Ombudsman: Hindari Kekerasan, Upayakan Dialog Persuasif di Pulau Rempang
Setelah mengumpulkan informasi, mengolah dan menyimpulkan temuan terkait konflik lahan di Pulau Rempang, Ombudsman RI memberikan empat saran korektif mengatasinya. Hindari kekerasan dan upayakan dialog dengan warga.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·6 menit baca
ZULIAN FATHA NURIZAL
Pelaksana Tugas Kepala Keasistenan Utama VII Ombudsman RI Diah Suryaningrum, anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro, anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin, dan Staf Khusus Menteri Sosial Doddi Madya Judanto (dari kiri ke kanan) dalam konferensi pers, Rabu (21/12/2022), di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
JAKARTA, KOMPAS — Empat saran korektif dikeluarkan oleh Ombudsman RI berdasarkan temuan awal lembaga pengawas pelayanan publik oleh penyelenggara negara tersebut. Salah satunya adalah hindari kekerasan dan kedepankan upaya dialog secara persuasif untuk penyelesaian kasus Pulau Rempang.
Selama beberapa waktu terakhir, Ombudsman RI telah mengumpulkan informasi, mengolah dan menyimpulkan temuan terkait konflik lahan di Pulau Rempang. Anggota Ombudsman, Johanes Widijantoro, dalam konferensi pers terkait ”Temuan Sementara ORI atas Tindak Lanjut Penanganan Masalah Rempang Eco City”, Rabu (27/9/2023), mengatakan, temuan awal tersebut di antaranya bahwa sebagian warga yang tinggal di kampung tua memiliki data kependudukan yang diterbitkan sejak tahun 1980-an.
Selain menguasai tanah secara fisik, mereka juga membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Selain itu, keberadaan mereka juga dibuktikan dari makam-makam tua, tapak, dan tugu di kawasan tersebut.
”Tahun 2007 ada Surat Keputusan Gubernur Kepulauan Riau Nomor 234 Tahun 2007 tentang pembentukan kajian memorandum of understanding (MoU) dengan PT Makmur Elok Graha bahwa perkampungan tua yang terdapat di Pulau Rempang dan pulau-pulau lainnya yang termasuk dalam nota kesepakatan tersebut harus tetap dipertahankan (enclave) sehingga tidak termasuk dalam wilayah pengembangan kawasan,” kata Johanes.
Ia menilai ada langkah yang tidak tuntas dalam tindak lanjut SK Kepulauan Riau Nomor 234 Tahun 2007 sehingga muncul persoalan konflik lahan pada awal September lalu.
Ombudsman juga meminta keterangan warga di sejumlah kampung tua, seperti Pasir Panjang, Kampung Tanjung Banun, dan Kampung Sembulang. Hasilnya, warga menilai informasi yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, BP Batam, TNI, dan Polri berubah-ubah dan tidak pasti. Warga tidak mau direlokasi. Mereka hanya mendukung penataan kampung.
”Rata-rata warga tidak mau dipindahkan dari tempatnya. Mereka menolak ganti rugi dari pemerintah,” kata Johanes.
Ada langkah yang tidak tuntas dalam tindak lanjut SK Kepulauan Riau Nomor 234 Tahun 2007 sehingga muncul persoalan konflik lahan pada awal September lalu.
KOMPAS/ZULKARNAINI
Warga Provinsi Aceh yang tergabung dalam Forum Ukhuwah Muslimin dan Muslimah Provinsi Aceh melakukan aksi solidaritas untuk warga Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (23/9/2023). Aksi berlangsung di jalan utama di depan Masjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh. Peserta aksi mendesak pemerintah untuk mengkaji kembali rencana investasi di Rempang dengan menjamin hak-hak warga yang menjadi sasaran relokasi.
Warga juga merasa diintimidasi karena di dekat kampung mereka ada pos pasukan keamanan. Warga merasa kesulitan mendapatkan pasokan pangan karena distributor takut menyuplai barang sebab pulau akan dikosongkan. Warga pun merasa waswas untuk melaut karena mereka takut digusur.
Ada keluhan-keluhan warga terkait perilaku aparat kalau bicara soal trauma itu masih ada. Kehadiran aparat berseragam membuat mereka takut atau kaget. Mereka tidak nyaman dengan kehadiran aparat di situ, apalagi kalau mereka bersenjata.
”Ada keluhan-keluhan warga terkait perilaku aparat kalau bicara soal trauma itu masih ada. Kehadiran aparat berseragam membuat mereka takut atau kaget. Mereka tidak nyaman dengan kehadiran aparat di situ, apalagi kalau mereka bersenjata,” ungkap Johanes.
ORI juga menyoroti konflik kepentingan Wali Kota Batam yang bekerja sebagai pengelola Badan Pengusahaan (BP) Batam. Posisi ini membuat warga sulit membedakan apakah ia bekerja untuk urusan pemerintah daerah atau untuk mengelola bisnis pengembangan Batam.
KOMPAS
Kehadiran Aparat di Pulau Rempang Dianggap Teror Psikologis Negara pada Rakyat
Atas temuan itu, ORI memberikan empat saran korektif yang penting dan mendesak, di antaranya Pemerintah Kota Batam dan BP Batam serta instansi terkait diminta melakukan dialog atau musyawarah dengan masyarakat dan tokoh-tokoh adat secara persuasif tanpa mengedepankan seragam atau simbol aparat keamanan yang akan memengaruhi psikologis warga.
Pemerintah Kota Batam diminta terlibat aktif memulihkan stabilitas ekonomi warga dengan menjamin adanya pasokan pangan ke warung-warung milik warga. Kepolisian Resor Balerang juga diminta membebaskan atau memberikan penangguhan penahanan bagi warga yang masih ditahan sesuai dengan ketentuan.
Pemerintah Kota Batam diminta terlibat aktif memulihkan stabilitas ekonomi warga dengan menjamin adanya pasokan pangan ke warung-warung milik warga. Kepolisian Resor Balerang juga diminta membebaskan atau memberikan penangguhan penahanan bagi warga yang masih ditahan sesuai dengan ketentuan.
Pemerintah Kota Batam dan BP Batam juga diminta menegaskan dan menyampaikan secara langsung kepada warga tentang keputusan pemerintah tentang tidak adanya relokasi warga dalam waktu dekat.
ORI juga akan menindaklanjuti temuan awal itu dengan meminta keterangan lanjutan kepada pihak terkait seperti Polri terkait proses pengamanan proyek strategis nasional dan pihak terkait Rempang Eco City. Mereka juga masih akan mengonfirmasi temuan sebelum menyerahkan laporan hasil akhir pemeriksaan kepada pemerintah.
Sampai saat ini, masih ada 35 tersangka dalam kasus demonstrasi penolakan pengukuran tanah dan relokasi warga Pulau Rempang yang masih ditahan. Mereka yang ditahan didampingi kuasa hukum dan mendapatkan bantuan hukum.
Keadaan Kantor Bupati Pohuwato di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, Jumat (22/9/2023), setelah dibakar masyarakat. Pembakaran itu disebabkan oleh massa dari Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia, yang mengamuk karena ketidakpuasan akan kinerja pemerintah dalam pembagian lahan dalam wilayah konsesi tambang emas Pani Gold Project.
Peristiwa Pohuwato
Di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, juga terjadi unjuk rasa yang berujung perusakan kantor pertambangan dan kantor pemerintah. Masyarakat yang mengatasnamakan ahli waris petambang melakukan protes dimulai dari Lapangan Buntulia, bergerak ke PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS).
Warga lalu bergerak ke kantor PT Gorontalo Sejahtera Mining (GSM), menuju kantor KUD. Mereka bergerak ke kantor Bupati Pohuwato dan terakhir ke kantor DPRD. Aksi itu berlangsung anarkistis dengan kerusakan kantor dan yang terparah adalah kantor bupati yang terbakar. Warga juga menuntut dikembalikannya hak mereka untuk menambang yang menjadi warisan leluhur mereka.
Saya sungguh prihatin dan sedih atas kejadian ini. Ini bukan karakter orang Gorontalo yang cinta damai. Pasti ada sesuatu yang membuat ini semua bisa terjadi. Mari kita cari jalan keluar yang terbaik.
Wakil Ketua DPR/Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel meminta semua pihak yang bersengketa dalam pengelolaan pertambangan emas di kabupaten itu menahan diri.
”Saya sungguh prihatin dan sedih atas kejadian ini. Ini bukan karakter orang Gorontalo yang cinta damai. Pasti ada sesuatu yang membuat ini semua bisa terjadi. Mari kita cari jalan keluar yang terbaik,” katanya seperti dikutip dari siaran pers yang dikeluarkannya, Rabu ini.
STEFANUS OSA TRIYATNA
Wakil Ketua DPR Rahmat Gobel dalam konferensi pers bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Tokyo, Jepang, Selasa (7/9/2021), menyampaikan momentum penting untuk menjelaskan peluang investasi dan kerja sama yang semakin terbuka atas adanya Undang-Undang Cipta Kerja.
Gobel juga mengimbau agar aktivitas penambangan dan segala kegiatan yang bisa menimbulkan gesekan di masyarakat dihentikan sementara. Sebab, insiden itu telah menyebabkan orang mengalami luka-luka, termasuk dari aparat kepolisian. Sejumlah orang pun ditahan oleh pihak kepolisian.
Ia menjelaskan, lokasi pertambangan emas itu terletak di Gunung Pani, Desa Hulawa, Kecamatan Buntulia. Pada 2009, KUD Dharma Tani Marisa mendapat izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi dari Bupati Pohuwato di atas lahan 100 hektar. Pada Juli 2015 muncul rekomendasi bupati yang mengalihkan IUP operasi produksi dari KUD Dharma Tani kepada PT PETS.
Lalu, pada September 2015, ada keputusan gubernur yang mengalihkan IUP operasi produksi dari KUD Dharma Tani ke PT PETS. PT PETS dan PT GSM yang merupakan anak usaha PT Merdeka Copper Gold Tbk mendapatkan kontrak karya.
Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, hingga saat ini ada 6.835 IUP dan IUP khusus. Adapun Proyek Emas Pani (Pani Gold Project) di Pohuwato dikelola oleh PT PETS dan PT GSM.
KRISTIAN OKA PRASETYADI
Ekskavator dioperasikan di lokasi tambang emas tanpa izin di kawasan Cagar Alam Panua, Pohuwato, Gorontalo.
Bertanggung jawab pada kesejahteraan
Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Gorontalo, Gobel menyatakan ikut bertanggung jawab untuk memajukan wilayah dan menyejahterakan masyarakat Gorontalo. Ia menyebut, stabilitas dan keamanan masyarakat serta kepastian hukum merupakan syarat bagi tercapainya cita-cita kemajuan wilayah dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengurai kekusutan yang terjadi dalam pengelolaan tambang emas di Kabupaten Pohuwato, semua pihak harus berlaku bijak dan bersih dari kepentingan pribadi.
”Untuk mengurai kekusutan yang terjadi dalam pengelolaan tambang emas di Kabupaten Pohuwato, semua pihak harus berlaku bijak dan bersih dari kepentingan pribadi,” katanya.
Kehadiran investor, apalagi investor asing, tambah Gobel, hanyalah pelengkap dan instrumen untuk mencapai tujuan nasional. Oleh sebab itu, kemaslahatan umum harus menjadi poros dalam berbangsa dan bernegara. Lembaga pemerintah harus menjadi kontrol karena kasus penyelundupan ekspor tambang sudah menjadi cerita umum.
Ia juga menyoroti sejumlah tempat yang menjadi sentra pertambangan telah menimbulkan konflik-konflik sosial antara kepentingan investor dan kepentingan rakyat. Jika pertambangan ada di tanah negara, pemerintah akan lebih mudah mengaturnya dengan catatan tetap memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Namun, jika area pertambangan itu ada di tanah masyarakat, perlu kehati-hatian.
”Nah, di Pohuwato ini kebetulan lebih dulu dikelola oleh masyarakat secara legal karena memiliki IUP melalui lembaga koperasi,” katanya.
Terakhir, ia meminta kepada semua pihak untuk duduk bersama sebagai jalan keluar terbaik. Ia mengingatkan tidak bisa mengelola konflik dengan prinsip menang-menangan. Masyarakat butuh akses terhadap pekerjaan dan penghasilan, sedangkan investor butuh jaminan kepastian hukum. Oleh karena itu, harus ada win win solution.