MA Diminta Segera Putuskan Uji Materi Syarat Pencalonan Mantan Terpidana
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai, proses uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sangat lama.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOLEKSI PERLUDEM
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menggelar aksi untuk memprotes dua peraturan KPU yang dinilai memberi karpet merah terhadap mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2024, Minggu (28/5/2023), di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mendesak Mahkamah Agung segera memutus uji materi dua peraturan Komisi Pemilihan Umum yang memuat aturan pencalonan mantan terpidana. Putusan diharapkan segera keluar agar dapat diimplementasikan pada pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD di Pemilu Legislatif 2024.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai, proses uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota serta PKPU No 11/2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sangat lama. Sejak diajukan pada 12 Juni, MA seharusnya memutus pengujian PKPU paling lambat akhir Juli.
Ia mengingatkan, MA harus patuh pada Pasal 76 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur penyelesaian pengujian PKPU paling lambat 30 hari kerja sejak permohonan diterima. Oleh karena itu, putusan mesti segera dikeluarkan mengingat batas waktu 30 hari sejak pengajuan telah terlewati. Terlebih, daftar calon sementara telah diumumkan KPU pada 19 Agustus lalu.
”Kalau uji materi dikabulkan, akan berdampak pada beberapa mantan terpidana yang belum melewati masa jeda lima tahun sehingga akan mengurangi mantan terpidana yang ikut pileg,” ujar Kurnia saat konferensi pers, Selasa (5/9/2023).
Kalau uji materi dikabulkan, akan berdampak pada beberapa mantan terpidana yang belum melewati masa jeda lima tahun sehingga akan mengurangi mantan terpidana yang ikut pileg.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kiri) dan peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana (kanan), memberikan keterangan kepada wartawan setelah bersama beberapa perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih keluar dari Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Ajukan uji materi
Pada Senin (12/6/2023), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Corruption Watch, bersama dua mantan unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Saut Situmorang dan Abraham Samad, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih mengajukan uji materi PKPU No 10/2023 dan PKPU No 11/2023.
Mereka menguji Pasal 11 Ayat (6) PKPU No 10/2023 yang mengatur, pemberlakuan masa jeda lima tahun tidak berlaku jika ditentukan lain oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk pidana tambahan pencabutan hak politik. Norma yang sama ada dalam Pasal 18 Ayat (2) PKPU No 11/2023 tentang Pencalonan DPD.
Norma tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu dan juga dua putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga dinilai mengakibatkan ketidakpastian hukum. Mengacu pada putusan MK, terpidana itu harus melewati masa jeda lima tahun setelah masa pemidanaan apabila ingin mengajukan diri sebagai caleg. Namun, kedua PKPU itu memberi pengecualian bagi para terpidana yang memperoleh hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.
Uji materi harus segera diputus agar parpol bisa segera mengganti bakal caleg yang tidak memenuhi syarat. Sebab, masih ada dua subtahapan yang bisa dilakukan penggantian bakal caleg, yakni pada pengajuan pengganti calon sementara anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pascamasukan dan tanggapan masyarakat atas DCS serta pencermatan rancangan daftar caleg tetap.
Kurnia mengatakan, uji materi harus segera diputus agar parpol bisa segera mengganti bakal caleg yang tidak memenuhi syarat. Sebab, masih ada dua subtahapan yang bisa dilakukan penggantian bakal caleg, yakni pada pengajuan pengganti calon sementara anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota pascamasukan dan tanggapan masyarakat atas DCS (14-20 September) serta pencermatan rancangan daftar caleg tetap (24 September-3 Oktober).
KOLEKSI PERLUDEM
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menggelar aksi untuk memprotes dua peraturan KPU yang dinilai memberi karpet merah terhadap mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2024, Minggu (28/5/2023), di Jakarta.
”Uji materi soal keterwakilan 30 persen perempuan yang didaftarkan sepekan sebelum uji materi pencalonan mantan terpidana pun sudah keluar. Seharusnya uji materi ini juga segera diputus,” katanya.
Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, menilai, MA tidak menangkap urgensi permohonan agar uji materi diputus cepat. Sebab, jika putusan keluar menjelang penetapan DCT, akan banyak dalih bagi KPU untuk tidak mengimplementasikannya. Hal ini bisa berdampak pada integritas penyelenggaraan pemilu karena diikuti oleh mantan terpidana yang belum menyelesaikan masa jeda lima tahun.
Putusan lengkap soal keterwakilan 30 persen perempuan pun belum ada, ditambah lagi dengan uji materi pencalonan mantan terpidana juga belum diputuskan. İni bisa menjadi celah bagi KPU untuk berkilah dan menghindar dari implementasi putusan MA.
”Putusan lengkap soal keterwakilan 30 persen perempuan pun belum ada, ditambah lagi dengan uji materi pencalonan mantan terpidana juga belum diputuskan. İni bisa menjadi celah bagi KPU untuk berkilah dan menghindar dari implementasi putusan MA,” ujarnya.
KOLEKSI PERLUDEM
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menggelar aksi untuk memprotes dua peraturan KPU yang dinilai memberi karpet merah terhadap mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri dalam Pemilu Legislatif 2024, Minggu (28/5/2023), di Jakarta.
Mantan anggota KPU, Ida Budhiati, menambahkan, MA harus bekerja cepat karena tahapan pemilu dibatasi. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa seharusnya diikuti agar bisa memberikan kepastian hukum bagi penyelenggaraan pemilu. Semakin cepat MA memberikan putusan, maka KPU bisa segera mengimplementasikannya pada Pileg 2024.
”Masih ada waktu untuk mengoreksi aturan KPU yang keliru. Semakin cepat uji materi diputuskan, kemanfaatannya bagi pemilu berintegritas semakin besar,” katanya.