Anies-Muhaimin, dari Perobekan Bendera Biru hingga Kampus Biru
Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar sudah lebih dari 30 tahun saling mengenal sebelum akhirnya mereka dideklarasikan untuk berpasangan di Pilpres 2024.
Oleh
IQBAL BASYARI, AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
Hotel Majapahit atau dulu dikenal sebagai Hotel Yamato di Jalan Tunjungan, Surabaya, Jawa Timur, menjadi saksi sejarah perjuangan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan. Lebih kurang 78 tahun kemudian, hotel ini kembali jadi saksi sejarah. Di hotel ini, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, dideklarasikan, Sabtu (2/9/2023).
Seusai deklarasi, keduanya melakukan napak tilas dengan berada di area perobekan bendera Belanda. Anies dan Muhaimin kemudian menyapa warga Surabaya dan ratusan pendukungnya setelah resmi menjadi bakal calon presiden (capres) dan bakal calon wakil presiden (cawapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Dalam sejarah Indonesia, peristiwa di Hotel Yamato merupakan salah satu sejarah penting mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada 19 September 1945, para pemuda Surabaya melihat pengibaran bendera Belanda di tiang teratas Hotel Yamato. Para pemuda tersebut kemudian marah dan menurunkan bendera Belanda. Mereka memanjat tiang bendera, menurunkan bendera Belanda, dan merobek warna biru sehingga tersisa merah putih yang merupakan bendera Indonesia.
”Dan, hari ini diputuskan tanggal 2 September dipilih sebuah tempat yang memiliki sejarah luar biasa. Di Hotel Yamato, 19 September 1945, karena di sini terjadi perobekan bendera dan kemudian menjadi merah putih,” ujar Anies saat deklarasi.
Menurut dia, Hotel Majapahit menjadi tempat bersejarah bagi rakyat Indonesia dalam mengusir kolonialisme. Pilihan melakukan deklarasi di Hotel Majapahit merupakan pilihan luar biasa. Sebab, di era kolonialisme, tempat ini bisa dimaknai sebagai pesan dari anak-anak muda Surabaya untuk menghibahkan nyawanya untuk mempertahankan kemerdekaan.
Dalam deklarasi capres-cawapres tersebut, hanya hadir jajaran pengurus Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, serta para kiai dan bu nyai. Sementara pengurus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengikuti deklarasi secara daring dari kantor DPP PKS di Jakarta.
Adapun Partai Demokrat tidak hadir karena telah mencabut dukungan untuk Anies sebagai respons atas proses bersatunya Anies dan Muhaimin, sehari sebelum deklarasi. Partai Demokrat menyatakan keluar dari koalisi setelah selama sekitar enam bulan terakhir bersama-sama dengan Nasdem dan PKS sepakat mengusung Anies sebagai bakal capres.
Kenal lama
Anies mengatakan, secara kebetulan orangtuanya dan orangtua Muhaimin sama-sama berasal dari Surabaya. Menurutnya, Muhaimin juga bukanlah orang yang baru. Ia sudah mengenal Muhaimin sejak lama, bahkan lebih dari 30 tahun. Keduanya pada tahun 1990-an sama-sama berada di Yogyakarta, sama-sama berkuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Senada dengan Anies, Muhaimin mengatakan, ia dan Anies sudah saling mengenal sejak lama, tepatnya sejak sama-sama menjadi mahasiswa di UGM. Muhaimin merupakan lulusan Jurusan Sosiatri, Fisipol UGM, sedangkan Anies merupakan lulusan Fakultas Ekonomi. Keduanya sama-sama berkuliah di ”Kampus Biru” dan kini menjadi anggota Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada yang diketuai Ganjar Pranowo, bakal capres dari PDI-P.
”Istilah Mas Anies, kita selesaikan, podo tonggo fakultase, saya di Fisipol, Mas Anies di Fakultas Ekonomi. Beliau aktif sebagai mahasiswa, saya juga menjadi mahasiswa,” kata Muhaimin Iskandar.
Ketua Umum Nasdem Surya Paloh menuturkan, Anies-Muhaimin memiliki kelebihan masing-masing dan bisa saling mengisi serta melengkapi. Menurutnya, Anies merupakan cendekiawan yang diyakini dapat memberikan suasana kepemimpinan baru untuk menghadapi tantangan bangsa dan negara sekarang dan di masa depan. Sementara Muhaimin amat piawai sebagai organisatoris ulung dalam dunia pergerakan yang cukup lama.
”Maka, pasangan ini bagaikan botol dan tutup botol,” ujarnya.