Kapolri: Usut Tuntas Kasus Tewasnya Ajudan Kapolda Kaltara
Kapolri Jenderal (Polisi) Listyo Sigit Prabowo tidak ingin tergesa-gesa dalam menyimpulkan penyebab tewasnya Brigadir Setyo Herlambang, ajudan Kapolda Kaltara, di rumah dinas Kapolda, beberapa hari lalu.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·5 menit baca
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Polisi) Listyo Sigit Prabowo di Djakarta Theatre, Jakarta, Jumat (28/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Polisi) Listyo Sigit Prabowo memerintahkan agar kasus tewasnya pengawal pribadi Kepala Kepolisian Kalimantan Utara, Brigadir Setyo Herlambang (30), diusut tuntas. Jika benar tewasnya Setyo terjadi saat tengah membersihkan senjata apinya, Komisi Kepolisian Nasional meminta agar institusi Polri terus mengingatkan anggotanya tentang prosedur standar operasi pembersihan senjata. Atasan juga bertanggung jawab untuk terus mengingatkan anggotanya.
”Yang jelas, saya sudah perintahkan Pak Kapolda bahwa terkait dengan peristiwa ini untuk betul-betul diusut secara cermat dan tuntas,” kata Listyo di sela-sela rangkaian acara Hari Ulang Tahun Ke-78 TNI di Kompleks Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (24/9/2023).
Sebagaimana diberitakan, Setyo Herlambang ditemukan tewas di kamar rumah dinas ajudan pengawalan Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Utara (Kaltara) pada Jumat (22/9/2023). Penyebab kematiannya adalah luka tembak pada dada sisi kiri yang menembus jantung dan paru. Ketika ditemukan, di samping jenazahnya tergeletak pistol jenis HS.
Setyo berasal dari Kota Semarang dan berasal dari satuan Brimob Polda Kaltara. Ia juga mengemban tugas sebagai ajudan bagian pengamanan dan pengawalan Kapolda Kaltara. Di Kaltara, Setyo telah bertugas hampir 10 tahun. Dia memiliki seorang istri yang sedang mengandung dan anak laki-laki berusia tiga tahun. Istri dan anaknya tinggal di Semarang.
Listyo menyatakan, penyelidikan masih berjalan dan dia tidak ingin tergesa-gesa untuk menyimpulkan. Selain karena kemarin baru saja dilakukan otopsi, tim laboratorium forensik juga masih bekerja. Demikian juga dugaan bahwa Setyo tewas akibat kelalaian saat membersihkan senjata api, dan bukan karena bunuh diri, masih merupakan kesimpulan sementara. Sebab, saat ini tim gabungan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), dan kedokteran juga masih melakukan pemeriksaan.
Ia telah memerintahkan Kapolda Kaltara Inspektur Jenderal Daniel Adityajaya untuk mengusut tuntas kasus tewasnya Setyo dengan penyelidikan berbasis ilmiah. Untuk itu, penyelidikan dilakukan dengan melibatkan banyak pihak yang diyakini akan menghasilkan kesimpulan yang kredibel dan bisa dipertanggungjawabkan ke publik.
”Polri selalu transparan dalam hal ini. Apakah nanti ada unsur pidana atau unsur lainnya, tentunya akan didapatkan setelah rangkaian tersebut (pemeriksaan dan penyelidikan) selesai,” ucapnya.
Terkait kasus tewasnya Setyo, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto mengatakan, Kompolnas terus mengikuti proses penyelidikan kasus yang hingga saat ini masih berjalan. Menurut Benny, masih ada satu tahapan penyelidikan yang belum selesai, yaitu pemeriksaan telepon genggam korban dengan metode ilmiah.
Ketua Pelaksana Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto (berbaju batik warna kuning) saat memberikan keterangan kepada awak media di Markas Polres Bogor, Jawa Barat, Selasa (1/8/2023) malam.
Oleh karena menyangkut penggunaan senjata api, menurut Benny, penyelidikan diharapkan juga mencakup pendalaman terhadap pribadi korban, pergaulannya dengan rekan-rekannya, keluarganya, dan pendalaman terhadap hasil tes psikologi. Selain itu, penyidik perlu memeriksa prosedur pemberian senjata api, pemenuhan terhadap syarat dan ketentuannya, serta meminta keterangan dari pelatih menembaknya.
”Mudah-mudahan hasilnya segera selesai karena sangat penting dalam menyimpulkan motifnya,” kata Benny.
Anggota Kompolnas, Poengky Indarti, menambahkan, Kompolnas mendapat informasi bahwa Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri memberikan supervisi terhadap penyelidikan tersebut. Kompolnas juga telah meminta dilakukan penyelidikan berbasis ilmiah terhadap kasus tersebut, mulai dari otopsi, memeriksa rekaman kamera pemantau (CCTV) di sekitar tempat kejadian perkara (TKP), memeriksa telepon genggam almarhum, melakukan digital forensik, pemeriksaan balistik, dan pemeriksaan DNA.
Dengan penyelidikan berbasis ilmiah, diharapkan hasil kesimpulan akan valid sekaligus untuk menepis prasangka atau spekulasi yang berkembang liar di masyarakat. Poengky pun memastikan pihaknya akan mengawasi dan mengawal proses pemeriksaan tersebut.
KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA
Aparat polisi bersenjata sedang mengikuti Apel Bersama Pengamanan Malam Tahun Baru 2018 di Solo, Jawa Tengah, Minggu (31/12).
”Kami percaya dengan adanya pengawasan yang luas, baik dari pengawas internal Polri maupun pengawas eksternal dan publik, Polri akan bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujar Poengky.
Penggunaan senjata api
Menurut Benny, dari penelitian Kompolnas selama ini, ditemukan beberapa kasus kelalaian yang menyebabkan kematian anggota Polri. Semisal, pistol tanpa sengaja tertembak ketika sedang dibersihkan sehingga mengenai rekannya. Padahal, dalam pelajaran tentang menembak berlaku hukum yang tidak boleh dilanggar, yaitu mengarahkan laras senjata ke orang lain dan ke diri sendiri karena selalu diasumsikan bahwa senjata berisi peluru.
Sebelum kasus Setyo Herlambang, terjadi pula peristiwa tertembaknya anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri Brigadir Polisi Dua (Bripda) Ignatius Dwi Frisco Sirage yang tewas akibat kelalaian rekannya, Bripda IMS dan Brigadir Kepala IG. Peristiwa itu terjadi di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, pada Juli lalu.
Oleh karena itu, lanjut Benny, pembinaan dan pelatihan tentang cara menyimpan senjata yang aman, termasuk saat membersihkan, cara membawa yang aman, serta cara penggunaan sesuai prosedur standar operasi, harus selalu dilakukan. Hal itu penting agar setiap anggota ingat dan waspada sekaligus untuk mencegah terjadinya kasus serupa.
KOMPAS
Kapolres Bogor Ajun Komisaris Besar Rio Wahyu Anggoro, Jumat (28/7/2023), mengungkap kronologi kasus penembakan Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage (foto sebelah kiri).
”Kompolnas sudah memberikan rekomendasi hasil penelitian tersebut. Perlu juga dilakukan pengawasan dan tindakan bila ada anggota yang memegang senjata api, tetapi mengonsumsi minuman keras atau narkoba karena resikonya sangat besar bagi orang lain,” kata Benny.
Poengky menambahkan, jika ternyata nantinya diperoleh bukti bahwa kematian Brigadir Setyo disebabkan oleh kecelakaan akibat kelalaian dalam membersihkan senjata api, hal itu menjadi peringatan kepada setiap atasan agar langsung untuk mengawasi anggotanya dengan sungguh-sungguh. Atasan juga bertanggung jawab untuk terus mengingatkan anggotanya agar hati-hati dalam menggunakan senjata api.
Sementara itu, psikolog forensik Reza Indragiri berpandangan, situasi kasus tewasnya Brigadir Setyo memunculkan pertanyaan bagi publik. Pertama, menyangkut alasan almarhum berada di rumah dinas Kapolda pada saat jam kerja dan posisi Kapolda pada saat kejadian. Sebab, seharusnya ajudan akan terus berada di dekat atau mengawal kapolda.
Di sisi lain, dalam waktu kurang dari 24 jam, Polda Kaltara sudah menyimpulkan bahwa kematian Setyo akibat kelalaian. Meski bersifat dugaan sementara, persepsi publik seolah digiring untuk memandang peristiwa tersebut sebagai kelalaian, bukan bunuh diri atau bahkan pembunuhan. Penyimpulan tersebut justru menimbulkan pertanyaan karena terjadi dalam waktu yang singkat. ”Pertanyaan yang berangkat dari asumsi semacam ini harus diinvestigasi agar pengungkapan kasus ini tuntas dan obyektif,” kata Reza.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Tangkapan layar ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel dalam webinar ”Masa Depan Reformasi Lembaga Penegak Hukum” yang diselenggarakan IM57+ Institute, Sabtu (27/8/2022).
Menurut Reza, kasus tersebut tidak bisa diletakkan sebagai kasus individual, tetapi harus diangkat sebagai kasus lembaga. Dengan demikian, penanganannya harus dilakukan secara sistemik dengan menggerakkan roda organisasi Polri. Penanganan masalah secara sistemik berarti tidak hanya melibatkan unsur reserse dan kriminal, profesi dan pengamanan, serta kedokteran forensik, tetapi juga memprioritaskan pada perbaikan sumber daya manusia melalui pendidikan di Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri.
Di sisi lain, Polri perlu memperbaiki pola komunikasi bidang hubungan masyarakat (humas) di setiap tingkat agar sebuah masalah dapat dikelola dengan baik. Komunikasi yang terburu-buru dan berspekulasi justru menimbulkan pertanyaan publik.
”Seperti pada kasus ini, pengelolaan kehumasan yang tidak proper justru membuat satu masalah berpotensi beranak pinak menjadi dua, menjadi tiga. Humas yang terlalu terburu-buru berspekulasi justru melipatgandakan skeptisisme publik,” ujar Reza.