Selama 21 Tahun Tak Dievaluasi, TNI Usulkan Kenaikan Tunjangan bagi Prajurit di Papua dan Perbatasan
TNI mengusulkan tambahan tunjangan khusus bagi prajurit TNI yang bertugas di Papua dan kawasan perbatasan. Pasalnya, tunjangan Rp 350 ribu per bulan yang diterimanya sudah 21 tahun tidak pernah dievaluasi lagi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono (tengah menghadap kamera) didampingi Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Dudung Abdurachman (dua dari kiri), Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muhammad Ali (kiri), Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo (kanan), dan Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra (dua dari kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/9/2023). Rapat membahas rancangan kerja anggaran kementerian/lembaga tahun 2024. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto tidak hadir dalam rapat karena mengikuti rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi Ke-43 ASEAN.
JAKARTA, KOMPAS — Tentara Nasional Indonesia meminta tambahan anggaran untuk menaikkan tunjangan khusus bagi prajurit yang bertugas di Papua dan wilayah perbatasan. Kenaikan tunjangan itu diperlukan karena nilainya saat ini tidak lagi mengikuti tunjangan kemahalan di wilayah tersebut. Apalagi, selama 21 tahun, tunjangan khusus tersebut tidak pernah dievaluasi sesuai dengan kebutuhan prajurit sehari-hari.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan, selama ini tunjangan untuk prajurit tamtama yang bertugas di Papua hanya 350.000 per bulan. Karena itu, dia mengusulkan agar tunjangan tersebut dinaikkan menjadi dua kali lipatnya atau sekitar Rp 700.000 jika dikalkulasi. Usulan kenaikan tunjangan khusus tersebut, diungkapkan Yudo, seusai rapat kerja terkait rencana kerja dan anggaran tahun 2024 dengan Komisi I DPR, Rabu (6/9/2023), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Rapat kerja yang dilakukan tertutup itu dihadiri pula oleh Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra.
Selain itu, TNI juga memerlukan tambahan anggaran untuk pembangunan pos-pos jaga di perbatasan yang kondisinya kini banyak yang sudah tidak layak lagi. Anggaran untuk pembangunan pos pengamanan ini diusulkan di luar anggaran yang terprogram. Dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai, prajurit yang bertugas di perbatasan diharapkan bisa melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
”Apalagi selama 21 tahun, tunjangan khusus tersebut tidak pernah dievaluasi sesuai dengan kebutuhannya. ”
Kontingensi
Menurut Yudo, dalam rapat kerja tersebut, pihaknya juga meminta tambahan anggaran di luar anggaran yang sudah terprogram berdasarkan rencana kerja dan anggaran tahun 2024. Tambahan anggaran itu akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya kontingensi atau darurat agar para prajurit TNI bisa melaksanakan tugasnya secara optimal dalam berbagai kondisi apa pun.
Selama ini, diakui Yudo, banyak kegiatan TNI yang di luar rencana atau program rutin tahunan. Misalnya, saat TNI menjadi bagian dari pengamanan kegiatan nasional dan internasional, seperti KTT ASEAN. TNI juga menjadi bagian dari penanganan bencana, seperti kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang saat ini tengah melanda sejumlah wilayah Nusantara.
Pengerahan pasukan TNI untuk pengamanan dan penanganan bencana juga memerlukan dukungan anggaran yang memadai agar para prajurit bisa menjalankan tugasnya secara optimal. Penambahan anggaran itu karena kegiatan yang dilakukan tidak hanya berlangsung sebentar, tetapi juga bisa memakan waktu hingga berbulan-bulan.
”Ya, seperti sekarang ini karhutla di mana-mana, prajurit TNI dikerahkan. Seperti itu, tetapi tidak ada anggarannya. Menggunakan anggaran dari pemerintah daerah. (Padahal) memadamkan karhutla ini enggak bisa sehari dua hari seminggu dua minggu. Sampai sekarang bahkan di Kalimantan Barat sudah sebulan apinya tidak padam, di Kalimatan Tengah juga demikian,” ujar Yudo seusai rapat kerja terkait rencana kerja dan anggaran tahun 2024 dengan Komisi I DPR, Rabu (6/9/2023).
TNI mengusulkan penambahan anggaran kontingensi Rp 250 miliar. Anggaran tersebut akan digunakan sesuai kebutuhan. Yudo optimistis anggaran tersebut akan terserap karena setiap tahun pasti ada kegiatan kontingensi. Meski demikian, apabila dalam satu tahun tidak ada sama sekali kegiatan yang bersifat kontingensi, anggaran akan dikembalikan ke kas negara.
Dia menambahkan, dengan adanya anggaran kontingensi, TNI juga bisa melaksanakan program-program yang telah direncanakan dengan baik. Alasannya, pihaknya tidak akan kesulitan untuk mengatur lagi anggaran yang sudah terprogram saat ada kegiatan yang bersifat kontingensi.
Adapun berdasarkan rencana kerja dan anggaran tahun 2024, Mabes TNI akan mendapatkan alokasi anggaran Rp 10 triliun. Sementara TNI Angkatan Darat Rp 56 triliun, TNI Angkatan Laut Rp 23 triliun, dan TNI Angkatan Udara Rp 18 triliun. Alokasi anggaran tersebut sesuai dengan program prioritas TNI pada 2024, antara lain pemeliharaan alat utama sistem persenjataan (alutista) dan peningkatan profesionalisme prajurit sesuai dengan rencana yang telah disusun oleh masing-masing matra.
”Tentunya harus evaluasi lagi untuk supaya anggaran yang ada ini bisa digunakan dengan tepat sasaran sehingga prioritasnya dapat tercapai,” kata Yudo.
Bahkan, lanjut Kharis, usulan tentang anggaran kontingensi telah disampaikan sejak bencana gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Namun, usulan itu belum terealisasi hingga saat ini. Padahal besaran tunjangan itu menurutnya sangat minim.
Anggota Komisi I DPR, Dave Laksono, juga mendukung usulan penambahan anggaran kontingensi untuk TNI dan kenaikan tunjangan prajurit yang bertugas di Papua. Anggaran itu dinilai penting untuk mendukung kinerja TNI karena banyak terlibat di berbagai kegiatan, baik pengamanan maupun penanganan bencana.