Firli Klaim Kehadirannya di Mabes Polri Bentuk Komitmen Bersama Memberantas Korupsi
Ketua KPK Firli Bahuri mengklaim kooperatif membantu Polri memberantas korupsi dengan hadir di Mabes Polri. Namun, pegiat antikorupsi menyebut Firli yang baru hadir pada panggilan kedua menunjukkan contoh buruk.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengklaim kehadirannya memenuhi panggilan penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya pada Selasa (24/10/2023) sebagai bentuk komitmen bersama dalam pemberantasan korupsi. Namun, pegiat antikorupsi menilai Firli hadir pada panggilan kedua karena tidak ada kesempatan lagi.
Firli Bahuri melalui pesan tertulis yang disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Rabu (25/10/2023), menyebut, kehadirannya di Mabes Polri dalam rangka memberikan keterangan kepada penyidik Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya di Mabes Polri sebagai bentuk esprit de corps dalam ”perang badar” pemberantasan korupsi bersama Polri.
Adapun Firli Bahuri memenuhi panggilan Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan terkait dengan dugaan pemerasan kepada bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Firli sebelumnya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi pada Jumat (20/10/2023). Namun, ia tak memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya. Ia baru memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya pada Selasa (Kompas, 25/10/2023).
Dalam keterangan tertulisnya, Firli mengatakan, ia hadir lebih awal di Mabes Polri pada Selasa. Menurut dia, pemeriksaan oleh para penyidik Polda Metro Jaya dilakukan sangat profesional. Tidak ada perlakuan khusus ataupun pengistimewaan. ”Sejarah akan mencatat, untuk pertama kali, purnawirawan Polri dan sebagai pimpinan KPK pulang ke rumah besar untuk kerja sama demi Indonesia bebas korupsi. Tanpa drama, kecuali sempat ada penyesuaian proses dan prosedur,” kata Firli.
Menurut dia, untuk membersihkan negeri ini dari korupsi, diperlukan sinergi dan orkestrasi pemberantasan korupsi. Semua pihak dalam ”kamar” kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif, aparat penegak hukum, penyelenggara negara, partai politik, dan semua kementerian/lembaga wajib melibatkan diri membersihkan dan tidak melakukan korupsi.
Namun, faktanya, menurut Firli, sampai dengan saat ini masih banyak lembaga yang permisif terhadap korupsi. Ada pula yang melakukan perlawanan ketika pimpinan lembaganya ataupun seorang oknum penyelenggara negara tersangkut korupsi. ”Ini yang kita kenal dengan when the corruptors strike back,” kata Firli.
Menurut dia, para pelaku melakukan serangan balik dengan segala cara, perlawanan verbal dan nonverbal. Bahkan dengan cara kasar yang bertujuan untuk mengintimidasi, berlindung dalam simbol-simbol dan atribut kekuasaannya. ”Lebih aneh lagi, when the corruptors strike back dilakukan terhadap KPK. Mereka sangat leluasa dan bebas. Di situlah tantangan pemberantasan korupsi sehingga butuh sinergi dan orkestrasi,” kata Firli.
Firli menyebut ada ratusan laporan kasus korupsi di berbagai level penyelenggaraan negara yang masih menumpuk saat ini. Untuk itu, KPK masih harus bekerja keras dengan seluruh keterbatasan dan segala serangan yang terjadi selama ini.
Contoh buruk Firli
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menuturkan, seorang warga negara tidak bisa mangkir dengan berbagai alasan. ”Termasuk dengan mengatakan ada kegiatan penting yang tidak bisa ditinggalkan. Tidak boleh seperti itu karena penegakan hukum harus diprioritaskan. Kalau ada agenda-agenda lain, agenda lain itu harus ditunda demi menghadiri panggilan penyidik,” ujar Zaenur.
Menurut Zaenur, Firli hadir pada panggilan kedua karena sudah tidak ada kesempatan lagi. Jika Firli tidak hadir pada panggilan kedua, penyidik bisa memerintahkan kepada petugas untuk menghadirkannya secara paksa.
Menurut dia, Firli yang baru hadir pada panggilan kedua menunjukkan adanya contoh buruk dari seorang Ketua KPK. Karena yang bersangkutan Ketua KPK, seharusnya sangat mengetahui bahwa panggilan dari penyidik harus diprioritaskan.
”Hal itu juga selalu disampaikan KPK ketika memanggil pihak-pihak untuk dimintai keterangan sebagai saksi. KPK selalu mengatakan harus kooperatif, harus hadir, harus mengutamakan panggilan dari penyidik,” ujarnya.
Terkait dengan pernyataan Firli tentang adanya sesuatu yang dirasa adanya serangan balik dari koruptor, Zaenur menilai, tidak ada indikasi serangan balik koruptor. ”Serangan balik koruptor terjadi ketika tidak ada alat bukti,” katanya.
Adanya foto yang beredar berupa pertemuan Ketua KPK Firli Bahuri dengan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, ujarnya, merupakan alat bukti yang menunjukkan adanya pelanggaran pidana terhadap Pasal 36 Undang-Undang KPK. Pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.
Selain itu, serangan balik koruptor terjadi jika suatu proses penegakan hukum memiliki tendensi di luar penegakan hukum. Kemudian, serangannya bukan sekadar kepada personal tertentu di KPK, biasanya lebih pada lembaga. Kalaupun ada serangan kepada personal, biasanya ditujukan kepada lebih dari satu orang.
Apalagi sifat kepemimpinan di KPK kolektif kolegial, keputusan diambil bersama-sama di antara para pimpinan. Maka, jika hanya menyerang satu orang saja tidak berdampak apa pun terhadap pelaksanaan kewenangan KPK. ”Kalau ada serangan balik dari koruptor, kelompok masyarakat sipil biasanya selalu melakukan pembelaan terhadap KPK. Kali ini tidak, karena publik melihat ini adalah kasus yang solid yang sedang ditangani kepolisian,” ujar Zaenur.
Sementara itu, penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) dengan tersangka bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga terus berjalan. Ali Fikri mengatakan, pada Rabu (25/10/2023) tim penyidik KPK menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi. Saksi-saksi tersebut ialah Merdian Trihadi, asisten pribadi Sekretaris Jenderal Kementan. Kemudian, Ananda Sucitrawan, staf biro keuangan dan barang milik negara. Selain itu, Yusgie Sevyahasna, staf TU Direktorat Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) Kementan.
Terkait dengan hal itu, Zaenur berharap penanganan kasus dugaan korupsi di Kementan dilakukan dengan profesional. Hindari potensi konflik kepentingan di antara pihak-pihak di internal KPK dengan kasus yang sedang ditangani.
Menurut dia, pihak-pihak yang diduga terkait dengan dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo harus dijauhkan. Jangan diberi akses, dilarang mengambil keputusan, dan dilarang ikut menangani kasus dugaan korupsi di Kementan. Dewan Pengawas KPK harus menjalankan fungsi pengawasan dengan lebih memberikan perhatian.