NU Tegaskan Tak Akan Terlibat Dukung-mendukung pada Pemilu 2024
NU ingin membangun hubungan yang lebih konstruktif bermartabat dengan semua pihak, termasuk tokoh politik.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
DIAN DEWI PURNAMASARI
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf didampingi oleh komisi pembahasan alim ulama (bahtsul masail) dan komisi rekomendasi Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Nasional NU 2023 memberikan keterangan kepada media di Asrama Haji Pondokgede, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama 2023 yang digelar lima bulan menjelang Pemilu 2024, menghasilkan rekomendasi penting untuk menyikapi situasi politik terkini. NU menegaskan tak tertarik untuk terlibat dalam politik dukung-mendukung kandidat tertentu. Sebab, NU berpolitik berdasarkan nilai, bukan nama atau partai politik.
Rekomendasi itu disampaikan dalam konferensi pers di Asrama Haji Pondokgede, Jakarta, Selasa (19/9/2023). Setelah serangkaian rapat komisi pembahasan alim ulama (bahtsul masail) yang dibagi menjadi tiga bidang, yaitu bahtsul masail waqiiyah yang menyangkut tema-tema aktual; bahtsul masail maudluiyyah yang berkenaan dengan topik-topik tematik; dan bahtsul masail qanuniyyah yang membahas soal hukum dan perundang-undangan.
”Inti rekomendasi itu adalah bahwa NU tak tertarik untuk terlibat dalam politik dukung-mendukung. NU berpolitik berdasarkan nilai, bukan politik untuk mendukung satu nama atau satu partai,” kata Ulil Abshar Abdalla, Ketua Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2023.
Sidang pleno penetapan rekomendasi komisi pembahasan alim ulama (bahtsul masail) dalam rangkaian acara Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Nasional Nahdlatul Ulama 2023 di Asrama Haji Pondokgede, Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Ulil menambahkan, bagi NU yang penting bukanlah siapa dan partai apa yang didukung, tetapi nilai apa yang diperjuangkan. PBNU menegaskan bahwa garis politiknya harus berdasarkan pada nilai-nilai kemaslahatan, kesejahteraan, dan keadilan.
Selain rekomendasi garis politik elektoral, PBNU juga memutuskan beberapa pedoman berpolitik bagi warga NU merujuk pada Muktamar NU tahun 1989 di Krapyak. Dalam muktamar itu dirumuskan sembilan pedoman berpolitik bagi para Nahdliyin.
Pedoman itu, di antaranya, adalah politik bagi NU adalah bentuk keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berpolitik harus didasarkan pada wawasan kebangsaan untuk menjaga keutuhan bangsa, berpolitik adalah wujud dari pengembangan kemerdekaan yang hakiki untuk mendidik kedewasaan warga guna mencapai kemaslahatan bersama, berpolitik harus diselenggarakan dengan akhlakul karimah sesuai dengan ajaran ahlus sunnah wal jamaah, berpolitik harus diselenggarakan dengan kejujuran didasari pada moralitas agama, konstitusional, adil, sesuai dengan norma-norma dan peran yang disepakati.
Inti rekomendasi itu adalah bahwa NU tak tertarik untuk terlibat dalam politik dukung-mendukung. NU berpolitik berdasarkan nilai, bukan politik untuk mendukung satu nama atau satu partai.
Selain itu, berpolitik juga dilakukan untuk memperkokoh konsensus nasional, bukan malah menghancurkannya. Bagi PBNU, berpolitik dengan alasan apa pun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah bangsa. Perbedaan aspirasi berpolitik di kalangan warga NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan, tawadhu, dan saling menghargai satu sama lain.
Terakhir, politik harus mendorong tumbuhnya masyarakat yang mandiri sebagai mitra pemerintah. Sehingga penyelenggaraan negara tidak boleh bersifat state heavy atau melulu dikuasai pemerintah dengan mengabaikan aspirasi masyarakat.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf menambahkan, sikap politik PBNU menjelang Pemilu 2024 itu bukan berarti NU sama sekali tidak berpolitik, karena peran politik bagi NU adalah keniscayaan. Sebagai suatu kelompok atau komunitas dengan basis massa yang begitu luas, ia menyadari bahwa NU memiliki signifikansi politik. Namun, NU ingin membangun hubungan yang lebih konstruktif bermartabat dengan pihak mana pun termasuk tokoh politik.
DOKUMENTASI PBNU
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya memberikan pidato sambutan saat acara pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU 2023 di Pondok Pesantren Al Hamid, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (18/9/2023).
”PBNU dan organisasi NU bertanggung jawab untuk menyumbangkan hal-hal yang konstruktif bagi kemaslahatan umum bagi semua. NU tidak akan melibatkan diri pada politik praktis coblos-mencoblos,” tegas Yahya.
Yahya menambahkan PBNU di bawah kepemimpinannya akan berkontribusi secara lebih konstruktif bagi kemaslahatan umum dan bangsa. Sebagai organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, NU jelas memiliki pengaruh terhadap kebijakan pemerintah dan implementasinya. Oleh karena itu, dalam rekomendasi di luar sikap terhadap Pemilu 2024, NU juga menggunakan acara Munas-Konbes NU 2023 untuk mendorong eksekusi sejumlah kebijakan.
”Yang jelas, NU sebagai lembaga agama terlibat dalam politik kompetisi dan menjadi pihak dalam kompetisi. Peran politik NU itu terkait tanggung jawab kebangsaan dan kemaslahatan bersama dan kemanusiaan,” terangnya.
Mantan Juru Bicara Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid itu menekankan bahwa sikap politik terserah pemilih, bukan ditentukan oleh lembaga atau organisasi PBNU. PBNU tidak bisa mengarahkan preferensi politik seseorang apalagi terhadap para kiai dan masyayikh. Para kiai tentu sudah mengerti hak, kewajiban, wewenang, risiko, dan memahami parameter agama ataupun organisasi.
”Saya yakin sekali, seperti selama ini kami saksikan tidak pernah ada klaim atas organisasi (PBNU),” ungkapnya.
Konflik lahan
Munas alim ulama juga membahas kembali permasalahan aktual konflik lahan antara warga adat, investor, dan negara di Pulau Rempang, Kepulauan Riau. PBNU meminta penggunaan pendekatan keamanan, pasukan berlebihan, dan kekerasan dalam sengketa rakyat harus dihentikan. Peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi tidak boleh dicapai dengan melanggar hak-hak rakyat kecil. Pembangunan seharusnya mempertimbangkan kemaslahatan manusia menjadi hal yang pokok.
PBNU juga mendorong semua pihak untuk meredam situasi panas di Pulau Rempang, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah diminta mendengar aspirasi rakyat agar kepentingan investor tak mengorbankan rakyat kecil.
”(Kami) mengajak rakyat di Rempang untuk bersabar dan terus berdoa kepada Allah agar dicapai solusi terbaik,” imbuh Ulil.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Warga memegang poster penolakan penggusuran Pulau Rempang saat berdemonstrasi di depan Kantor Badan Pengusahaan Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023).
PBNU pun menyoroti terkait isu sumber daya alam di Indonesia yang dinilai bermasalah cukup serius. Pengelolaan SDA selama ini dilakukan dengan cara yang mengabaikan aspirasi publik dan masyarakat. Oleh karenanya, PBNU mendorong agar pemerintah dan pihak-pihak lain berusaha mencapai konsensus nasional dalam pengelolaan SDA. Konsensus itu harus melibatkan semua pihak terutama untuk menentukan arah kebijakan yang adil bagi semua pihak.
”Tidak boleh pengelolaan sumber daya alam didikte oleh satu kelompok saja, terutama kelompok yang menjadi penguasa modal,” kata Ulil.
Komisi Bahtsul Masail Qonuniyah KH Abdul Ghafar Rozin mengungkapkan, komisinya membahas tentang perundangan baik yang sedang dalam pembahasan, yang sedang diundangkan, maupun regulasi turunan yang sedang dilaksanakan. Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang sudah dibahas sejak 2010 menjadi salah satu pembahasan di komisi tersebut. Sampai saat ini, RUU yang diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk dibahas prioritas itu belum ada perkembangan signifikan. Padahal, menurut PBNU, hal itu penting untuk mengembalikan aset negara yang berasal dari kejahatan pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
”Kami merekomendasikan kepada munas agar pemerintah dan DPR segera membahas secara serius sekaligus mengundangkan, mengesahkan RUU ini tanpa meninggalkan aspek atau prinsip keadilan dan kehati-hatian,” kata Rozin.
RUU Perampasan Aset
Ia menambahkan, RUU Perampasan Aset perlu dibahas secara hati-hati karena peraturan itu dapat menjadi alat penegakan hukum, menyita, membekukan aset tanpa pelaku. Orientasi dari RUU itu adalah mengejar aset untuk dikembalikan kepada negara tanpa proses pengadilan terhadap pelaku tindak pidana.