Isu "Reshuffle" Kembali Mencuat, Partai Pendukung Pemerintah Serahkan ke Presiden
Partai-partai politik pendukung pemerintah tidak keberatan jika Presiden Jokowi kembali merombak kabinet asalkan pergantian menteri didasarkan alasan yang tepat.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, KURNIA YUNITA RAHAYU, MAWAR KUSUMA WULAN, HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pasca-pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, kabar reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju kembali mencuat. Sejumlah partai politik pendukung pemerintah mengaku tidak keberatan apabila Partai Demokrat masuk ke kabinet karena hal itu merupakan hak prerogatif Presiden. Terlebih, jika perombakan diputuskan karena ada anggota kabinet yang tersangkut masalah hukum.
Pertemuan antara Presiden Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat berlangsung di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (2/10/2023) sore. Selain silaturahmi, mereka juga membahas politik kebangsaan dan kenegaraan.
Meskipun demikian, pertemuan keduanya memunculkan spekulasi perombakan kabinet. karena Demokrat kini bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju bersama partai politik (parpol) pendukung pemerintah lainnya untuk mengusung bakal calon presiden Prabowo Subianto.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani berpandangan, perombakan kabinet merupakan hak prerogatif Presiden untuk menentukan menteri-menteri pembantunya. Sistem presidensial juga memperbolehkan Presiden untuk mengevaluasi menterinya.
”(Kalau Demokrat masuk ke kabinet) sepenuhnya kewenangan ada pada Presiden. Ia berhak untuk mengangkat pembantunya (menteri) dari partai apa dan seterusnya,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Meskipun demikian, Muzani belum mendengar informasi mengenai topik pembahasan pertemuan Jokowi dan SBY. Ia juga tidak ingin menerka terkait spekulasi masuknya Demokrat ke kabinet karena telah bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung. Ia menganggap bahwa perombakan kabinet merupakan hak istimewa dari Presiden Jokowi.
Formasi kabinet sudah sangat baik untuk menjalankan program-program strategis sebelum masa jabatan Presiden Jokowi berakhir. Parpol koalisi pemerintahan juga komitmen memberikan dukungan hingga akhir.
”Namanya reshuffle, kita tunggu. Kalau pun ada kaitannya dengan parpol, pasti komunikasinya antara Presiden dengan ketua umum parpol,” katanya.
Juru Bicara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menuturkan, kalau memang ada menteri yang bermasalah maka perombakan kabinet diperlukan. Ia juga tidak mempermasalahkan apabila Demokrat masuk ke kabinet. Sebab, hal itu juga pernah terjadi saat Prabowo Subianto menjabat Menteri Pertahanan dan Sandiaga Uno menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Meskipun demikian, satu tahun sebelum pergantian kepemimpinan negara, apabila tidak ada masalah, maka juga tidak ada perombakan kabinet. Baidowi mencontohkan pemerintahan SBY dan periode pertama Jokowi. Namun, ketika menteri bermasalah, tiga bulan sebelum pemilihan umum pun bisa diganti.
”Kalau pun mau Demokrat ya silahkan. Dan kalau Pak Jokowi-nya butuh. Bagi PPP, yang penting tidak mengurangi kursi PPP, begitu kan. Tapi sekali lagi, itu hak prerogatif Presiden,” terangnya.
Dengan catatan
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, menjelaskan, formasi kabinet sudah sangat baik untuk menjalankan program-program strategis sebelum masa jabatan Presiden Jokowi berakhir. Parpol koalisi pemerintahan juga komitmen memberikan dukungan hingga akhir.
Karena itu, PDI-P menilai reshuffle di tengah dinamika politik yang kian hangat dianggap kurang kondusif. Walakin, keputusan perombakan tetap diserahkan kepada Presiden. Pergantian posisi menteri bisa dilakukan dengan sejumlah catatan, salah satunya terkait persoalan hukum.
”Ya itu keputusan dari Presiden. Momentum saat ini dapat digunakan Presiden untuk langkah percepatan terhadap seluruh target-target program strategis. Hal itu kemudian dilakukan evaluasi secara konstruktif untuk diberikan kepada pemerintahan berikutnya,” kata Hasto.
Pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Komplek Widya Chandra, Jakarta, serta kantor Kementerian Pertanian. Penggeledahan dilakukan karena saat ini KPK tengah menyidik kasus dugaan rasuah di Kementerian Pertanian.
Saat rumah dinasnya digeledah pada Kamis (28/9/2023), Syahrul tengah berada di Roma, Italia dalam rangka kunjungan kerja. Menurut Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim, Syahrul direncanakan kembali pada 30 September dan tiba di Indonesia pada 1 Oktober. Namun, saat di cek datanya, hingga Rabu kemarin, politikus Partai Nasdem itu belum tercatat tiba kembali di Tanah Air.
Secara terpisah, Anggota Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Santoso menyebutkan, pertemuan SBY dan Jokowi merupakan silaturahmi elite politik untuk menciptakan situasi kondusif menjelang Pemilu 2024. Dalam konteks tersebut, Partai Demokrat belum menerima tawaran dan tidak ingin berandai-andai jika Presiden meminta.
”Tidak ada (arahan khusus), belum. Secara teknis untuk mengetahui kegiatan eksekutif partai itu lebih kepada ketua umum dan jajarannya,” terangnya.
Ditemui di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengaku tidak tahu menahu terkait isu perombakan kabinet yang sedang santer berembus. ”Wah kamu nanya ke saya, jangan dong,” ujar Siti usai rapat terbatas terkait El Nino yang dipimpin Presiden Jokowi, Selasa.
Presiden Jokowi juga tidak memberikan jawaban pasti ketika wartawan melontarkan pertanyaan terkait isu reshuffle. “Denger dari mana?” ujar Presiden melontarkan balik pertanyaan tentang reshuffle usai menghadiri gelaran Istana Berbatik pada Minggu (1/10)/2023.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, perombakan kabinet menjadi keniscayaan. Pasalnya, terdapat menteri yang dikabarkan menjadi tersangka kasus korupsi.
”Apabila terbukti terlibat, satu atau dua menteri tampaknya akan diganti. Hal ini sangat diperlukan karena bisa mengganggu jalannya pemerintahan,” tuturnya.