Presiden: Nanti Salah Dimengerti, Seolah-olah Saya Campuri Kewenangan Yudikatif
Soal pencalonan Gibran Rakabuming Raka, Presiden Joko Widodo menegaskan pasangan capres- cawapres ditentukan partai politik atau gabungan partai politik.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi tentang syarat pencalonan presiden dan wakil presiden, Presiden Joko Widodo menegaskan tidak ingin mencampuri kewenangan yudikatif.
Presiden pun enggan berkomentar tentang kebenaran kabar rencana pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai bakal calon wakil presiden pada Pilpres 2024. Selama ini, Gibran muncul seolah-olah akan mendampingi bakal calon presiden Prabowo Subianto.
”Ya mengenai putusan MK silakan ditanyakan kepada Mahkamah Konstitusi, jangan saya yang berkomentar. Silakan juga pakar hukum yang menilainya,” ujar Presiden Jokowi ketika memberikan keterangan pers terkait putusan Mahkamah Konstitusi di sela-sela kunjungan kerja di China World Hotel, Beijing, China, Senin (16/10/2023).
Presiden menegaskan tidak ingin mencampuri kewenangan yudikatif. ”Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK. Nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif,” kata Presiden Jokowi.
Ketika ditanya tentang kebenaran rencana Wali Kota Surakarta Gibran yang akan maju sebagai calon wakil presiden, Presiden Jokowi menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam urusan bakal calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres). Belakangan, sebelum putusan MK menguat dukungan dan deklarasi dari sukarelawan ataupun organ partai tingkat daerah dan pusat Gerindra yang memberi dukungan pada Gibran untuk menjadi pendamping Prabowo Subianto.
Dukungan itu kini mencuat menyambut pengumuman hasil gugatan uji materi soal batas usia capres dan cawapres di Mahkamah Konstitusi, yang membolehkan batas usia di bawah 40 tahun asalkan tengah dan sedang menjadi kepala daerah. Saat ini, Gibran baru berusia 36 tahun. Adapun syarat minimal usia kandidat untuk didaftarkan ialah 40 tahun. Praktis, usia mengganjal Gibran untuk bisa dicalonkan sebagai cawapres dalam Pemilu 2024 nanti. Namun, dengan putusan MK, ketentuan tersebut dianulir.
”Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK. Nanti bisa disalahmengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif. ”
Terkait pencalonan Gibran, Presiden menegaskan bahwa pasangan capres dan cawapres ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. ”Jadi silakan tanyakan saja ke partai politik itu wilayah parpol, dan saya tegaskan saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres,” ucap Presiden.
”Jadi silakan tanyakan saja ke partai politik itu wilayah parpol, dan saya tegaskan saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres. ”
Soal dinasti, Presiden serahkan ke publik
Sebelumnya, ketika memberikan keterangan pers seusai meninjau panen padi di Jalan PLTU Indramayu, Desa Karanglayung, Kecamatan Sukra, Indramayu, Jawa Barat, pada Jumat (13/10/2023), Presiden menanggapi pertanyaan tentang anggapan kemunculan dinasti politik Jokowi karena putra-putranya terjun ke dunia politik. Presiden menyatakan menyerahkan hal ini kepada masyarakat.
Selain nama Gibran yang disebut menjadi kandidat cawapres bagi Prabowo, putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep juga menjabat Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia. ”Ya serahkan masyarakat saja lah,” kata Presiden.
”Ya serahkan masyarakat saja lah. ”
Sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi, Senin sore ini, Pasal 169 Huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 mengenai usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dinilai bertentangan dengan UUD 1945. MK pun memutuskan seseorang yang belum berusia 40 tahun, tetapi pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah, bisa maju sebagai capres dan cawapres.
”Amar putusan, mengadili, satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Putusan nomor dua menyatakan, Pasal 169 Huruf q UU No 7/2017 tentang Pemilu pada frasa ”berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Karena itu, putusan MK menyatakan aturan itu berbunyi ”berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilu termasuk pilkada”. Terkait hal ini, uji materi diajukan Almas Tsaqi Bbiru Re A dengan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. (WKM)