”Golden Visa” Indonesia untuk Pendiri ChatGPT Sam Altman
CEO OpenAI Sam Altman menjadi orang pertama yang mendapatkan ”golden visa” dari Pemerintah Indonesia.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
CEO OpenAI Sam Altman (kanan) berswafoto dengan hadirin acara "Conversation with Sam Altman di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta pada Rabu (14/6/2023). Dalam acara ini, Altman memberikan pendapatnya tentang pengembangan AI.
Pemerintah Indonesia akhirnya menerbitkan golden visa, fasilitas yang disiapkan untuk mempermudah warga negara asing (WNA) mendapatkan izin tinggal di Tanah Air. Golden visa pertama yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM diberikan kepada CEO OpenAI Sam Altman. Tak hanya punya reputasi internasional, pengusaha bernama lengkap Samuel H Altman itu diberi golden visa karena dianggap dapat memberikan manfaat kepada Indonesia.
Perihal pemberian golden visa untuk bos perusahaan pencipta Chat Generative Pre-trained Transformer atau ChatGPT itu disampaikan Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim, Selasa (5/9/2023). Silmy mengungkapkan, Sam Altman merupakan orang asing pertama yang mendapatkan goldenvisa Indonesia setelah aturan diundangkan akhir Agustus lalu.
Pemerintah memberikan golden visa dengan pertimbangan Altman merupakan tokoh dunia yang mempunyai perusahaan riset dan penerapan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di Amerika Serikat dengan misi memastikan kecerdasan buatan bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Golden visa itu juga diberikan dengan harapan Altman dapat berkontribusi terhadap pengembangan pemanfaatan kecerdasan buatan di Indonesia.
Silmy Karim, Dirjen Imigrasi, saat diwawancarai Kompas di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (3/4/2023).
”Goldenvisa diajukan pemohon dan juga bisa kita yang berikan kepada warga negara asing yang punya reputasi internasional dan dapat memberikan manfaat kepada Indonesia. Dalam memperoleh goldenvisa juga harus diusulkan instansi pemerintah pusat,” kata Silmy.
Warga negara asing (WNA) di Indonesia yang memiliki goldenvisa mendapat izin tinggal 5-10 tahun. Mereka juga akan menikmati sejumlah manfaat eksklusif setelah memegang goldenvisa antara lain jalur pemeriksaan dan layanan prioritas di bandara, jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta efisiensi karena tidak perlu lagi mengurus izin tinggal terbatas (ITAS) ke kantor
Meski bertujuan memberikan kemudahan bagi WNA mendapatkan izin tinggal di Indonesia, untuk mendapatkan golden visa bukan perkara mudah. Ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi WNA untuk mendapatkan golden visa.
Golden visa diajukan pemohon dan juga bisa kita yang berikan kepada warga negara asing yang punya reputasi internasional dan dapat memberikan manfaat kepada Indonesia. Dalam memperoleh goldenvisa juga harus diusulkan instansi pemerintah pusat.
Ketentuan mengenai golden visa itu termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2023. Terdapat dua regulasi turunan yang telah disetujui pada 30 Agustus 2023, yakni Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 22 Tahun 2023 tentang Visa dan Izin Tinggal serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8 Tahun 2023 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Kebutuhan Mendesak atas Pelayanan Golden Visa yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan HAM.
WNA perseorangan bisa mendapatkan golden visa untuk tinggal selama lima tahun di wilayah Indonesia dengan syarat mendirikan perusahaan dengan berinvestasi 2,5 juta dollar AS (sekitar Rp 38 miliar). Sementara mereka yang ingin mendapatkan izin tinggal selama 10 tahun harus mendirikan perusahaan dengan nilai investasi di atas 4 juta dollar AS (sekitar Rp 76 miliar).
Adapun investor korporasi yang ingin mendapatkan golden visa lima tahun mesti mendirikan perusahaan dengan nilai investasi minimal 25 juta dollar AS, dan Rp 50 juta dollar AS untuk izin tinggal 10 tahun.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
(Dari kiri-kanan): CTO GDP Venture On Lee; CEO OpenAI Sam Altman; Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia Nadiem Makarim; dan Ketua Korika Prof Hammam Riza dalam acara Conversation with Sam Altman yang digelar di Jakarta pada Rabu (14/6/2023).
”Begitu sampai di Indonesia tidak perlu lagi mengurus ITAS di kantor Imigrasi. Kita berikan karpet merah sebagai imbal balik atas sumber daya yang bisa mereka berikan pada Indonesia,” tutur Silmy.
Silmy mengatakan, Indonesia mencontoh negara-negara yang sudah menerapkan kebijakan goldenvisa telah memperoleh dampak positif. Dengan penerbitan golden visa itu diharapkan WNA berkualitas akan masuk ke Indonesia. ”Kebijakan imigrasi saat ini malah untuk mengurangi WNA bermasalah masuk ke Indonesia tetapi memudahkan WNA berkualitas masuk ke Indonesia,” ujarnya menjelaskan.
Awasi ketat
Kebijakan pemerintah menerbitkan golden visa tersebut mendapat dukungan dari sejumlah kalangan, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai kebijakan tersebut merupakan langkah maju dari Ditjen Imigrasi Indonesia. Sebab, kebijakan itu tak hanya mengatur urusan keluar-masuknya WNA ke Indonesia, tetapi ada potensi keuntungan ekonomi bagi Indonesia.
”Dengan golden visa, para investor dan pebisnis besar akan nyaman masuk dan berbisnis di Indonesia, dan lambat laun Indonesia akan menjadi sentra investasi dan bisnis seperti Singapura atau Uni Emirat Arab,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni dari Fraksi Partai Nasdem menjawab pertanyaan awak media di Kompleks Parlemen, Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Walaupun demikian, pengawasan ketat tetap harus dilakukan oleh Ditjen Imigrasi. Jangan sampai keinginan membuka untuk investor bisnis, namun yang masuk investor mafia, koruptor, dan orang/orang lain yang tidak diinginkan.
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansah, juga mengingatkan agar implementasi kebijakan golden visa dipantau secara ketat oleh pemangku kebijakan. Pengawasan ketat diperlukan agar pemerintah tidak menyelewengkan penerapan kebijakan golden visa. Sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga diperhatikan agar kebijakan ini bisa memberi manfaat bagi ekonomi Indonesia.
”Beberapa kejadian WNA yang berperilaku tidak baik dan terkesan sewenang-wenang di dalam negeri perlu diperhatikan. Beberapa negara dengan stigma kurang baik juga perlu diperhatikan sesuai kriteria, jangan sampai jadi bumerang ke depan,” kata Trubus.