Memilih Calon Pemimpin Didasarkan pada Rekam Jejak hingga Gagasan
Untuk memilih calon pemimpin masa depan, publik harus mengetahui rekam jejaknya Seperti pada buku setebal lebih dari 370 halaman berjudul “Hitam Putih Ganjar”, diulas seluk beluk dan rekam jejak Ganjar Pranowo.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Memilih seorang pemimpin harus didasari banyak hal, mulai dari rekam jejak, hingga gagasan yang ditawarkan bagi kemakmuran bangsa Indonesia ke depan. Namun, untuk sampai ke sana, perlu dilihat pula, sejauh mana calon pemimpin itu terbukti pernah menghadapi berbagai ujian dan tantangan yang pernah dialami bangsa. Hal ini penting karena tantangan ke depan tidaklah mudah.
Seperti pada buku setebal lebih dari 370 halaman berjudul “Hitam Putih Ganjar”, diulas seluk beluk dan rekam jejak Ganjar Pranowo. Buku dengan sampul berwarna hitam dan putih, dengan wajah Ganjar tampak samping, itu dibahas dalam acara Bedah Buku Hitam Putih Ganjar di Jakarta, Kamis (14/9/2023). Buku itu di antaranya diulas oleh sejarawan Asvi Warman Adam, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Agung Firman Sampurna, dan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Universitas Gadjah Mada Ari Dwipayana.
Ganjar yang baru saja mengakhiri jabatannya sebagai Gubernur Jawa Tengah, ini merupakan salah satu dari tiga bakal capres yang mencuat ke publik. Dua bakal capres lainnya adalah Anies Rasyid Baswedan dan Prabowo Subianto. Rekam jejak kepemimpinan Anies, mantan Gubernur DKI Jakarta, maupun Prabowo yang sampai saat ini menjabat sebagai Menteri Pertahanan, juga pernah dibukukan.
Dalam bedah buku itu, Asvi Warman Adam mengatakan, pentingnya rekam jejak seorang calon pemimpin dibuka ke publik agar publik juga bisa mendapat informasi yang utuh sebelum menjatuhkan pilihannya. Dengan dibuka ke publik, publik bisa mengetahui riwayat hidup, hasil pekerjaan, dan prestasi dari tokoh itu.
“Kenapa penting (dibuka) rekam jejak pemimpin bangsa, baik calon anggota legislatif, apalagi capres dan cawapres? Tidak lain, sangat sederhana, supaya kita jangan membeli kucing dalam karung,” ujarnya.
Menurut Asvi, prestasi calon pemimpin juga bisa dilihat sejauh mana mereka bisa menghadapi situasi pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu. Ganjar disebut telah mampu menginisiasi beberapa program konkret sehingga rakyatnya tetap bisa bertahan, seperti “Jogo Tonggo”.
Mampu bertahan dan beradaptasi
Pakar administrasi dan kebijakan publik, Agung Firman Sampurna, pun melihat, sosok pemimpin yang berhasil ialah mereka yang bisa bertahan dalam situasi yang luar biasa. Sosok pemimpin seperti ini yang patut dicari karena ke depan bangsa ini akan menghadapi begitu banyak tantangan, misal segregasi sosial, masalah dalam tata kelola publik, beban fiskal yang cukup besar, serta masalah internasional.
Sosok pemimpin yang berhasil ialah mereka yang bisa bertahan dalam situasi yang luar biasa.
“Nah, untuk itu, kita juga pengen tahu sebenarnya apakah calon-calon pemimpin yang sekarang memiliki rekam jejak yang membuat dia memiliki potensi untuk menghadapi masalah-masalah seperti itu. Rakyat ini perlu lihat dari apa yang sedang dan telah mereka lakukan, seandainya mereka mendapat kepercayaan yang lebih besar,” ucap Firman.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2022 itu mengungkapkan, perlu melihat juga model kepemimpinan yang dimiliki masing-masing calon. Salah satu model yang penting ialah resilien. Artinya, pemimpin itu mampu menunjukkan ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan, serta mampu beradaptasi dengan cepat.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Ari Dwipayana membenarkan bahwa bangsa ini sekarang membutuhkan gagasan sebagai sesuatu yang penting untuk diuji di level strategis, bukan sekadar level ideologi. Gagasan harus dilengkapi dengan gambaran utuh kehidupan pemimpin dari asal-usul sosial, sikap mereka terhadap sesuatu, serta pilihan-pilihan politik yang dibangun.
Saatnya adu gagasan
“Semua itu bisa diuji dalam rentang hidupnya. Jadi, di luar gagasan, integritas calon pemimpin penting diuji, apakah pilihan ideologis dan sikap-sikap politik dijalankan secara konsisten. Kalau lepas dari itu, maka satu faktor yang harus ada di pemimpin, yakni integritas, itu lepas. Integritas adalah hal yang penting dimiliki pemimpin,” ungkap Ari.
Ia pun menyayangkan, sebulan menjelang pendaftaran bakal capres-cawapres, ruang publik masih dipenuhi berbagai narasi manuver koalisi partai politik. Meski setiap koalisi sudah menentukan bakal calon presidennya, gagasan dan rekam jejak mereka belum terlalu ditonjolkan. Padahal, itu penting menjadi bekal bagi rakyat dalam memilih calon pemimpin masa depan.
“Saya kira ini saatnya kita kembali ke politik gagasan karena kita abis waktu untuk sekadar dansa-dansa atau bahkan menafsirkan simbol-simbol politik. Politik gagasan itu perlu diturunkan tidak hanya jargonistik tetapi juga mengenai strategi apa yang sudah mereka lakukan ketika berhadapan situasi-situasi tertentu. Seperti Pak Firman sampaikan, situasi ke depan tidaklah mudah,” kata Ari.