Presiden Akui Hilirisasi Nikel Tak Serta-merta Turunkan Angka Kemiskinan di Sulawesi Tengah
Pemerintah daerah punya kewajiban agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah bisa berdampak hingga ke seluruh lapisan masyarakat. Pertumbuhan jangan sampai hanya jadi agregat nasional, tetapi nyata menyejahterakan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah bertekad terus mendorong hilirisasi berbagai sumber daya alam, termasuk nikel. Namun, kendati berstatus wilayah pusat pengolahan nikel dengan pertumbuhan ekonomi di atas 13 persen, kemiskinan di beberapa daerah sentra nikel di Sulawesi Tengah belum bisa ditekan. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa hilirisasi nikel tidak serta-merta bisa mendongkrak pengentasan kemiskinan.
”Ya, itu tidak serta-merta, yang jelas, kan, pertumbuhan ekonominya tadi nasional hanya 5,17, di sini bisa 13 (persen). Itu sudah luar biasa. Hanya saya sampaikan tadi ini harus ngefek ke bawah,” ujar Presiden Jokowi ketika memberikan keterangan pers seusai berkunjung ke pasar tradisional Masomba, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (30/8/2023) sore.
Presiden menegaskan bahwa pemerintah daerah, mulai dari bupati, wali kota, hingga gubernur, punya kewajiban agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Sulawesi Tengah ini bisa berdampak hingga ke seluruh lapisan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi jangan sampai hanya menjadi agregat nasional.
”Tadi saya sudah titip ke gubernur agar industri-industri nikel yang ada di sini, misalnya katering, yang megang mestinya orang daerah, yang nyetor telor: daerah, yang nyetor ayam mentah: daerah. Karena itu, ada efek pertumbuhan ekonomi betul-betul ke daerah, tidak semua menjadi agregat nasional,” tambah Presiden Jokowi.
Presiden mengapresiasi pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah yang bisa mencapai 13 persen atau 2,5 kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional. ”Artinya di Provinsi Sulawesi Tengah tumbuh sangat baik dan kelihatan: banyak toko-toko baru, banyak bangunan baru. Banyak pembangunan karena pertumbuhan ekonominya di atas 13 persen. Saya lihat bagus dan yang saya senang pertumbuhan tinggi,” ucap Presiden.
Menurut Presiden, kondisi harga bahan pokok di pasar tersebut juga terpantau baik dan stabil. ”Saya melihat harga-harga di sini stabil, seperti harga ayam Rp 25.000 per kilogram, bawang merah Rp 32.000 per kilogram. Itu bagus. Harga-harga bisa terkendali. Tapi, pertumbuhan ekonominya itu yang diinginkan seperti itu dan rakyat pasti merasakan,” kata Presiden.
Sebelumnya, pada saat membuka Kongres Nasional Mahasabha XIII Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) 2023 di Universitas Tadulako, Kota Palu, Rabu (30/8/2023) siang, Presiden juga kembali mendorong hilirisasi agar Indonesia bisa melompat menjadi negara maju. Ekspor nikel mentah yang dihentikan sejak 2020, misalnya, berhasil meningkatkan nilai ekspor dari Rp 30-an triliun per tahun menjadi Rp 510 triliun per tahun.
”Saya melihat harga-harga di sini stabil, seperti harga ayam Rp 25.000 per kilogram, bawang merah Rp 32.000 per kilogram. Itu bagus. Harga-harga bisa terkendali. Tapi, pertumbuhan ekonominya itu yang diinginkan seperti itu dan rakyat pasti merasakan. ”
Meski kebijakan hilirisasi nikel telah kalah dalam gugatan oleh Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), pemerintah menegaskan akan tetap konsisten melakukan hilirisasi nikel. Hilirisasi juga akan terus dilanjutkan menyasar komoditas yang lain, seperti timah, tembaga, bauksit, batubara, rumput laut, dan kelapa sawit.
”Ya, enggak apa-apa kalah, tapi jangan mundur. Saya perintahkan banding (di WTO). Kalah, banding. Yang ada di pikiran saya, kan, saat banding memerlukan waktu. Mungkin bisa 3 tahun, mungkin 4 tahun, mungkin 5 tahun. Industri kita sudah jadi sehingga fondasi kita kuat,” kata Presiden.
Transformasi hijau
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga mendorong perguruan tinggi untuk mempersiapkan diri dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi terkait green economy atau ekonomi hijau guna mendukung transformasi hijau. Mereka diminta menguasai pengetahuan tentang perdagangan karbon, pasar karbon, climated entrepreneurship, daur ulang sampah, dan teknologi baterai.
Hal ini menjadi bagian dari upaya mengurangi dampak perubahan iklim. ”Dalam mendukung momentum transformasi hijau, saya minta KMHDI untuk mempersiapkan diri mempelajari ilmu pengetahuan tentang ini (ekonomi hijau),” kata Presiden Joko Widodo.
”Dalam mendukung momentum transformasi hijau, saya minta KMHDI untuk mempersiapkan diri mempelajari ilmu pengetahuan tentang ini (ekonomi hijau). ”
Apalagi, masyarakat dunia sedang menghadapi berbagai tantangan dan perubahan, salah satunya perubahan iklim. Perubahan iklim dirasakan oleh semua negara seperti gelombang panas dan super El Nino yang terjadi di beberapa negara. Saat ini, semua negara di dunia berbondong-bondong melakukan transformasi ekonomi hijau, seperti pembiayaan dan pendanaan, industri, dan energi hijau, untuk mencegah dampak perubahan iklim.
Presiden menambahkan bahwa dalam ajaran Hindu terdapat Tri Hita Karana yang salah satunya adalah tentang palemahan atau kesempurnaan hubungan manusia dengan alam. ”Ini yang sering dilupakan, terlupakan dalam kehidupan modern kita. Kita berpikir seakan-akan alam baik-baik saja, tapi tahu-tahu datang gelombang panas di hampir sebagian negara di dunia ini,” kata Presiden.
Transformasi menuju ekonomi hijau ini menjadi tantangan sekaligus peluang. Apalagi, Indonesia memiliki potensi besar dalam energi hijau. Indonesia antara lain memiliki potensi geotermal sebesar 24.000 megawatt, 4400 sungai untuk hydropower dengan potensi 95.000 megawatt, potensi solar panel matahari sebesar 169.000 megawatt, dan potensi energi angin 68.000 megawatt.
Pemerintah juga membangun green industrial park, seluas 30.000 hektar di Kalimantan Utara. ”Kekuatan ini kalau kita gunakan betul, ini akan jadi sebuah kekuatan negara kita. Karena negara lain tidak memiliki potensi energi sebesar itu. 434.000 megawatt adalah kekuatan besar,” ucap Presiden.
Dalam pidatonya, Ketua Presidium KMHDI I Putu Yoga Saputra mengungkapkan keresahan di bidang pembangunan sumber daya manusia. Data Kementerian Pendidikan menunjukkan bahwa terdapat 3,6 juta lulusan Sekolah Menengah Atas, tetapi hanya 1,6 juta yang terserap di perguruan tinggi. ”Menyongsong bonus demografi, harapannya bagaimana agar akses pendidikan didapat oleh semua,” ujarnya.
Yoga juga mengungkapkan tentang harga biaya kuliah yang naik 13-15 persen per tahun. Selain itu, sebanyak 80 persen tenaga kerja juga bekerja tidak sesuai dengan jurusan yang diambil ketika kuliah. Pemerintah diharapkan bisa melakukan penguatan Sumber Daya Manusia agar bangsa Indonesia bisa beranjak menjadi negara maju.