mempercepat realisasi pemulihan dan pemenuhan hak korban. Hal ini sudah mulai dijalankan pemerintah untuk kasus Aceh. Pemerintah juga memberi kemudahan bagi para eksil korban peristiwa 1965 di luar negeri untuk kembali ke Tanah Air. Kemudahan seperti dalam memperoleh visa masuk, termasuk izin tinggal.
Adapun dari sisi penegakan hukum, penyelesaian sebagian besar kasus HAM berat masa lalu masih terganjal. Kejaksaan Agung masih kesulitan memprosesnya karena kurangnya alat bukti.
Sementara itu, komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menuturkan, Komnas HAM sedang membaca dan menganalisis dokumen visi-misi bakal capres-cawapres. Jika sudah selesai dianalisis, hasilnya akan disampaikan ke publik. Komnas HAM pun berkepentingan memastikan semua kandidat memiliki visi dan misi untuk menuntaskan kasus HAM masa lalu. Kasus HAM di masa lalu penting diselesaikan. Negara demokrasi mesti menyelesaikan pekerjaan rumah masa lalu terkait pelanggaran HAM.
”Bagaimana bangsa ini mau menghadapi masa depan kalau masih punya beban masa lalu. Itu memang harus diselesaikan untuk menyusun langkah ke depan,” ujar Anis.
Jika tidak dituntaskan, bangsa ini akan selalu memiliki luka yang menjadi trauma, juga terbuka kemungkinan kasus pelanggaran HAM berat terulang di kemudian hari.