Komnas Hak Asasi Manusia meminta pemerintah memenuhi tuntutan masyarakat agar tidak direlokasi dari Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Kepentingan warga yang sduah tinggal ratusan tahun harus jadi pertimbangan.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Polisi menggunakan mobil water canon untuk memukul mundur massa yang melempar botol dan batu ke kantor Badan Pengusahaan Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023).
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah memenuhi tuntutan masyarakat agar tidak direlokasi dari Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Menurut dia, menyelesaikan konflik penguasaan tanah antara masyarakat dan BP Batam harus mengutamakan kepentingan warga yang sudah ratusan tahun tinggal di sana.
”Kami mengarahkan agar (warga) tidak direlokasi. Warga harus diberi ruang hidup di sana, karena itu permintaan mereka,” kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Saurlin P Siagian di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Jumat (15/9/2023).
Ia menuturkan, setiap warga negara mempunyai hak untuk hidup aman. ”Perlu tanya dulu kepada warga, mereka mau dibangun atau tidak. Kalau tidak mau dibangun, ya, itu hak mereka,” ujarnya.
Untuk menyelesaikan konflik di Rempang, Komnas HAM telah menerjunkan tim investigasi untuk melihat langsung situasi yang terjadi di sana. Laporan dari tim ini akan dianalisis dan menjadi pertimbangan Komnas Ham dalam merekomendasikan penyelesaian konflik.
Kami mengarahkan agar (warga) tidak direlokasi. Warga harus diberi ruang hidup di sana, karena itu permintaan mereka.
Selain itu, Komnas HAM juga telah bertemu dengan Sekda Kota Batam untuk mencari duduk persoalan yang terjadi di Rempang. ”Kami sudah mendengarkan berbagai pihak yang melaporkan ke Komnas HAM. Ada setidaknya 16 kampung tua di Pulau Rempang yang terancam akan mengalami penggusuran,” tuturnya.
KOMPAS/PANDU WIYOGA
Seorang ibu dan anak berlari menghindari kericuhan akibat demonstrasi warga di depan kantor Badan Pengusahaan Batam, Kepulauan Riau, Senin (11/9/2023).
Pekan lalu, bentrokan terjadi antara aparat gabungan dan warga di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Kamis (7/9/2023). Peristiwa tersebut terjadi saat petugas akan mengukur lahan terkait proyek Rempang Eco City.
Bentrokan itu merupakan buntut konflik agraria di Pulau Rempang. Konflik bermula ketika Badan Pengusahaan (BP) Batam berencana merelokasi seluruh penduduk Pulau Rempang yang berjumlah sekitar 7.500 jiwa. Hal itu untuk mendukung rencana proyek di Pulau Rempang. Warga Rempang telah menyatakan penolakannya terhadap relokasi. Selain ingin memperjuangkan kampung halaman, mereka juga menilai rumah yang dijanjikan di area relokasi tidak jelas (Kompas, Jumat 15/9/2023).
Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengatakan, Presiden Joko Widodo harus turun tangan menyelesaikan konflik dengan cara meminta TNI menghentikan pengiriman pasukan ke Rempang. ”Presiden harus berada di garda depan untuk menyatakan penyelesaian Rempang lewat jalan persuasif tidak dengan jalan represif. Presiden perlu memerintahkan Panglima TNI untuk menghentikan pengiriman pasukan ke Rempang,” ujarnya.
Kalau ini berlanjut korban jiwa akan bertambah karena banyak masyarakat yang bertahan untuk menjaga tanah dan hak-hak mereka yang tidak bisa dirampas.
Menurut dia, hak-hak masyarakat di Rempang harus dilindungi dan dijamin oleh negara sehingga pendekatan represif bukan solusi penyelesaian masalh di Rempang. ”Kalau ini berlanjut korban jiwa akan bertambah karena banyak masyarakat yang bertahan untuk menjaga tanah dan hak-hak mereka yang tidak bisa dirampas,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono CHRMP mengatakan, sampai saat ini belum ada permintaan pengiriman TNI untuk mengamankan wilayah Rempang. ”Sampai saat ini belum ada permintaan, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI sudah ke lokasi untuk pastikan TNI patuhi hukum,” ujarnya.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Mahasiswa yang tergabung dalam Front Marhaenis Jatim berunjuk rasa di depan Gedung Grahadi di Surabaya, Jumat (2/10/2015). Mereka menunutut dituntaskannya kasus pembunuhan di Lumajang dan memaksa pemerintah untuk mengusut tuntas setiap konflik agraria.
Konflik agraria
Sampai saat ini belum ada permintaan, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI sudah ke lokasi untuk pastikan TNI patuhi hukum.
Komnas HAM selama delapan bulan terakhir (Januari-Agustus 2023) menerima 692 aduan konflik agraria, termasuk yang terjadi di Rempang. Aduan tertinggi konflik agraria terjadi di DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan.
Konflik agraria terbanyak adalah sektor lahan/pertanahan, perkebunan, infrastruktur, dan perumahan. Konflik agraria erat kaitannya dengan pelanggaran hak asasi manusia. Empat rumpun hak asasi yang paling banyak diduga dilanggar karena konflik agraria adalah hak atas kesejahteraan, hak memperoleh keadilan, hak atas rasa aman, dan hak untuk hidup. ”Laporan ini mayoritas terkait dengan kekerasan, pemaksaan penggusuran, dan situasi yang mengandung dimensi kriminalisasi warga yang mempertahankan wilayahnya,” kata Saurlin.
Saurlin mengatakan, sederetan konflik yang terjadi dalam delapan bulan terakhir secara masif terkait dengan Proyek Strategis Nasional (PSN), misalnya yang terkini konflik di Pulau Rempang. Selain dalam data statistik, potret kasus yang diangkat menunjukkan eskalasi terjadi manakala suatu proyek dimasukkan ke dalam PSN.