KPU Desain Pendaftaran Pasangan Capres-Cawapres 10-16 Oktober 2023
Penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Pemilu 2024 akan dilakukan pada 13 November 2023 dan penetapan nomor urut pasangan calon pada 14 November 2023.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
KOMPAS/HIDAYAT SALAM
Suasana uji publik tiga rancangan Peraturan KPU di Jakarta, Senin (4/9/2023). KPU mendesain pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden akan berlangsung pada 10-16 Oktober 2023.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum mendesain pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden akan berlangsung pada 10-16 Oktober 2023. Setelah melalui tahapan verifikasi, penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden akan dilakukan pada 13 November 2023.
Pengaturan detail tahapan pencalonan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ini tercantum dalam Lampiran I Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, yang diuji publik oleh KPU, di Jakarta, Senin (4/9/2023). Pada saat yang sama, KPU juga menguji publik Rancangan PKPU tentang Perubahan atas PKPU No 15/2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum, dan Rancangan PKPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
Menurut anggota KPU, Idham Holik, penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden akan dilakukan pada 13 November 2023 dan penetapan nomor urut pasangan calon pada 14 November 2023. Draf rancangan PKPU itu juga memuat isu penting, seperti penyerahan kelengkapan dokumen persyaratan pencalonan, penggunaan Silon, syarat kesehatan, pengaturan cuti pejabat negara, serta visi misi bakal calon.
”Kami berkomitmen agar ada kesesuaian visi, misi dan program dari capres-cawapres dengan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN),” kata Idham.
Anggota KPU, Idham Holik, saat memberikan keterangan pers seusai uji publik tiga rancangan Peraturan KPU di Jakarta, Senin (4/9/2023).
Kampanye di lembaga pendidikan
Dalam Rancangan PKPU revisi PKPU Kampanye Pemilu, KPU merancang aturan kampanye di lembaga pendidikan hanya dapat dilakukan di tingkat perguruan tinggi. Dalam Pasal 72A rancangan PKPU itu disebutkan tempat pendidikan merupakan perguruan tinggi yang meliputi universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi dan/atau akademi komunitas. Kampanye pemilu di kampus hanya boleh dilaksanakan pada akhir pekan, yakni Sabtu dan Minggu.
Anggota KPU, August Mellaz, mengatakan, aturan ini dimuat KPU atas saran, masukan, dan pertimbangan yang disampaikan Kementerian Agama serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sehingga kampanye hanya boleh dilakukan di tingkat universitas. Tidak untuk tingkat SD, SMP, dan SMA sederajat.
”Secara usia, anak didik tingkat SMA masih belum secara menyeluruh semuanya masuk dalam usia mencoblos atau menggunakan hak suara di pemilu,” katanya.
August mengatakan, rancangan PKPU tentang Perubahan atas PKPU No 15/2023 sebagai penyesuaian dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan kampanye di tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut. Beberapa pasal dalam PKPU No 15/2023 akan ditambah, yakni di antara Pasal 72 dan Pasal 73 disisipkan pasal, yakni Pasal 72A dan 72B.
AYU OCTAVI ANJANI
August Mellaz saat ditemui di kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (21/3/2023).
Metode kampanye pemilu di tempat pendidikan menggunakan pertemuan tatap muka dan pertemuan terbatas. Selain itu, peserta kampanye pemilu di tempat pendidikan merupakan civitas akademika di perguruan tinggi kecuali yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Idham menambahkan, bentuk kampanye yang diperbolehkan di kampus adalah debat, seminar, workshop, dialog politik, atau talk show. Kampanye tidak boleh mengganggu kegiatan proses pendidikan, baik belajar mengajar ataupun perkuliahan.
"Kampanye juga harus sesuai karakter pendidikan, yaitu mengedepankan karakter intelektual," ujarnya.
Sutikno dari perwakilan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyampaikan, peserta kampanye pemilu adalah sivitas akademika yang terdiri dari para mahasiswa dan dosen. Sementara itu, dosen atau tenaga pengajar terdapat status berupa PNS dan PPPK. Oleh karena itu, kata dia, aturan ini harus mempertegas siapa yang dapat mengikuti kampanye tersebut.