TNI AU yang profesional, modern, dan tangguh bagian dari jati diri segenap prajurit TNI, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tak berpolitik praktis dan berbisnis, dijamin kesejahteraannya.
Oleh
FADJAR PRASETYO
·5 menit baca
Kekuatan udara selalu menjadi faktor penentu kemenangan dalam setiap konflik perang modern di dunia. ”Kuasailah udara untuk melaksanakan kehendak nasional karena kekuatan udara nasional di udara adalah faktor yang menentukan dalam perang modern”.
Ungkapan ini kutipan dari pidato Presiden pertama RI, Soekarno, pada Upacara Peringatan Hari AURI Ke-9, 9 April 1955. Pernyataan ini sangat relevan apabila kita melihat berbagai konflik besar yang pernah terjadi di sejumlah belahan dunia. Mulai dari Perang Dunia II, Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Teluk, Perang Balkan, hingga Perang Rusia-Ukraina.
Perang Rusia-Ukraina yang memasuki hari ke-521 (29/7/ 2023) menunjukkan bagaimana dominasi air power, kekuatan udara, berupa pesawat berawak dan tak berawak , dengan persenjataannya, ataupun penggunaan drone micro digabung dengan artileri, rudal hipersonik, dan drone bunuh diri semua pihak yang sedang berperang.
Bagi Indonesia, kekuatan udara nasional berperan sangat penting dalam menjaga dan menegakkan kedaulatan NKRI di udara, di samping mengawal kepentingan dan keamanan nasional kita di udara. Peran penting ini diemban oleh TNI Angkatan Udara (TNI AU) yang bersinergi dengan segenap komponen bangsa lainnya.
Dalam perjalanan sejarah sejak lahir pada 9 April 1946, dalam usia Republik yang masih muda, TNI AU tercatat berhasil melakukan serangan udara pertama menghadapi agresi militer pertama Belanda, pascakemerdekaan 17 Agustus 1945. Serangan balasan ini dilakukan pada 29 Juli 1947 pagi, dengan dua pesawat latih Cureng dan satu pesawat pemburu Guntai, peninggalan AU Kekaisaran Jepang.
Serangan ini dilakukan TNI AU di wilayah-wilayah pendudukan Belanda yang tersebar di Semarang, Ambarawa, dan Salatiga, karena Belanda mengingkari Perjanjian Linggarjati tentang gencatan senjata.
Atas perintah KSAU saat itu, Komodor Udara Suryadi Suryadarma, penyerangan dilakukan oleh Kadet Penerbang Suharnoko Harbani, Mulyono, dan Sutardjo Sigit. Mereka dibantu para penembak udara yang sekaligus teknisi, yakni Dulrachman, Sutardjo, dan Kaput.
Namun, pada hari yang sama, sore harinya, tiga pelopor dan perintis TNI AU—Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, Komodor Muda Udara Adisutjipto, dan Opsir Muda Udara Adi Soemarmo—bersama sejumlah awak dan penumpang lain gugur saat hendak mendarat di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta , terkait misi membawa obat- obatan bantuan dari Palang Merah Malaya untuk Indonesia.
Pesawat yang mereka terbangkan ditembak jatuh oleh pesawat pemburu P-40 Kitty Hawk Belanda di Dusun Pandeyan, Kelurahan Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Bantul.
Gugurnya tiga tokoh perintis TNI AU ini meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia. Mengenang peristiwa heroik itu, setiap 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Berkabung AURI, lalu diubah menjadi Hari Bakti TNI AU pada 1962.
Tahun ini tema peringatan adalah ”Dengan Semangat Jiwa Patriot Hari Bakti 29 Juli 1947, TNI AU Bertekad untuk Semakin Profesional, Modern, dan Tangguh, sebagai Angkatan Udara yang Disegani di Kawasan”. Jiwa patriot para pahlawan 29 Juli 1947 yang gugur saat mempertahankan kemerdekaan jadi inspirasi dan kobaran semangat bagi generasi penerus AU dalam berjuang demi keutuhan dan tetap tegaknya NKRI.
Selalu hadir
Sebagai angkatan perang yang mengawaki alutsista modern dan canggih, TNI AU terus bertransformasi dan beradaptasi mengikuti perkembangan lingkungan strategis dan pesatnya kemajuan teknologi kedirgantaraan. Kesemuanya bertujuan untuk tercapainya pelaksanaan tugas yang dipercayakan negara kepada TNI AU.
Selain melakukan validasi organisasi, peningkatan SDM, pengadaan alutsista modern dan fasilitas pendukung, TNI AU juga harus selalu hadir di tengah masyarakat, guna membantu dan mengatasi tantangan dan kesulitan yang ada.
Meskipun medan tugas TNI AU berada jauh di wilayah udara, peran serta dan dukungan rakyat tetap menjadi hal penentu keberhasilan TNI AU dalam melaksanakan tugas. Hal inilah yang menginspirasi TNI AU dengan slogan ”Jauh di langit, dekat di hati”, yang artinya, walaupun melaksanakan tugas jauh di angkasa, TNI AU selalu dekat di hati rakyat Indonesia.
Gugurnya tiga tokoh perintis TNI AU ini meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia. Mengenang peristiwa heroik itu, setiap 29 Juli ditetapkan sebagai Hari Berkabung AURI, lalu diubah menjadi Hari Bakti TNI AU pada 1962.
Berbagai program pemberdayaan wilayah pertahanan udara yang mengikutsertakan rakyat sebagai salah satu komponen pertahanan negara terus diselenggarakan TNI AU. Rakyat menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam mencapai keberhasilan tugas TNI AU.
Tahun ini, pada peringatan Hari Bakti, semua satuan jajaran TNI AU di Indonesia menggelar berbagai kegiatan bakti sosial, sebagai wujud kecintaan dan kebersamaan dengan rakyat. Puncaknya dipusatkan di Sumatera Utara, tepatnya di Hamparan Perak, Deli Serdang, dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan karya bakti sosial dan bakti kesehatan.
Meneladankan perintis
TNI AU yang profesional, modern, dan tangguh merupakan bagian dari jati diri segenap prajurit TNI, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tak berpolitik praktis, tak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya.
Selain itu, mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, HAM, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi. Suatu keniscayaan bagi TNI AU untuk selalu bersama rakyat agar mampu menjadi tentara yang profesional.
Pengawakan AU saat ini membutuhkan prajurit-prajurit yang profesional, modern, dan tangguh guna menjamin keberhasilan pelaksanaan tugas TNI AU yang semakin kompleks dan penuh ketidakpastian.
Hampir delapan dekade, TNI AU terus berkembang seiring tantangan tugas dan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, khususnya kemajuan teknologi kedirgantaraan.
Melalui semangat juang dan jiwa kepahlawanan para perintis dan pelopor AU masa lalu, generasi penerus AU dari masa ke masa terus membangun dan bertekad menjadikan TNI AU sebagai kekuatan pertahanan udara yang profesional, modern, dan tangguh. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan TNI AU menjadi Angkatan Udara yang disegani di kawasan.
Dalam lima tahun terakhir, TNI AU mengoptimalkan berbagai alutsista modern, baik pesawat tempur, pesawat transpor, helikopter, pesawat UAV, radar, rudal, ataupun sejumlah alutsista udara lainnya. Tahun ini, kita sudah menerima dua pesawat C-130J Super Hercules dari lima pesawat yang dibeli pemerintah dari AS.
Pesawat ini pesawat angkut berat tercanggih saat ini, dan Indonesia negara pertama di ASEAN yang mengoperasikannya. Tahun ini juga sudah datang helikopter jenis H-225M buatan Airbus.
Beberapa tahun ke depan, TNI AU juga akan diperkuat dengan pesawat tempur Rafale dan F-15EX yang sudah disetujui pembeliannya oleh Pemerintah RI. TNI AU juga akan diperkuat pesawat tempur Mirage 2000-5 dari AU Qatar.
Dari alutsista pertahanan udara, sejumlah radar akan memperkuat TNI AU dan akan ditempatkan di sejumlah wilayah Indonesia, serta senjata rudal-rudal pertahanan udara dan alutsista pertahanan udara lainnya.