Hasil Penyidikan Simpulkan Letnan Kolonel Afri Berperan Salurkan Dana Komando
Letkol Afri menerima uang berupa dana komando berdasar instruksi dari Marsekal Madya Henri dari dua perusahaan penyelenggara pengadaan Rp 8,33 miliar. Dana komando itu mengalir ke Kepala Basarnas dan staf lainnya.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proses hukum bagi anggota TNI yang terlibat dugaan korupsi di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas terus bergulir. Berkas salah seorang tersangka, yakni Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto kini diteliti oditur militer. Hasil penyidikan menemukan Afri berperan menyalurkan dana komando Rp 8,33 miliar.
Adapun Afri merupakan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas. Ia bersama Kepala Basarnas periode 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi menjadi tersangka dari anggota TNI yang terlibat dugaan suap proyek pengadaan barang atau jasa di Basarnas. Berkas dari Henri masih harus menunggu kelengkapan dari Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Ketua Tim Penyidik dari Puspom TNI Kolonel Jemry Matialo dalam konferensi pers di Oditurat Militer Tinggi II Jakarta, Rabu (11/10/2023), mengatakan, berkas dan barang bukti dari tersangka Afri kini diserahkan ke Oditurat Militer Tinggi II Jakarta untuk proses penuntutan. Total barang bukti berjumlah 53 buah yang terdiri dari telepon genggam, mobil, laptop, dan dokumen lainnya. Adapun uang suap yang diterima Afri masih berada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
”Dari hasil pemeriksaan saksi dan tersangka ditambah adanya barang bukti, maka penyidik berkesimpulan bahwa tersangka Letkol Afri Budi Cahyanto telah melakukan tindak pidana gratifikasi suap. Hari ini pemberkasan dari penyidik selesai dan kami telah menyerahkan berkas dan barang bukti ke oditur militer,” ujarnya.
Afri menerima uang berupa dana komando berdasarkan instruksi dari Henri. Totalnya dari dua perusahaan penyelenggara pengadaan sebesar Rp 8,33 miliar. Secara spesifik, dari PT Utama Sejati Group senilai Rp 3,34 miliar dan dari PT Kindah Abadi Utama sebesar Rp 4,99 miliar. Dana komando itu mengalir ke Kepala Basarnas dan staf lainnya.
Sementara itu, KPK dalam awal temuannya memperkirakan kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Basarnas mencapai Rp 88,3 miliar. Mengenai perbedaan itu, Jemry menyebut dana komando yang disampaikan KPK merupakan data awal keseluruhan kontrak dari 2021-2023. Sementara penyidikan Puspom TNI dilakukan berdasarkan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK saja.
Untuk HA (Henri Alfiandi) mohon diberikan waktu kepada kami penyidik. Sebab, HA ini merupakan pihak yang mengambil keputusan dalam semua kebijakan yang ada di Basarnas. Dalam waktu dekat ini kami akan serahkan berkas juga kepada oditur militer.
Kepala Oditurat Militer Tinggi II Jakarta Brigadir Jenderal Safrin Rachman menuturkan, pihaknya akan meneliti dan mempelajari berkas perkara yang diberikan tim penyidik. Ini untuk melihat apakah berkas-berkas memenuhi persyaratan materiil dan formil mengenai tindak pidana.
”Setelah itu, akan dilanjutkan untuk keputusan penyerahan perkara dari pihak TNI Angkatan Udara. Apabila mereka mengerti dan memahami serta menyetujui, perkara ini bisa dilanjutkan ke pengadilan,” ujarnya.
Karena itu, Safrin memohon waktu untuk memeriksa berkas perkara, tetapi tidak menyebut secara rinci berapa lama waktu yang dibutuhkannya. Namun, kasus dugaan korupsi di Basarnas telah menyita perhatian publik dan akan menjadi prioritas.
Meski berkas Afri telah masuk ke pihak oditur militer, berkas milik tersangka Henri masih belum masuk. Jemry menjelaskan, pemeriksaan saksi-saksi untuk Kepala Basarnas 2021-2023 itu sudah selesai dan menyisakan proses pemberkasan.
”Untuk HA (Henri Alfiandi) mohon diberikan waktu kepada kami penyidik. Sebab, HA ini merupakan pihak yang mengambil keputusan dalam semua kebijakan yang ada di Basarnas. Dalam waktu dekat ini kami akan serahkan berkas juga kepada oditur militer,” ucapnya.
Selain itu, Jemry mengungkapkan bahwa Afri hanya menjalankan instruksi atau arahan dari Henri. Kedekatan antara Henri dan perusahaan penyelenggara pengadaan juga telah terjalin sejak ia masih perwira menengah.
Safrin menambahkan, proses persidangan Afri dan Henri akan berlangsung secara masing-masing. Meskipun begitu, fakta hingga saksi saat persidangan tetap berlaku untuk perkara lainnya.
”Jadi, kasus ABC dan AH ini di-split, dipisah, menjadi dua kasus, nanti persidangannya di pengadilan militer,” ujarnya.