Kita koreksi doktrin kemiliteran kita yang di masa lalu lebih fokus pada kekuatan darat.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Presiden Joko Widodo berharap TNI Angkatan Udara menjadi modern dan tangguh. Dengan begitu, TNI AU andal dalam menjaga ruang udara Indonesia.
Harapan Presiden Jokowi itu disampaikan pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-77 TNI AU, Minggu (9/4/2023). Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengingatkan, perang Rusia-Ukraina yang masih berlangsung memperburuk keadaan, justru ketika dunia berusaha pulih dari pandemi Covid-19, serta muncul krisis pangan dan krisis finansial. Situasi geopolitik dunia penuh ketidakpastian dan makin panas.
Kita ingin menambahkan satu faktor yang menjadikan TNI AU kian berat tantangannya, yakni kemajuan teknologi yang dirasakan oleh berbagai kalangan. Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence) menjadi terdepan dalam transformasi di berbagai bidang. Teknologi ini yang dalam bidang kedirgantaraan melahirkan penerbangan robotik yang semakin canggih, baik untuk pesawat terbang maupun peralatan utama sistem persenjataan (alutsista).
Semua faktor itu menuntut pimpinan TNI untuk meningkatkan kemampuan diri dan kewaspadaan. Jika selama ini wacana modernisasi dan ketangguhan TNI lebih banyak tentang alutsista, kiranya kini wacana itu harus dicermati lebih komprehensif. Ini juga disampaikan oleh analis militer, Fauzan Malufti dari Semar Sentinel. Pendekatan modernisasi harus pula mencakup mulai dari sumber daya manusia, infrastruktur, organisasi, hingga doktrin, selain alutsista.
Kita berbesar hati, meskipun dalam jumlah sedikit (demi sedikit), berlangsung pemutakhiran di TNI AU. Pada Maret lalu datang pesawat angkut Hercules mutakhir, yang dikenal sebagai Hercules C-130J-30 atau Super Hercules yang dari berbagai segi lebih hebat daripada pendahulunya. Jet tempur Rafale dari Perancis diharapkan mulai tiba tahun 2026.
Berbicara pembangunan kekuatan udara, apalagi yang tangguh, merupakan hal rumit. Pertama, harganya mahal. Hanya untuk satu-dua pesawat tempur, harganya mencapai triliunan rupiah, apalagi satu-dua skuadron (32 pesawat). Belum lagi dari segi biaya operasi, untuk latihan dan suku cadang.
Seiring dengan itu, kita pun awas pada sifat peperangan masa depan yang lebih bertumpu pada kecerdasan buatan yang banyak memunculkan wahana perang udara nirawak dan penerapan teknologi tak kasat-radar (stealth) yang canggih.
Meskipun ringkas, pesan Presiden Jokowi, yakni ”modern dan tangguh”, untuk mewujudkannya sungguh tak mudah. Jika TNI AU tak modern dan tangguh, pesawatnya ketinggalan generasi, pesawat itu hanya akan menjadi sasaran empuk pesawat lawan.
Kita juga tak lupa bahwa kekuatan dirgantara tak saja membutuhkan untuk sarana penggentaran (deterens), tetapi kita juga membutuhkannya untuk pengawalan kedaulatan di ruang udara domestik yang sangat luas ini.
Seiring dengan itu, kita koreksi doktrin kemiliteran kita yang di masa lalu lebih fokus pada kekuatan darat. Kita berharap, melalui analisis dan implementasi konsisten, kita akan bisa mewujudkan harapan Presiden pada HUT Ke-77 TNI AU itu.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO