Anang A Latif Bantah Perintahkan Bagi-bagi Uang, meski Irwan Mengakui
Bekas Direktur Utama Bakti Kemenkominfo Anang Achmad Latif membantah menyuruh Irwan membagikan uang kepada Dito Ariotedjo dan yang lainnya. Padahal, dalam sidang sebelumnya, Irwan mengaku membagikan uang.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Direktur Utama Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika Anang Achmad Latif hanya mengakui telah memerintahkan Irwan Hermawan untuk mencari uang sebesar Rp 500 juta per bulan untuk dana operasional tim Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate. Sebaliknya, Anang membantah menyuruh Irwan untuk membagikan uang kepada Dito Ariotedjo, Edward Hutahaean, Sadikin, Nistra Yohan, serta Windu Aji Sutanto.
Hal itu terungkap dalam sidang dengan agenda pemeriksaan Anang sebagai terdakwa sekaligus sebagai saksi terhadap terdakwa bekas Menkominfo Johnny G Plate dan tenaga ahli Human Development (Hudev) Universitas Indonesia, Yohan Suryanto, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (18/10/2023). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dengan didampingi anggota majelis hakim Rianto Adam Pontoh dan Sukartono.
Anang membantah keterangan Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy, yang dibacakan Ketua Majelis Hakim tentang penerimaan uang dari penyedia jasa proyek pembangunan menara BTS 4G kepada Irwan dan kemudian dibagi-bagikan atas perintah Anang.
Keterangan Irwan yang dibantah adalah perintah Anang untuk memberikan uang kepada Edward Hutahaean sebesar Rp 15 miliar; kepada Sadikin yang disebut dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp 40 miliar; kepada Nistra Yohan yang disebut sebagai perantara ke Komisi I DPR sebesar Rp 70 miliar; kepada Windu Aji Sutanto sebesar Rp 66 miliar; serta kepada Dito Ariotedjo sebesar Rp 27 miliar.
”Ada enggak Rp 15 miliar untuk Edward Hutahaean?” tanya Ketua Majelis Hakim.
”Tidak ada, Yang Mulia. Saya lagi di luar negeri. Belakangan baru tahu,” jawab Anang.
”Ada lagi Rp 70 miliar, katanya untuk Komisi I. Benar?” tanya Ketua Majelis Hakim.
”Tidak pernah, Yang Mulia,” jawab Anang.
”Lewat Nistra?” tanya Ketua Majelis Hakim kembali.
”Tidak kenal, Yang Mulia,” jawab Anang.
”Terakhir, Rp 27 miliar untuk Dito Ariotedjo?” tanya Ketua Majelis Hakim.
”Tidak, Yang Mulia,” jawab Anang.
”Saudara bantah semuanya?” cecar Ketua Majelis Hakim.
”Iya, Yang Mulia,” jawab Anang.
”Kemudian ada Rp 66 miliar ke Windu Aji Sutanto?” tanya Ketua Majelis Hakim kembali.
”Tidak, Yang Mulia,” jawab Anang.
Saudara bantah semuanya?
Keterangan yang diakui Anang adalah perintah yang diberikannya kepada Irwan untuk mencari uang sebesar Rp 500 juta per bulan untuk dana operasional staf khusus Johnny. Keterangan lain yang diakui adalah permintaan Johnny untuk mencari uang Rp 250 juta untuk sumbangan ke gereja. Ketika ditanya alasan Anang yang meminta bantuan kepada Irwan, menurut Anang, Irwan memiliki jaringan atau teman yang banyak, termasuk pihak dari konsorsium penyedia proyek pembangunan menara BTS 4G.
Menurut Anang, alasannya meminta tolong kepada Irwan adalah karena Irwan pernah mendapat pekerjaan dari Bakti sehingga Anang meyakini Irwan akan membantunya ketika menghadapi kesulitan.
Meskipun demikian, Ketua Majelis Hakim mengingatkan Anang agar berkata apa adanya. Kalaupun Anang hendak berkelit, Ketua Majelis Hakim menyarankan agar Anang tidak setengah-setengah dan memberikan alasan yang logis. Sebab, alasan Anang dinilai tidak logis secara hukum.
Saya tanya soal (aplikasi) signal saja, saya tes saja Saudara jujur atau enggak. Sudah begini masih saja Saudara ngeles. Apa Saudara tidak mikir sendiri saja, menyelamatkan diri sendiri. Kalau tetap dengan keterangan Saudara itu tidak masalah, tapi akibat hukumnya dipikirkan.
”Saya tanya soal (aplikasi) signal saja, saya tes saja Saudara jujur atau enggak. Sudah begini masih saja Saudara ngeles. Apa Saudara tidak mikir sendiri saja, menyelamatkan diri sendiri. Kalau tetap dengan keterangan Saudara itu tidak masalah, tapi akibat hukumnya dipikirkan,” ujar Ketua Majelis Hakim.
Ketua Majelis Hakim sempat berseloroh ketika jaksa penuntut umum mendalami keterangan bagi-bagi uang dengan mengatakan bahwa Anang tidak tahu apa-apa. Ketua Majelis Hakim meminta jaksa penuntut umum untuk membiarkan dan tidak mencecar Anang agar mengakui keterangan saksi lain sebelumnya.
”Ya, enggak apa-apa. Bantah saja,” kata Ketua Majelis Hakim.
Di dalam sidang tersebut, Anang mengakui telah menerima uang sebesar Rp 2 miliar dari Direktur PT Sansaine Exindo Jemi Sutjiawan. Anang mengaku tidak mengetahui tujuan pemberian uang itu dan menyebut Jemy sebagai sosok yang murah hati. Anang juga mengaku meminjam uang dari Irwan sebanyak Rp 3 miliar dengan alasan butuh uang. Namun, jaksa penuntut umum mengingatkan, uang itu merupakan pemberian dari Irwan.
Staf Khusus Johnny diperiksa
Sebelumnya, dalam pemeriksaan terhadap saksi Dedy Permadi, dia mengaku mulai menerima uang yang disebutnya sebagai honor tambahan dari Johnny G Plate. Uang sebesar Rp 100 juta tersebut ditransfer antara Maret 2021 sampai Juli 2022 sebanyak 22 kali dengan rentang jumlah antara Rp 60 juta-Rp 100 juta.
Hari ini di dalam pernyataan Saudara, Saudara membolak-balik dan menjadikan menteri sebagai tempat sampah.
Menurut Dedy, uang tersebut ditransfer oleh sekretaris pribadi Johnny, yakni Heppy Endah Palupi. Meski demikian, Dedy mengaku tidak nyaman ketika menerima uang tersebut karena tidak tahu kejelasan asal uang tersebut.
”Dari awal saya sudah minta kejelasan. Bahkan, di awal saya terima, saya tolak berkali-kali,” kata Dedy.
Meski demikian, Ketua Majelis Hakim menilai, penerimaan seorang staf khusus yang per bulannya mencapai Rp 100 juta tidak masuk akal. Terlebih, dalam konteks saksi, dari lima orang staf khusus yang membantu Johnny, hanya Dedy yang menerima honor tambahan. Berdasarkan hal itu, Dedy seharusnya mempertanyakan asal muasal honor tambahan tersebut.
Di dalam kesempatan itu Johnny membantah keterangan Dedy. Menurut Johnny, Dedy meminta kepada Johnny untuk mencarikan honor tambahan atas kerja keras yang sudah dilakukan. Menurut Johnny, saat itu terjadi rentetan pembicaraan antara dia dengan Dedy terkait dengan kemungkinan untuk mendapatkan insentif sesuai dengan aturan yang berlaku. Dedy pun disebut pernah menjadi anggota Dewan Pengawas Bakti Kemenkominfo.
”Hari ini di dalam pernyataan Saudara, Saudara membolak-balik dan menjadikan menteri sebagai tempat sampah,” ujar Johnny.