Ancaman Perang Dinilai Nyata, TNI Susun Strategi Pertahanan Nusantara
Beragam potensi yang dimiliki Indonesia dinilai rentan sebagai pemicu perang. Untuk menangkalnya, TNI menyusun Strategi Pertahanan Nusantara.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — TNI menyusun Strategi Pertahanan Nusantara atau SPN dengan menggabungkan taktik militer milik TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. Hal ini untuk merespons ancaman perang terbuka yang dinilai nyata, misalnya situasi di Rusia dan Ukraina. Konsep SPN juga mengakomodasi perspektif pertahanan ke dalam dan luar wilayah Indonesia.
SPN merupakan perpaduan dari Strategi Pulau Besar (TNI AD), Strategi Pertahanan Laut Nusantara (TNI AL) dan Strategi Udara Kepulauan Nusantara (TNI AU). Kerangka SPN dibangun berdasarkan kondisi geografis berupa kepulauan dengan pendekatan holistik dengan cara berpikir dualistik, yakni outward dan inward looking.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menjelaskan, perkembangan strategis terkini menunjukkan potensi invasi militer dari suatu negara ke negara lainnya masih faktual atau nyata. Perang Rusia-Ukraina menjadi bukti empiris dan alarm bagi Indonesia untuk merumuskan strategi dalam menghadapi ancaman potensial.
”Indonesia posisinya sangat strategis dalam perdagangan dunia. Di mana 30-40 persen total perdagangan dunia melintasi Indonesia. RI juga berada di persimpangan dua samudra dan dua benua. Kekayaan yang melimpah membuat Indonesia memiliki nilai strategis dan penting dalam konteks geopolitik dan geostrategis dunia,” ujarnya saat membuka Seminar Nasional mengenai tinjauan SPN di Jakarta, Rabu (20/9/2023).
Potensi yang dimiliki Indonesia memang berdampak positif bagi tujuan pembangunan nasional. Namun, kondisi tersebut juga memberikan tantangan besar untuk menghadapi ancaman terhadap kedaulatan, integritas, dan keutuhan RI. Karena itu, sumber daya manusia dan alat utama sistem senjata (alutsista) saja tidak cukup. Strategi pertahanan untuk bertindak efektif dan efisien juga dibutuhkan.
Saat ditanya mengenai potensi perubahan doktrin, Yudo menyebutkan, hal itu merupakan wewenang Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Walakin, TNI akan mengusulkan bahan SPN untuk dijadikan rujukan oleh Kemenhan.
Sebenarnya TNI sudah memiliki kemampuan itu (menghancurkan musuh di luar, bagian dari mandala luar). Meski begitu, kami harus melihat pengalaman perang negara lain, TNI harus menyiapkan diri. Dengan SPN, kami akan menyusun kekuatan dan kemampuan.
Dalam modul SPN terdapat tiga mandala operasi, yakni mandala luar yang berada di luar zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan wilayahnya meliputi 200 mil sampai ke arah laut bebas, termasuk kawasan udaranya. Medan pertahanan tersebut merupakan upaya untuk menunjukkan kemampuan kekuatan TNI yang berproyeksi ke luar (outward looking).
Kedua, mandala utama yang berada di wilayah ZEE hingga batas laut teritorial dasar, termasuk kawasan udaranya. Ini merupakan medan pertahanan utama untuk menunjukkan kekuatan pertahanan secara penuh dan terintegrasi.
Ketiga, mandala dalam sebagai lapis ketiga dalam perlawanan perang berlarut yang mencakup wilayah laut teritorial hingga kawasan daratan. Mandala ini menjadi pusat gravitasi yang mutlak dipertahankan melalui perang berlarut dan melibatkan seluruh komponen kekuatan pertahanan negara (semesta). Ini termasuk langkah proyeksi ke dalam (inward looking) dalam SPN.
”Sebenarnya TNI sudah memiliki kemampuan itu (menghancurkan musuh di luar, bagian dari mandala luar). Meski begitu, kami harus melihat pengalaman perang negara lain, TNI harus menyiapkan diri. Dengan SPN, kami akan menyusun kekuatan dan kemampuan,” kata Yudo.
Kekuatan TNI juga akan disesuaikan dengan kemampuan negara untuk penyediaan alutsista baik di matra darat, laut, maupun udara. Penerapan SPN akan memicu TNI untuk mengalkulasi kebutuhan alutsista sesuai dengan ancaman dan kemampuan negara.
Rektor Universitas Pertahanan Letnan Jenderal Jonni Mahroza berpandangan, aspek penting yang perlu diperhatikan Indonesia adalah dampak dan strategi saat perang terjadi. Potensi terjadinya perang, merujuk beberapa teori, ada di antaranya konflik internasional, perang terbuka Indonesia, dan perang terbatas.
”Saat negara-negara besar berperang, mereka akan mengusik Indonesia melalui berbagai cara. Pertama, menggunakan situasi di Papua untuk intervensi politik, militer, bahkan hibrida dalam rangka mendapatkan dukungan Indonesia,” katanya.
Potensi perang juga bisa dipicu oleh negara lain yang menyulut konflik di daerah perbatasan Indonesia, alutsista milik negara lain melintasi air laut kepulauan Indonesia (ALKI), hingga penyekatan laut oleh negara lain. Jadi, SPN perlu menyasar untuk menihilkan ancaman terhadap Indonesia.
Pengamat militer dan pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie menyambut baik langkah TNI yang sudah berproyeksi ke luar. Namun, arah hingga titik yang menjadi ancaman belum ditentukan dalam SPN. Seluruh pulau yang ada di Indonesia juga belum ditempati oleh anggota TNI.
”Titik luarnya penjagaan bisa ditentukan, misalnya, dari Kutub Selatan hingga perairan Hawaii di Samudra Pasifik. TNI itu perannya sebagai angkatan perang sehingga butuh ’jalan-jalan’ ke luar,” ungkapnya.