Meski Raih Penghargaan, Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Keterbukaan Atas Layanan Publik Masih Rendah
Meski raih penghargaan, Sekretariat CSO-OGP Indonesia Darwanto lewat keterangan resmi yang diterima Kompas, mengatakan OGP diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan keterbukaan pemerintah dan penguatan layanan.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
Kemarin, koalisi masyarakat sipil mengapresiasi capaian Indonesia yang mendapatkan peringkat 1 Open Government Partnership di OGP Summit pada 6-7 September lalu di Tallin, Estonia. Capaian yang cukup baik di aspek pemberian bantuan hukum bagi kelompok rentan ini diharapkan juga selaras dengan keterbukaan di bidang lain terutama layanan publik.
Sekretariat CSO-OGP Indonesia Darwanto melalui keterangan resmi yang diterima Kompas, Jumat (8/9/2023) lalu, mengatakan OGP diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan keterbukaan pemerintah dan penguatan layanan publik di Indonesia. Walakin, sayangnya, agenda itu belum menjadi prioritas pemerintah dalam dua periode pemerintahan terakhir. Sebab, menurutnya, prioritas pemerintah terfokus penuh pada pembangunan ratusan Proyek Strategis Nasional (PSN) di seluruh Indonesia. Seperti, pembangunan ibu kota baru, bandara, dan sebagainya.
“Implementasi PSN didorong dengan pembentukan dan revisi regulasi yang terburu-buru serta memprioritaskan investasi dan bisnis ketimbang akuntabilitas dan ruang sipil seperti UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, UU KPK, UU KUHP dan UU Minerba, yang tidak mengindahkan partisipasi publik dalam perumusannya,” kata Darwanto.
Ini berdampak pada menurunnya Indeks Demokrasi Indonesia hasil survei dari berbagai lembaga internasional. Data Economist Intelligence Unit (EIU) misalnya menunjukkan Indeks Demokrasi Indonesia yang masih tergolong demokrasi cacat. Dalam indikator kebebasan sipil, Filipina dengan capaian 7.35 bahkan lebih baik demokrasinya dibandingkan dengan Indonesia yang hanya 6.14. Ini di antaranya akibat serangan terhadap kebebasan sipil secara digital baik itu peretasan, doxing, penyebaran hoaks, penyadapan, serangan fisik pembubaran diskusi dan gas air mata, maupun kriminalisasi terhadap aktivis.
“Implementasi PSN didorong dengan pembentukan dan revisi regulasi yang terburu-buru serta memprioritaskan investasi dan bisnis ketimbang akuntabilitas dan ruang sipil seperti UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, UU KPK, UU KUHP dan UU Minerba, yang tidak mengindahkan partisipasi publik dalam perumusannya”
Darwanto menilai, penghargaan OGP Award melalui ko-kreasi program Dana Bantuan Hukum antara pemerintah dan masyarakat sipil perlu ditingkatkan terutama aspek pembahasan kebijakan publik dengan partisipasi bermakna. Sebab, catatan koalisi masyarakat sipil, dari 15 komitmen Rencana Aksi Nasional, masih banyak proses implementasi yang tidak dapat dijalankan tanpa ko-kreasi antara pemerintah dan masyarakat sipil.
“Dalam periode RAN VII 2023-2024, masyarakat sipil terus mendorong sejumlah isu sentral untuk mendukung keterbukaan pemerintah seperti ekstraksi sumber daya alam sektor tambang mineral, keterbukaan pemilik manfaat (beneficial ownership), pengadaan barang dan jasa berkelanjutan, serta keterbukaan manajemen transisi energi berkelanjutan,” jelasnya.
“Dalam periode RAN VII 2023-2024, masyarakat sipil terus mendorong sejumlah isu sentral untuk mendukung keterbukaan pemerintah seperti ekstraksi sumber daya alam sektor tambang mineral, keterbukaan pemilik manfaat (beneficial ownership), pengadaan barang dan jasa berkelanjutan, serta keterbukaan manajemen transisi energi berkelanjutan”
Masyarakat sipil juga berharap pemerintah melakukan langkah-langkah strategis seperti melanjutkan implementasi keterbukaan pada kepemimpinan pemerintah selanjutnya. Kandidat presiden wajib untuk berkomitmen dan memasukkan keterbukaan pemerintah dalam visi-misi pembangunan ke depan. Pelibatan aktor non pemerintah juga perlu segera dilembagakan secara formal dengan kerangka regulasi yang jelas.
Keterbukaan pembahasan kebijakan publik itu terutama harus diprioritaskan untuk proyek strategis nasional, proyek infrastruktur pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), program ekstraksi sumber daya alam dan mineral, transisi energi serta belanja sosial pemerintah. Dengan keterbukaan informasi publik, negara mendorong ruang aman bagi aktivis HAM, lingkungan, serta jurnalis untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi publik serta kebebasan berpendapat di Indonesia.
Dipuji bantuan hukum kelompok rentan
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Indonesia memperoleh penghargaan juara 1 Open Government Partnership (OGP) Global Summit 2023 untuk wilayah Asia Pasifik. Penghargaan itu diraih karena pemerintah dinilai berkomitmen terhadap perluasan bantuan hukum bagi kelompok rentan di Indonesia.
Penghargaan diterima langsung di Tallinn, Estonia. Indonesia diwakili oleh Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasiobnal (Bappenas) Bogat Widyatmoko, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Widodo Ekatjahjana, dan Direktur Eksekutif Indoensia Judicial Research Society (IJRS) Dio Ashar Wicaksana.
"Semoga setelah ajang penghargaan ini, Pemerintah Indonesia dan masyarakat sipil semakin berkomitmen untuk bekerja sama dan mewujudkan pelayanan publik yang lebih inklusif, dan berkualitas bagi seluruh warga Indonesia"
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas, Bapak Bogat Widyatmoko melalui keterangan resmi menuturkan, penghargaan itu merupakan salah satu wujud nyata pemerintah Indonesia untuk melaksanakan tujuan negara yaitu melindungi seluruh rakyat Indonesia dan tumpah darah Indonesia. Komitmen itu perlu terus diperkuat dan dikembangkan untuk menjamin hadirnya keterbukaan dan keadilan bagi seluruh elemen masyarakat Indonesia.
"Semoga setelah ajang penghargaan ini, Pemerintah Indonesia dan masyarakat sipil semakin berkomitmen untuk bekerja sama dan mewujudkan pelayanan publik yang lebih inklusif, dan berkualitas bagi seluruh warga Indonesia," ujar Bogat.
Pemerintah dinilai telah memberikan jaminan bantuan hukum kepada masyarakat berpenghasilan rendah sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Penyelenggaraan bantuan hukum diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan pendampingan dalam perkara litigasi maupun non litigasi.
Komitmen itu juga ditunjukkan melalui Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang berkewajiban untuk mendampingi penerima bantuan hukum untuk menghadapi proses hukum yang dimiliki. Biaya selama proses itu pun ditanggung oleh pemerintah.
"Sejak tahun 2013 jumlah penyelanggara bantuan hukum terus meningkat. Hingga saat ini berjumlah 619 OBH. Berdasarkan data penerima bantuan hukum litigasi dan non litigasi 2016-2022 dari BPHN, komitmen itu pun telah membantu 94.633 masyarakat miskin. Dengan rincian 72.139 masyarakat miskin dengan proses litigasi, dan 22.494 masyarakat miskin dengan proses non litigasi," imbuh Bogat.
Indonesia berhasil bersaing dengan delapan nominasi lainnya dari wilayah Asia Pasifik termasuk Korea Selatan dan Filipina. OGP adalah inisiatif global yang digagas oleh Indonesia dan tujuh negara lainnya untuk mendorong terwujudnya nilai-nilai keterbukaan pemerintah yang transparan, partisipatif, akuntabel, dan inklusif. OGP didirikan sejak tahun 2011 dan memiliki 76 negara yang bergabung sebagai anggota. OGP mengarusutamakan keterbukaan pemerintah secara kolaboratif melalui proses kreasi bersama dengan masyarakat sipil. Penghargaan diumumkan setiap dua tahun sekali. (DEA)